Sabtu, 14 April 2012

Pentingnya Akulturasi Kebudayaan dalam Penginjilan
SURABAYA  - Akulturasi kebudayaan menjadi salah satu kata kunci dalam sarasehan budaya rutin Institute for Syriac Christian Studies (ISCS) di Surabaya (10/04). Agenda rutin ISCS ini seperti biasa menghadirkan Bambang Noorsena sebagai pembahas tema yang diberi titel "Dewa-dewa: Siapa Takut?".

Memulai acara dengan menayangkan cuplikan video pertunjukan wayang kulit oleh Ki Manteb, Bambang Noorsena memulai pembahasannya dengan menjelaskan vitalnya peran wayang kulit sebagai media penyebaran agama Islam. Terbukti dengan berhasilnya Wali Songo menempatkan unsur-unsur keislaman dalam wayang kulit sehingga nilai-nilai tersebut bisa diinternalisasi di masyarakat.


Strategi kebudayaan inilah yang dilihat penggagas ISCS ini kurang terlihat dalam komunitas Kristen yang secara umum dilihatnya masih "alergi" terhadap budaya-budaya lokal. Disebutkannya secara umum sikap ini muncul karena tendensi fanatisme teologis tanpa dasar historis yang jelas akan pemahaman suatu kebudayaan.


Dicontohkannya juga mengenai ucapan happy easter yang dianggap sebagian pihak berasal dari budaya pagan yang tidak seharusnya diucapkan umat Kristen. Tepatnya kata easter ini berasal dari bnama Dewi Isthar, dewi Sumeria Kuno. Bambang menjelaskan bahwa walaupun bunyinya mirip, tapi pemaknaan kata ini yang kemudian diasosiasikan dengan kebudayaan pagan kurang tepat.


Dicontohkannya lagi mengenai budaya menghias telur paskah yang ternyata berasal dari tradisi gereja purba yang memahaminya dari kisah Maria Magdalena yang membuat mukjizat dengan merubah warna telur menjadi merah, sehingga sampai sekarang masih ada ikon Maria Magdalena yang memegang telur berwarna merah.


Di akhir pembahasannya, Bambang Noorsena menekankan sekali lagi pentingnya akulturasi kebudayaan sebagai media pekabaran Injil. Penekanan ini bukan hanya muncul sebagai saran, tapi juga hasil evaluasinya mengenai lemahnya penetrasi umat Kristen di kebudayaan lokal.

Kamis, 12 April 2012

Watimpres Usul GKI Yasmin Dibangun Bersebelahan Masjid 
 
JAKARTA (MICOM) - Pemerintah melalui Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) dan Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas) mengusulkan agar pembangunan gereja GKI Yasmin di Bogor bersebelahan dengan mesjid.

Wantimpres akan memanggil pihak GKI Yasmin dan Walikota Bogor minggu depan untuk membicarakan kesepakatan penyelesaian konflik GKI Yasmin dengan Pemerintah Kota Bogor.


"Kami mengundang GKI yasmin dan Walikota Bogor minggu depan datang ke kantor ini untuk membicarakan hal-hal yang bisa menyelesaikan masalah. Maksud dan penyelesaiannya antara lain membicarakan konsep jalan tengahnya," kata anggota Wantimpres bidang hukum dan hak asasi manusia Albert Hasibuan ketika ditemui di kantornya, Rabu (11/4).


Dikatakan Albert, dalam pertemuan yang rencananya digelar pada hari Selasa/Rabu minggu depan tersebut akan melibatkan pihak Wantannas. Hal itu karena Wantannas mengusulkan agar gereja GKI Yasmin dibangun bersebelahan dengan mesjid.


"Wantannas meminta agar keputusan MA (Mahkamah Agung) ditaati oleh Walikota Bogor sehingga gereja tetap berdiri disitu dan GKI yasmin tetap beribadat. Tapi disamping gereja dibangun mesjid, dengan begitu ada semacam simbol kerukunan beragama dan toleransi beragama," terang Albert.


Pembangunan mesjid bersebelahan dengan gereja GKI Yasmin menurut Albert merupakan solusi jalan tengah atau win-win solution. Dia yakin semua pihak dapat dipuaskan dengan jalan tengah tersebut.


Sebagaimana diketahui, persoalan konflik pembangunan gereja GKI Yasmin sudah berlangsung selama lebih dari setahun. GKI Yasmin tidak mendapatkan persetujuan pembangunan gereja oleh Pemerintah Kota Bogor. Kasus ini kemudian diselesaikan oleh MA dengan mengatakan penyegelan oleh Pemkot Bogor tidak sah, namun Pemkot Bogor tidak melaksanakan putusan MA dan tetap melarang pembangunan.