HAMBA (KEPEMIMPINAN) YANG SETIA
Prof. Dr. Manlian Ronald. A. Simanjuntak., ST., MT., D.Min
Ketua Program Studi Magister Teknik Sipil Konsentrasi Manajemen Konstruksi
UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
Ketua Program Studi Magister Teknik Sipil Konsentrasi Manajemen Konstruksi
UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
This
is my FATHER’s world.....Satu bagian kutipan pujian yang menyatakan
bahwa semua yang kita kelola melalui mandat TUHAN saat ini adalah
lansekap ALLAH. Lansekap yang TUHAN percayakan kepada kita sebagai
hambaNYA yang menuntut kesetiaan. Konteks hamba TUHAN dan kesetiaan
dalam segala perkara yang mengacu kepada Firman TUHAN di dalam II
Timotius 2:1-7 merupakan pemahaman yang tidak terpisahkan. Kepemimpinan
tidak saja fokus kepada orangnya, melainkan fokus kepada “sifat”.
Sedangkan hati seorang hamba adalah hati yang luhur yang dimiliki dalam
sifat kepemimpinan. Baik hamba dan kepemimpinan, kita tetap mengarah
kepada TUHAN yang berdaulat. Dalam memahami konteks hamba dan
kepemimpinan yang setia, ada 3 latar belakang penting yang perlu kita
pahami bersama, yaitu:
A. Globalization.
Konteks globality sebagai
suatu pemahaman yang tidak baru dan tidak berbeda dengan pemahaman
globalization. Dalam konteks globality yang ditulis oleh Harold. L.
Sirkin, James. W. Hemerling, dan Arindam. K. Bhattacharya dalam buku
mereka yang berjudul Globality, adalah konteks globality merupakan suatu
fakta dimana manusia berkompetisi satu dengan yang lain. Isyu tentang
globality berhubungan juga dengan speed/kecepatan (segalanya serba
cepat), manusia yang berkompetisi (people first), di dalam persaingan
seluruhnya mudah terhubung satu sama lain, dan nilai manusia sebagai
ciptaan TUHAN yang memiliki mandat mengelola segala ciptaan TUHAN
cenderung menurun akibat fokusnya tidak lagi kepada sang Pencipta.
B. Potret Kemerdekaan Negara Indonesia
Mengamati
perjalanan kepemimpinan Indonesia, kita mencoba memahami perjalanan 5
(lima) fase kepemimpinan, yaitu: kepemimpinan masa Pra
Kemerdekaan/Kebangsaan 28 Oktober 1928, kepemimpinan masa Kemerdekaan
1928-1945, kepemimpinan masa Demokrasi Terpimpin 1945-1955, kepemimpinan
masa Orde Baru 1956-1998, kepemimpinan masa Reformasi 1998-saat ini.
Permasalahan yang dapat kita pelajari dalam kelima fase karakter
kepemimpinan Indonesia mengarah kepada permasalahan karakter
kepemimpinan, yaitu: moral, integritas, ide, kekuasaan/power dan
intelektualitas. Hal ini sungguh menyedihkan oleh karena sebenarnya kita
belum semakin maju. Terlihat kita maju dari luar, tetapi di dalam
sangatlah berbeda. Pada saat yang baik ini saya mengutip kalimat yang
dipresentasikan Prof. Dr. Magnis Suseno dalam presentasi beliau dalam
Leadership Seminar di Universitas Pelita Harapan 4 Agustus 2011 yang
lalu, dimana saat ini Indonesia berada dalam ”kondisi yang aneh”. Dari
luar, Indonesia terlihat baik dan masuk kelas dunia, tetapi kondisi
Indonesia di dalam justru dalam kondisi sebaliknya.
C. Jati diri gereja
Mengapa
hal ini menjadi penting? Tentu saja, oleh karena saat ini kita terlalu
banyak membicarakan tentang gereja sebagai gedung, bukan konteks gereja
sebagai umat manusia yang dikasihi TUHAN, diberkati TUHAN dan yang TUHAN
kasihi, untuk kembali memuji dan memuliakan TUHAN. Sehingga fokusnya
bukan kepada judul gerejanya, tetapi hidup yang terus memuliakan TUHAN
dan mengasihi TUHAN secara utuh, oleh karena TUHAN sudah lebih dulu
mengasihi kita manusia yang memiliki natur dosa.
MENJADI HAMBA YANG SETIA
Bagian
Firman TUHAN II Timotius 2:1-7 yang ditulis oleh rasul Paulus oleh
karena adanya Roh Kudus yang mendorongnya menyampaikan maksud TUHAN
kepada umat manusia yang dikasihiNYA. Bagian firman TUHAN di dalam II
Timotius merupakan surat terakhir rasul Paulus yang memiliki tema
”bertekun dengan ketabahan”. Ketika rasul Paulus menulis surat ini,
Kaisar Nero saat itu sedang berkuasa untuk menghentikan perkembangan
kekristenan di Roma dengan melakukan aniaya yang luar biasa kepada orang
yang percaya kepada TUHAN. Rasul Paulus kemudian menyadari bahwa ia
mulai ditinggalkan para sahabatnya dan ia menyadari pelayanan sudah
berakhir dan kematiannya sudah dekat. Hal ini dirasakannya ketika Paulus
merasakan kesendiriannya ketika menghadapi kemungkinan dihukum mati
yang sudah dekat, dan saat itu ia meminta Timotius menemaninya di Roma.
Ketika rasul Paulus mengirim surat ini, Timotius masih berada di Efesus.
Surat
Rasul Paulus kepada Timotius yang kedua, memiliki 6 (enam) arah besar
yang layak kita teladani. Bagian pertama, yaitu tentang pesan Paulus
kepada Timotius. Bagian kedua, yaitu tentang berbagai tuntutan untuk
menjadi hamba TUHAN yang setia. Bagian ketiga, yaitu pengalaman tentang
kondisi kejahatan yang semakin meningkat yang segera terjadi. Bagian
keempat, yaitu menuntun untuk terus tekun dalam kebenaran. Bagian
kelima, yaitu pesan untuk terus memberitakan Firman TUHAN. Bagian
keenam, yaitu tentang kesaksian dan pengarahan Paulus tentang tema
penulisan untuk bertekun dengan ketabahan. Bagian penting untuk menjadi
hamba TUHAN yang setia akan kita bahas sebagai berikut:a.Bagian penting pertama di ayat 1 jelas tuntutan untuk menjadi hamba TUHAN yang setia adalah agar kita menjadi kuat oleh kasih karunia TUHAN.Menjadi kuat oleh kasih karunia TUHAN secara terstruktur disadari dan dialami dalam fase penting, yaitu: menyadari manusia yang memiliki natur dosa yang sebanarnya tidak layak di hadapan TUHAN, bertobat setiap waktu untuk taat kepada TUHAN, menyadari sebagai umat yang berdosa namun dikasihi TUHAN mendapatkan kasih karunia TUHAN secara khusus, dan mengimani untuk dimampukan serta dikuatkan oleh karena telah menerima kasih karunia TUHAN.
b.Bagian penting kedua di ayat 2 yaitu agar kita mempercayakan berita kepada orang yang dapat dipercaya. Bagian ini menjelaskan tentang peran dan tanggung jawab gereja dalam membina orang percaya di dalam iman.
c.Bagian penting ketiga di ayat 3-7 yaitu untuk terus bertahan di dalam penderitaan. Hal tentang menderita juga dijelaskan dalam 1 Petrus 3:17-20. Pesan kata ”menderita” bagi manusia adalah tantangan, tapi jelas pesan kata ”menderita” bagi TUHAN adalah hal yang sangat berarti bagi hidup manusia. Hal ini menimbulkan pertanyaan bagi kita, apakah maksud TUHAN untuk hal ini? Pemahaman ”menderita” di dalam Firman TUHAN yaitu: penderitaan adalah apa yang dipikirkan ALLAH bukan apa yang manusia pikirkan, penderitaan adalah apa yang direncanakan ALLAH, penderitaan adalah bukti kemenangan bukan kekalahan.
d.Selanjutnya untuk menjadi hamba yang setia, masih ada bagian penting keempat dan kelima di ayat 8-26 yaitu untuk menderita bahkan mati dengan YESUS KRISTUS, dan menuntun kita untuk menghindari perihal yang bodoh/buruk serta mempertahankan Injil dalam cara yang tidak tercela.
IMPLIKASI
Selanjutnya, bagaimana
mengaplikasikan “hamba TUHAN yang setia” tersebut di dalam lansekap
pelayanan baru setiap hari? Lansekap sebagai ladang pelayanan butuh iman
yang teguh bagaikan seorang murid. Konsep pemuridan di dalam TUHAN
memiliki motivasi yang teguh di dalam iman, dan bertahan di dalam segala
perkara.. TUHAN yang jelas mencari kita, manusia sering menghindar
tidak mencari TUHAN. Hal ini jelas tertulis di dalam Firman TUHAN di
dalam kitab Kejadian, dan terang TUHAN jelas mencari manusia dan TUHAN
meneladani untuk dapat berdampak melalui pengorbananNYA.
Implikasi
hati hamba TUHAN yang setia yaitu bagaikan seorang murid yang meneladani
Kristus sebagai pemimpin sekaligus pengikut. Pemimpin disini adalah
memberi teladan, dan pengikut memiliki ketaatan. Sebagai seorang
pemimpin, sebenarnya tidak lagi memikirkan dirinya saja, tetapi fokus
kepada memberikan teladan bagi pengikutnya, dan mempersiapkan para
pengikutnya untuk memberikan teladan berikutnya bagi orang lain. Untuk
itulah pemahaman hati hamba yang setia di dalam kepemimpinan kemudian
menghasilkan kajian dari berbagai penelitian, teori dan pandangan para
pakar, yaitu untuk: memiliki model Kepemimpinan YESUS KRISTUS,
mengubahkan orang lain, memerlukan pengorbanan, menginspirasikan orang
lain, memiliki visi, memuridkan untuk mempersiapkan generasi penerus di
masa depan. Kiranya segala hormat, puji dan kemuliaan hanya bagi DIA,
dan kiranya TUHAN senantiasa memberkati kita semua.