Sabtu, 05 Oktober 2013

Ritual menyembah setan marak di India
 
India - Kelompok Kristen di Negara Bagian Nagaland, sebelah timur India, sedang bekerja keras untuk meredam semakin meningkatnya pertumbuhan pemujaan setan, setelah beberapa laporan menyebut ribuan remaja dari jemaat gereja melakukan ritual menyembah setan dalam beberapa bulan terakhir.

Kantor berita milik Vatikan Agenzia Fides baru-baru ini melaporkan bahwa lebih dari tiga ribu anak muda diidentifikasi telah melakukan ritual menyembah setan di Ibu Kota Kohima, Nagaland, seperti dilansir situs the Huffington Post, Selasa (9/7).

Direktur Gerakan Misionaris Nagaland, Wati Longkumer, mengatakan kekuatan sebenarnya dari bentuk penyembahan setan ini memang sulit untuk ditentukan. Namun, kelompok itu juga ada di kota terbesar di Nagaland yaitu Dimapur, dan mereka menggunakan situs jejaring sosial, seperti Facebook dan Twitter untuk memperluas jaringan mereka.

"Beberapa anak muda Kristen yang menolak menyembah setan telah memberitahu kami bahwa mereka dipanggil untuk melakukan ritual lewat tengah malam di Pemakaman Korban Perang Kohima dan di lokasi lain. Mereka juga diminta memakai kaos hitam dan akan dipanggil dengan julukan baru," kata Longkumer.

Dia mengatakan dirinya telah melihat salah satu bentuk keanggotaan dari penyembah setan yang menamakan diri mereka sebagai Sapi Jantan Hitam, dan mengajak anak-anak muda untuk menjadi bagian dari penyembah setan.

Organisasi yang dibentuk Longkumer menjadi bagian dari Dewan Gereja Pembabtis Nagaland, yang terdiri dari lebih 1.300 jemaat, dan telah mengerahkan departemen kepemudaan mereka untuk memberi laporan rinci terkait masalah ini.

Lebih dari 90 persen penduduk Nagaland, yakni dua juta orang Kristen, dan sekitar tiga perempat dari mereka mengidentifikasi sebagai Nasrani.

Sementara perwakilan Persekutuan Injil India yang berbasis di Nagalan mengatakan beberapa orang tua merasa khawatir dengan nasib anak-anak mereka jika meninggalkan rumah sekitar tengah malam.

"Bentuk penyembahan setan telah mengubah sikap dan pandangan hidup para pemuda, meskipun belum ada aktivitas kriminal yang dilakukan oleh mereka telah dilaporkan sejauh ini," ucap dia.

Pada April lalu, kelompok gereja-gereja di Nagalan telah membuat organisasi untuk menyelamatkan anak-anak muda dari jeratan penyembahan setan. Gereja Katolik Roma di Nagaland mengatakan pihaknya terkejut mengetahui tentang fenomena ini dan bekerja sama dengan kelompok dari Kristen Protestan untuk melawan hal itu.(DAP)

Selasa, 01 Oktober 2013

PENYEGELAN GEREJA St. BERNADETTE


GEREJA St. BERNADETTE.jpg
Photo Repro Inet
Gereja Paroki St Bernadette di Bintaro, Tangerang Selatan, didemo massa yang mengatasnamakan warga sekitar pada Ahad, 22 September 2013, sekitar pukul 08.00 hingga 11.00 WIB. Massa menggembok gereja tersebut dari luar dan meminta pembangunan gereja dihentikan, seperti dilansir TEMPO.CO, Senin, 23 September 2013.
Pastor Paroki St Bernadette, Paulus Dalu Lubur, CICM, menjelaskan, Para pendemo datang dengan mengenakan pakaian berwarna putih dan ikat kepala berwarna merah. "Seperti mau berperang saja," ucap Romo Paulus. "Mereka mengatasnamakan warga sekitar," tambah Romo.
“Saya percaya mereka yang datang kemarin tidak mayoritas, atau tidak seratus persen warga di situ. Kami sudah mendapatkan dukungan dari beberapa ustaz, haji, dan pemuka masyarakat di sekitar lokasi rencana pembangunan gereja,” ujar Romo.
Terkait hal itu, Sekretaris Komisi Hubungan Agama dan Kepercayaan Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI), Antonius Benny Susetyo mengatakan, bahwa gereja tersebut sudah mendapatkan IMB pada 11 September 2013 dan baru akan memulai pembangunan.
“Gereja baru saja mendapat IMB. Masyarakat sekitar sudah menyetujuinya. Kita berharap agar aparat keamanan memberi jaminan rasa aman,” kata Benny.
Menyikapi sikap dan tindakan para pendemo yang menggembok pintu masuk tempat peribadatan umat St. Bernadette, Bintaro, Tangerang Selatan, Ketua Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Siti Noor Laila mengecam penyegelan gereja St. Bernadette yang dilakukan oleh massa. Ia menilai kasus penyegelan rumah ibadah berulang akibat ketidaktegasan aparat penegak hukum. "Para pelaku intoleransi beragama itu tak pernah mendapat hukuman yang membuat jera, kejadian serupa kerap berulang," katanya kepada Tempo, Senin 23 September 2013.
"Penegakan hukumnya masih tidak tegas, seharusnya tidak boleh ada bias penegak hukum kepada kelompok mayoritas," kata Siti.
Dia meminta aparat penegak hukum seperti polisi dan jaksa menegakkan aturan yang seimbang. "Peraturan kan hanya ada satu, jangan malah mendukung tirani mayoritas," ujar Siti. Apalagi, saat ini semakin banyak kelompok fanatik yang muncul dan pada akhirnya main hakim sendiri.
Hal senada juga disampaikan oleh mantan anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Salahuddin Wahid, meminta pemerintah Tangerang Selatan ikut menyelesaikan masalah penyegelan Gereja Paroki Santa Bernadette di Bintaro, Tangerang Selatan.
Pria yang akrab disapa Gus Solah itu mengatakan; "Wali Kota harus berkoordinasi dengan kapolres, camat, lurah, serta tokoh masyarakat,"
Masalah intoleransi beragama seperti ini, tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. "Kalau pemerintah diam saja, apa gunanya ada pemerintah?" ujar adik mantan Presiden Abdurrahman Wahid itu.
Gus Solah mengatakan pemerintah harus melindungi kebebasan warganya untuk beribadah tanpa memandang status mayoritas atau minoritas.
Menurut dia, tindakan massa menggembok gereja merupakan sebuah pelanggaran hukum. "Seharusnya yang bisa menyegel hanya aparat pemerintah, itu pun kalau tak ada izin," katanya.
Gus Solah mengatakan masalah perizinan tempat ibadah memang harus diselesaikan. Gus Solah menganggap seluruh tempat ibadah memang harus memiliki izin. Akan tetapi, penyelesaian masalahnya tak boleh dilakukan sendiri oleh warga di sekitar tempat ibadah.

Jumat, 27 September 2013

Pengacara Kenya Gugat Penyaliban Yesus Kristus

DEN HAAG — Seorang pengacara mengajukan gugatan hukum adalah hal biasa. Namun, jika kasus yang digugat terjadi 2.000 tahun lalu, mungkin jadi hal luar biasa.

Dola Indidis, seorang pengacara asal Kenya, mengajukan sebuah gugatan hukum ke Pengadilan Kriminal Internasional (IJC) di Den Haag, Belanda.

Namun, yang digugat Indidis adalah peristiwa penyaliban Yesus Kristus yang terjadi sekitar 2.000 tahun lalu.

Dalam gugatannya, Indidis menuntut Pemerintah Italia dan Israel atas pengadilan dan penyaliban Yesus yang dinilainya tidak adil.

Dalam berkas gugatan yang dimasukkannya ke IJC, Indidis menggugat Gubernur Yudea Ponsius Pilatus, Raja Yudea Herodes, Kaisar Romawi Tiberius, sejumlah tetua Yahudi, Republik Italia dan Israel.

"Saya memasukkan gugatan karena pengadilannya yang tidak adil dan melanggar hak asasi manusia, penyalahgunaan kekuasaan, dan kecurigaan," kata Indidis.

ICJ dikabarkan sudah membentuk sebuah panel awal untuk memeriksa gugatan Indidis, tetapi panel ini menemukan masalah "kecil".

"ICJ tidak memiliki yurisdiksi untuk kasus semacam ini," kata juru bicara ICJ.

"ICJ menangani kasus persengketaan antarnegara. Dan secara teori kami tidak bisa menerima kasus ini," tambah juru bicara itu.

Bukan kali ini saja Indidis mencoba untuk mengajukan kasus ini. Pada 2007 dia memasukkan gugatan yang sama ke Pengadilan Tinggi Kenya.

Harmoni Gereja Dan Masjid

 
gereja-dan-masjid-di-solo-ini-satu-halaman-dan-satu-dinding.jpg
Satu Halaman dan Satu Dinding
Gereja Kristen Jawa (GKJ) Joyodiningratan dan Masjid Al-Hikmah merupakan dua tempat ibadah yang letaknya berdampingan. Meski tidak ada tembok kokoh atau pagar yang tinggi untuk memisahkan kedua bangunan yang terletak di jalan Gatot Subroto no 222, Solo, Jawa Tengah tersebut, namun kedua jamaah yang berbeda agama ini tak pernah berselisih.
Seperti dirilis merdeka.com, sejak GKJ dibangun tahun 1939  dan musala Al Hikmah yang saat ini sudah berubah menjadi masjid dibangun tahun 1947, kedua Jemaahnya senantiasa hidup rukun. "Kita merasa bangga bisa hidup bersama, meski dengan keyakinan berbeda," ujar Sajadi, salah satu jamaah masjid.
Pendeta GKJ Joyodiningratan, Nunung Istiningdya mengatakan, komunikasi yang baik di antara pengurus kedua rumah ibadah menjadikan terciptanya suasana yang konduksif antara jemaat GKJ dan Jemaah Al Hikmah. "Selama puluhan tahun kami tak pernah ada konflik. Sebagai tanda kerukunan, kami mendirikan sebuah tugu lilin di antara bangunan gereja dan masjid," ujar Nunung.
Ketua Takmir Masjid Al Hikmah, Natsir Abu Bakar membenarkan pernyataan Nunung.  Menurut Natsir, sebagai pengurus masjid pihaknya selalu berkomunikasi dengan gereja. "Kami selalu berkomunikasi, apa pun yang dilakukan harus selalu rukun," terang Natsir.
Kerukunan antardua jemaah beda agama ini tidak hanya terlihat pada kegiatan ibadah sehari-hari, saat perayaan hari besar pun mereka saling membantu dan mengamankan kegiatan peringatan hari besar.
Berdasarkan buku tamu gereja maupun buku tamu masjid, beberapa pemuka agama dari berbagai Negara seperti; Singapura, Malaysia, Belanda, Jerman, Inggris, Italia, Spanyol, Filipina, Jepang dan Vietnam datang ke Solo  untuk melihat secara langsung harmonisasi/kerukunan jemaat GKJ dan Jemaah masjid Al Hikmah untuk dijadikan rujukan pemuka agama seluruh dunia.

Kamis, 19 September 2013

DARK NIGHT OF THE SOUL

 
DARK NIGHT OF THE SOUL.jpg
 Harry Puspito
Dalam perjalanan imannya bisa dipastikan seseorang menjalani tahap di mana dia mengalami kebingungan. Hidup yang selama ini bisa diprediksi dan dinikmati bersama Tuhan seperti menjadi asing. Doa-doa yang selama ini terasa didengar Tuhan dan mendapatkan jawaban yang dia pahami sekarang seperti membentur tembok. Allah seperti tidak mendengar doa lagi. Padahal dia menjalani kehidupan yang seperti biasanya. Tidak terasa dia melakukan dosa besar yang membuat Tuhan harus demikian marah dan membiarkan dia. Terlebih dia masih terus rajin melayani. Hidup menjadi kehilangan kepastian. Tuhan yang tadinya seperti sangat dikenali menjadi terasa asing.
 Orang bisa mengalami krisis yang demikian hebat pada tahap kehidupan di mana dia begitu bersemangat dengan Tuhannya. Entah didiagnose sakit berat seperti kanker, kelainan jantung; mengalami kecelakaan yang parah; atau perusahaan tempat dia bekerja mengalami kebangkrutan; atau anak yang tahu-tahu terlibat dalam konsumsi narkoba; pasangan yang meninggalkan atau berselingkuh; anak yang melawan; belum atau tidak mendapatkan anak setelah cukup lama menikah; dan sebagainya terjadi begitu saja. Arah hidup menjadi goyah.
 Jika Anda mengalami hal seperti ini, Anda tidak sendiri. Anda sedang mengalami apa yang oleh seorang bapa gereja – Saint John the Cross - sebutkan sebagai ‘the dark night of the soul’ (sisi gelap jiwa) atau  oleh Peter Scazzero dalam bukunya yang berjudul “Emotionally Healthy Spirituality” (2006) sebagai“the wall” atau tembok. Contoh kejadian seperti itu di dalam Alkitab adalah pengalaman hidup Ayub, ketika tidak ada angin tidak ada hujan tahu-tahu harus mengalami kehilangan semua ternaknya, semua anaknya, dan kesehatannya.
Ini bukan cobaan ringan yang kita alami sehari-hari, seperti terjebak dalam kemacetan lalu lintas, penerbangan yang ditunda, sakit flu, dikitik seseorang dalam suatu rapat, dan sebagainya.   Krisis berat ini menjungkir-balikkan hidup kita, hidup Ayub dan siapapun yang mengalaminya. Kita dibuat bingung. Tapi inilah bagian dari pengalamanan hubungan kita dengan Allah. Alkitab sudah memberikan contoh dalam kehidupan banyak tokoh tapi juga peringatan. 1 Petrus 4:12, misalnya, mengatakan “Saudara-saudara yang kekasih, janganlah kamu heran akan nyala api siksaan yang datang kepadamu sebagai ujian, seolah-olah ada sesuatu yang luar biasa terjadi atas kamu.”
Celakalah kalau kita tidak bisa memahami dan menerima kenyataan ini karena kita akan bertemu dengan tembok kehidupan kita ini sepanjang hidup kita. Karena itu penting kita memahami kata Alkitab tentang hidup kita secara utuh, tidak sepotong-potong di mana di dalamnya ada banyak bagian tentang masalah penderitaan dan tembok kehidupan ini.
St. John menulis mengenai The Dark Night of the Soul dalam kaitannya dengan “perkembangan kerohanian” – pertumbuhan kerohanian roh manusia sepanjang waktu dan cara-cara yang tidak terbatas di mana RK bekerja dalam diri orang tersebut pada waktu-waktu yang berbeda. Tampaknya menjadi metode Allah untuk menggunakan penderitaan dalam rangka membentuk anak-anak-Nya menjadi pribadi-pribadi sesuai dengan rencana Agung-Nya. Dalam proses ini paling tidak ada “7 dosa maut” yang Tuhan mau bersihkan dari para hamba-Nya, yaitu kesombongan, serakah, kenyamanan, amarah, rakus, iri hati dan kemalasan rohani.  Bagi Saint John dosa-dosa ini sangat bernuansa rohani. Misalnya, yang dimaksud kesombongan dalam kelompok dosa ini adalah kesombontan rohani, yaitu merasa puas dan bangga dengan pelayanannya, dengan kerohanian sendiri yang tersembunyi. Percaya bahwa pelayanannya menjadikan kerohaniannya berbeda. Mungkin kita menyebut mencuri kemuliaan Allah, merasa menjadi Allah sendiri daripada hamba Allah. Dia ingin para hamba-Nya tetap rendah hati, walaupun secara rohani sudah menjadi dewasa – kerendahan hati menjadi tanda kedewasaan, dan Dia memakai dia dengan luar biasa – mempengaruhi hidup orang lain.
 Untuk membangun kerohanian umat-Nya, Roh Kudus secara rahasia mengerjakan suatu pekerjaan dalam roh manusia – suatu pekerjaan yang mendalam tapi terasa demikian asing bagi pengalaman orang Kristen sehingga sering diartikan sebagai ketidak-hadiran Allah. Sebenarnya di sana terjadi misteri di mana kemauan kita bertemu dengan kemauan Allah, muka dengan muka. Allah menangani kita secara pribadi. Dia mengirimkan “the dark night of loving fire” untuk membebaskan kita dari ikatan-ikatan yang membelenggu kita dan pengerasan-pengerasan dosa atau duniawi yang terbentuk dalam diri kita. Allah sedang mentransformasi dan mengembalikan arah hidup kita sesuai dengan kehendak-Nya. Dia menanamkan kasih ke dalam jiwa kita dan mengubah kita menjadi seperti Kristus yang seutuhnya.
 Menghadapi tembok iman kita itu, kita perlu mengenali dan menghadapi realitas dan fakta-fakta tembok ini. Kita perlu terus memelihara iman dan membuat keputusan-keputusan yang bijaksana dan berani. Mungkin kita perlu pindah tempat bekerja; mungkin kita perlu memutuskan untuk memberikan perhatian kepada keluarga; atau kembali memberi waktu saat teduh yang cukup dan berkualitas. Kita perlu menerima rencana Allah bagi hidup kita. Kita harus berani menerima ketidak-nyamanan yang terjadi karena Allah yang tidak bisa kita kurung dalam “kotak iman” kita dan mengijinkan Dia melakukan kehendak-Nya. Kita perlu berserah, mencari pengampunan kalau ada dosa yang disadari, mencari pemulihan hubungan, mencairan kekerasan-kekerasan di dalam diri kita. Kita perlu sering menyendiri dan merefleksikan hidup kita di tengah kesibukan hidup itu sendiri. Penting untuk menjaga relasi yang intim dengan Sang Pencipta, agar kita lebih mudah memahami Dia dan apa yang sedang Dia lakukan di dalam hidup kita. 
Tuhan memberkati!

Nikmati Penyakitmu!




Nikmati  Penyakitmu!.jpg
TIDAK ada orang yang mau sakit. Apalagi orang modern yang hanya ingin bisa hidup serba mudah dan sistematis, akhirnya benci terhadap  penyakit. Kemajuan teknologi membuat orang mengubah konsep hidupnya. Orang-orang jaman dulu sangat  familiar dengan kepahitan dalam kehidupan, sehingga dalam menyikapi penyakit pasti jauh berbeda dibanding orang-orang masa kini. Jadi, kalau orang-orang jaman sekarang disuruh “menikmati” penyakit, sudah pasti tidak akan ada yang mau. Orang-orang modern tidak akan tersenyum jika sedang sakit. Tidak heran jika banyak orang Kristen yang mengatakan bahwa penyakit itu dari setan, maka harus didoakan dengan menumpangkan tangan atau ditengking. Mereka tidak rela menerima penyakit itu dengan lapang dada. Penyakit itu akan selalu datang menghampiri semua orang, sekalipun sudah berusaha dengan segala cara dan upaya untuk menghindari penyakit, lewat cara hidup cara makan, dsb. Maka tiada jalan lain bagi kita untuk “menikmati” saja penyakit itu.

Dalam 2 Korintus 12: 7–10, diceritakan tentang Rasul Paulus yang bergumul sehubungan dengan adanya duri dalam dagingnya. Dikatakan bahwa penyakit dalam tubuh Paulus, yaitu duri dalam dagingnya, memang sengaja diijinkan oleh Tuhan. Paulus diijinkan Tuhan untuk menderita penyakit tersebut yang terus ada sampai akhir hayatnya. Penyakit ini menjadi satu kesaksian yang indah, yang diijinkan Tuhan  supaya Paulus tidak memegahkan diri atau terjerumus pada keadaan yang bisa saja membuat dia menjadi sombong. Bahwa penyakit itu diperlukan oleh Paulus, hal ini harus dipahami. Mungkin kita berpikir bahwa penyakit tersebut harus dibuang, tetapi Paulus justru merasa perlu menyimpan penyakitnya. Sebab dia sadar kalau penyakit yang diijinkan itu pun untuk menyatakan kemuliaan Allah.
Dalam ayat 9, Paulus meminta kesembuhan tapi Tuhan mengatakan, “Cukup kasih karunia-Ku bagimu, karena dalam kelemahanmu, kuasa Tuhan menjadi nyata.” Itu lebih baik bagi Paulus, karena dalam kelemahan, hadirnya kekuatan Allah adalah lebih baik daripada kekuatan dosa yang hadir. Dalam ayat 10, Paulus mengatakan bahwa ia senang dan rela dalam kelemahan.

Waktu kita menyadari bahwa penyakit itu merupakan kehendak Allah, maka kita menemukan satu momentum yang membuat kita merasakan itu sebagai sebuah kenikmatan dan kesenangan. Dengan demikian kita rela menanggung semua rasa sakit itu. Jika penyakit membuat orang lain sedih, maka kita tetap tersenyum di kala menderita sakit. Penyakit itu diperlukan, dan diijinkan Tuhan dalam sepanjang hidup kita. Jika kita sakit, bukan berarti Tuhan tidak mendengar doa kita, tetapi juga bukan berarti setiap penyakit itu kehendak Allah. Yang kita bicarakan saat ini adalah penyakit yang berkaitan dengan kehendak Allah sehingga Allah mengijinkan penyakit itu terjadi. Karena itu perlu kita menyadari hikmat dari Tuhan, bukan buru-buru mencari kesembuhan yang  akhirnya membuat kita tidak bisa menikmati penyakit yang Tuhan berikan itu. Tapi kalau penyakit timbul karena salah sendiri, maka belajarlah baik-baik dan berani menanggung risiko.

Kita juga harus ingat bahwa penyakit bukan aib. Penyakit bukan aib, jika sesuai kehendak Allah. Tetapi kalau tidak sesuai dengan kehendak Allah, itu salah sendiri, obati sendiri lalu minta ampun pada Tuhan. Misalnya hujan sedang turun, tetapi kita tetap keluar rumah tidak memakai payung. Lain halnya jika mau pergi ke pelayanan, tidak memakai payung karena memang tidak punya, maka itu merupakan bagian dari kesulitan penderitaan kita. Dapat dikatakan bahwa kondisi seperti ini merupakan salib yang harus dipikul karena ada kepentingan yang lebih serius untuk dikerjakan sementara fasilitas seperti payung tidak punya.

Proses pembentukan
Penyakit bukan kematian yang ditakuti. Dalam Filipi 1: 21 dikatakan: Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan, lalu kenapa kita harus takut jika sedang sakit? Penyakit bukan kematian yang harus ditakuti, bahkan kematian pun tidak perlu ditakuti.  Ini harus dipahami. Menikmati penyakit itu bukan masalah, tetapi sikap kita terhadap penyakitlah yang menjadi masalah. Kenapa? Karena kita ingin kehendak kita yang jadi supaya sembuh bukannya kita memahami kehendak Allah bahwa penyakit itu harus kita alami. Dan karena kita ingin kehendak kita yang jadi, akhirnya kita  marah dan meragukan Tuhan.

Kita harus sadar bahwa penyakit merupakan proses pembentukan. Jika dipahami, penyakit merupakan proses pembentukan, memberikan pertumbuhan iman. Teta-pi sebaliknya jika kita me-lihat penyakit itu sebuah permasalahan, maka iman tidak bertumbuh. Bahkan penyakit adalah sebuah kehormatan,  kalau kita sanggup menanggungnya di dalam Tuhan. Seperti kata Paulus, “Aku senang dan rela dalam kelemahan, di dalam siksaan, dalam kesukaran dan dalam penganiayaan oleh karena Kristus.”

Karena itu mari kita mengubah konsep yang salah agar kita tidak menyamarkan berkat-berkat yang diberikan Tuhan sebagai sesuatu yang harus menjadi milik orang percaya. Berkisahlah tentang sukses:  sukses berbuah dengan Tuhan, sukses menanggung kesulitan yang ada, sukses hidup jujur, sukses berjalan pada jalan yang benar, sukses tidak berkompromi dengan dunia. Harta itu relatif, bisa ada hari ini, besok tidak ada. Semua orang dunia juga mencari harta benda, mencari kesembuhan. Tetapi yang dimiliki Allah lebih daripada itu yaitu kebenaran dan ketenangan dalam hidup dan dalam jiwanya yang bebas yang tidak dapat ditekan oleh apa pun. Itulah yang penting. Inilah konsep kristiani.

Belajarlah, mungkin Tuhan mau memberikan suatu kesempatan kepada kita yang dapat dipahami sebagai suatu kesempatan untuk menampilkan paradigma baru tentang penyakit di dunia. Dunia ini sakit dalam segala-galanya. Karena itu mari kita beri paradigma baru pada dunia ini dengan berkata: Jangan menangis pada waktu sakit. Karena apa? Karena waktu sakit pun kita bisa senang, bahkan menikmatinya.

Jika kita sedang sakit, berdoalah agar Tuhan menolong. Dengan pertolongan Tuhan itu kita mengejutkan dunia. Dunia terkejut, karena dalam keadaan sakit pun kita tetap bersukacita dan tersenyum. Jangan mengharapkan kesembuhan hanya untuk bersaksi bahwa kita sembuh karena Tuhan. Dalam keadaan sakit pun kita bisa bersaksi dan menjadi alat yang luar biasa. Nikmatilah penyakit dalam paradigma baru dan tersenyumlah dalam kelemahanmu itu, karena itulah yang membangkitkan dan menumbuhkan imanmu.

Selasa, 17 September 2013


Komunitas Zombie Yang Terus Berevolusi


Komunitas Zombie.jpeg
Ada banyak komunitas di Jakarta, namun komunitas ini membuat ketakutan bagi orang yang melihat di jalan. Karena kini di Indonesia  telah banyak lahir zombie-zombie menyeramkan yang berkeliaran di sekitar  Anda. Namun Anda tidak perlu takut, karena mereka bukanlah zombie layaknya di film ber-genre horor,  melainkan sekumpulan orang yang tergabung dalam sebuah komunitas pecinta zombie yang menamakan dirinya Indonesia Zombie Club (IZoC).
IZoC merupakan sebuah komunitas independent yang ditujukan bagi orang-orang yang memiliki ketertarikan pada karakter dan figur Zombie. IZoC merupakan suatu wadah komunitas zombie terbesar di Indonesia dengan lebih dari 5500 anggota yang  tersebar dari Aceh hingga Papua, dan berafiliasi dengan beberapa komunitas zombie lainnya, seperti: The Walking Dead Indonesia, The Walking Dead Fanatics (Indonesia), Resident Evil Fanatics Indonesia (REFANI) dan Komunitas Penggemar Film Zombie (Kompi Zombie).
Terbentuknya IZoC berawal dari forum diskusi online tahun 2008 yang saat itu hanya sekedar sharing tentang tips and trik, download film, games, tukar menukar ide tentang make up horor tapi tidak pernah diaplikasikan dalam kehidupan nyata. Kemudian mulai merambah ke sosial media pada 2009.
“Mulai pertengahan 2011 kami mulai aktif ikut kegiatan offline lewat berbagai event yang ada, dari situlah orang kemudian mulai banyak tahu mengenai IZoC,” ujar Eric Kairupan, juru bicara IZoC.
Ia menambahkan, tak terasa kini komunitas IZoc sudah berusia tiga (3) tahun sekarang dengan jumlah anggota  mencapai 2300 orang.  Dan berbagai event pun telah diikuti komunitas ini untuk menyemarakan kota Jakarta. “Ngga  kerasa ya  IZoC sudah berumur 3 tahun dan sekarang anggotanya sudah mencapai 2300 orang lebih, ukuran yang sangat besar bagi komunitas independen,” katanya senang.
Di IZoC para anggota  bisa mengeksplorasi kesukaan mereka akan zombie di berbagai bidang, baik sebagai makeup artist zombie, kostumasa (cosplayer), penulis novel, pembuat film, mendesain props dan kostum, theater, serta banyak lagi kegiatan positif lainnya.

Dewan zombie
IZoC mempunyai pengurus yang tergabung dalam Coucil of The Dead (dewan Zombie)  atau CoD, dan merekalah yang bertanggung jawab atas kelangsungan segala kegiatan yang diselenggarakan oleh IZoC.  “Apabila tidak ada event,  biasanya kita hanya membahas tentang project, ke depannya bagaimana, tema apa yang akan kita pakai, dan event apa yang kita kerjakan. Tapi kalau ada event, kami akan memaksimalkan workshop untuk desain kostum dan lain-lain,” imbuh Eric.
Menurut Eric, zombie itu unik, tidak stagnan dan selalu berevolusi. “Zombie itu sesuatu yang masih baru. Beda  dengan komunitas horor semacam rumah hantu di mana hantunya adalah hantu-hantu lokal seperti pocong, kuntilanak yang memang sudah dikenal masyarakat kita,” urai Eric.
Kehadiran monster-monster berwajah seram ini tentu saja bukan hanya sekadar ingin menakut-nakuti. Lebih dari itu,  mereka menampilkan tampilan make up yang unik dan menonjolkan karakter dari zombie lewat kostum yang dikenakan, sehingga akan membuat takjub setiap orang yang melihat. “Mereka yang bergabung di Izoc adalah yang suka dengan zombie, jadi ketika mereka menjadi zombie, natural instingnya keluar. Bila hanya make up tapi karakternya tidak keluar, tetap tidak menarik,” tambahnya.
Untuk diketahui, Jakarta Toys dan Comics Fair’s Cosplay Competition (JTCF-CC) kembali lagi di tahun 2013 ini dengan lokasi acara yang masih sama di Kartika Expo Center, Balai Kartini, Jakarta.
 


Senin, 16 September 2013

Pdt. DR. Jimmy Oentoro: Gerejaku Kotaku, Kotaku Gerejaku


Jimmy Oentoro.jpg
Gereja bukan saya hanya melulu  upacara seremoni, membicarakan tradisi kebaktian. Gereja sebagai Tubuh Kristus harus tetap adaptif terhadap keadaan. Sebab, gereja utamanya di kota, akan lebih multidimensi tantangan yang dihadapi. Maka perlu terus membangkitkan cinta pada gereja-Nya. “Kita mengimpikan gereja yang makin hari makin am. Dan untuk menemukan Gereja seperti itu, serta temukan empat rahasia utama menjadi Gereja Impian,” tulis Pdt. DR. Jimmy Oentoro penulis buku “Gereja Impian.” Selain seorang penulis dia juga adalah pendeta senior di Gereja Injil Seutuh International, disingkat IFGF GISI. Dan, pria kelahiran Semarang, ini, adalah pendiri dan pengurus World Harvest. Sebuah organisasi misi non-profit yang melakukan misi pelayanan, pendidikan, dan media.
Beberapa waktu lalu Reformata mewawancarainya beberapa waktu lalu. Demikian petikannya:

Gereja macam apakah sebenarnya yang diimpikan sebagaimana di dalam buku Anda, Gereja Impian?
Bayangkan bila komunitas di sekitar Anda bersyukur atas kehadiran gereja Anda. Para jemaat dari berbagai kalangan bisa hidup serasi dan saling berbagi. Para pengusaha datang ke gereja Anda untuk meminta nasihat untuk usahanya. Para pemimpin negara ini bekerja sama membangun bangsa bersama gereja-Nya. Dan terakhir, bila Gereja Anda memberi nilai tambah bagi komunitas, kota, dan bangsanya.
Apa yang ditunjukkan dalam mengelola gereja, kepemimpinan yang melayani?
Kepemimpinan Kristen mengajarkan, memimpin dengan melayani. Memimpin dengan melayani tidak membuat seseorang menjadi lemah, goyah. Tidak terjebak dalam keinginan untuk dicintai semua orang. Namun, memimpin dengan melayani berarti kita melayani dengan kepercayaan daripada dengan intimidasi. Anda lebih suka mempengaruhi daripada memerintah. Artinya ketika Anda memimpin orang dan berfokus pada kebaikan yang lebih besar bagi orang lain, seluruh tim dan bisnis, daripada mencari kebaikan bagi diri sendiri.

Apa yang harus dimiliki?
Kerendahan hati, itu sebuah karakteristik kunci dari seorang pemimpin yang melayani. Setiap orang mempunyai ego. Kita dilahirkan dengan ego. Ego adalah bagian dari kemanusiaan kita. Orang perlu belajar bagaimana mengatur ego mereka. Kerendahan hati biasanya bukanlah tindakan yang diunggulkan dalam  kebanyakan buku bisnis, tetapi ini adalah elemen penting dalam kepemimpinan yang melayani yang diteladankan oleh Yesus. Kerendahan hati adalah kunci rahasia yang membuka semua elemen lain dalam model kepemimpinan yang melayani.

Apa artinya?
Maksudnya adalah: Anda melayani orang lain terlebih dahulu, bukan diri Anda sendiri. Anda melayani baik pelanggan di dalam maupun di luar. Anda mendahulukan kepentingan oranglain daripada diri sendiri.

Berbicara soal pelayanan, dalam kepemimpinan disebut melayani dengan bermakna, apa artinya?
Berbicara kasih bicara soal kepekaan melihat kebutuhan sesama. Kepekaan mengenali apa yang tidak ada dan apa yang ada pada kita. Di sekitar kita pun banyak orang yang membutuhkan dan terabaikan. Mari kita coba mencari apa yang dapat kita lakukan untuk menyatakan kasih Kristus pada mereka. Bahkan, perbuatan kecil dan sederhana, jika berasal dari kasih yang besar dan kecintaan pada Tuhan, pasti akan mengantar banyak orang untuk memuliakan Tuhan.

Tantangannya soal godaan dalam kehidupan di kota apa saja?
Di bidang apa godaan itu? Pakaian, sepatu, barang-barang koleksi? Film, makanan, peralatan elektronik, kerajinan, tanaman? Jika kita pernah singgah ke toko untuk membeli susu dan keluar dengan barang yang berbeda, seperti televisi, maka kita tahu rasanya pencobaan. Kelemahan yang kita rasakan saat mengalami godaan dan pencobaan, memampukan kita untuk belajar bagaimana menghadapi pencobaan dan menang. Cari tahu kelemahan kita. Berhenti mencobai diri sendiri dengan bahaya. Jika Anda ingin menang atas godaan, Anda harus berhenti menyenangkan diri Anda yang dapat menyebabkan Anda tersandung. Jika Anda mudah tergoda dengan pakaian, jangan habiskan waktu Anda berjam-jam di pusat perbelanjaan. Atau jangan pergi kesana kecuali Anda memiliki tujuan dan rencana khusus yang harus dipenuhi. Jika katalog pemesanan barang adalah kelemahan Anda, singkirkan mereka jauh-jauh dari hadapan Anda dan buang ke tempat sampah.

Lalu, bagaimana mensikronisasi keberimanan dengan profesi di kota, semangat keentrepreneuran misalnya?
Dalam hidup ini, kita pasti pernah mendapatkan tekanan, masalah, dan penganiayaan dari orang-orang yang tidak suka dengan iman kita. Akan tetapi Tuhan ingin agar kita tetap memegang teguh iman kepada Tuhan. Dan kemiskinanmu. Miskin merupakan kata yang relatif, bisa berarti pas-pasan atau hidup melarat. Dalam urusan perdagangan, jemaat di Smirna dipersulit dalam berusaha. Dagangan mereka diboikot dan mereka tidak diberi kesempatan memperoleh kehidupan yang mapan. Namun engkau kaya. Jemaat Smirna memang miskin dalam harta, tetapi mereka dinilai kaya oleh Tuhan karena mereka dapat bertahan dari tekanan yang mereka dapatkan. Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga.

Kemiskinan seperti apa yang dimaksud?
Banyak orang Kristen yang begitu takut terhadap kemiskinan, penganiayaan dan cemoohan. Tidak sedikit pula orang Kristen yang pergi meninggalkan Tuhan untuk lepas dari ketiga hal tersebut. Yang ingin saya katakana adalah: mati miliki iman seperti jemaat Smirna yang tahan terhadap cobaan yang menerpa mereka.

Bagaimana spiritulitas demikian,  untuk tetap terjaga?
Doa harus terus dikenakan agar orang beriman dapat bertahan dalam godaan. Jadi, berdoalah pada setiap kesempatan yang muncul. Berdoa setiap waktu bukan berarti 24 jam kita harus melipat tangan dan menutup mata, melainkan terus hidup dalam kontak batin dengan Tuhan. Menyadari kehadiran-Nya. Doa harus dijadikan setir kemudi. Sesuatu yang utama, penting, dan mengendalikan sepak terjang kita. Dengan hidup dalam suasana doa, Tuhan bisa memimpin kita berkata dan bertindak sesuai kehendak-Nya. Kita bisa terus sehati sepikir dengan-Nya. Cobalah periksa kehidupan doa kita akhir-akhir ini. Bagi kita, apakah doa menjadi sekadar ban serep, atau menjadi setir kemudi yang mengendalikan arah hidup kita. Tergantung kita. Jadi berdoa itulah peneguhan kita, spritualitas.

Jadi bagaimana menjadi gereja yang berpengaruh?
Kalau melihat sekarang, komunitas di sekitar kita. Kita bersyukur atas kehadiran gereja kita. Para jemaat dari berbagai kalangan bisa hidup serasi dan saling berbagi. Para pengusaha datang ke gereja untuk meminta nasihat untuk usahanya. Para pemimpin negara ini bekerjasama membangun bangsa bersama gereja-Nya. Gereja memang harus memberi nilai tambah bagi komunitas, kota, dan bangsanya. Karena itu, saya menulis buku Gereja Impian untuk memberikan perspektif Ilahi bagi gereja. Ini sebuah pandangan praktis dan teologis untuk mengubah paradigma kita tentang gereja. Buku tersebut diperuntukkan untuk para hamba Tuhan, kaum profesional, para pengusaha, serta setiap orang kristiani untuk bersama-sama mewujudkan Gerejaku adalah kotaku, kotaku adalah gerejaku.

Rabu, 11 September 2013

Aktivitas Iman Atau Iman Aktivitas

Posted : 05 September 2013
imanfaith.jpg
 Pdt. Bigman Sirait
“Perumpamaan tentang seorang penabur” demikian Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) memberi judul pada Injil Matius 13 ayat pertama hingga ke 23.  Di situ dikisahkan bagaimana Tuhan Yesus sedang berkhotbah di hadapan murid-murid-Nya dengan mengambil ilustrasi benih yang ditabur.  Benih itu diceritakan jatuh di pinggir jalan,  di tempat berbatu, dan jatuh di tanah baik.  Ketiganya memiliki konsekuensi dan akibat tersendiri.  Benih yang jatuh di pinggir jalan misalnya, akan habis dimakan burung, sehingga tidak ada kesempatan untuk bertumbuh.  Selanjutnya, benih yang jatuh di tempat berbatu dan tanahnya tipis, sudah dapat dipastikan akan segera mati, meskipun sempat bertumbuh, namun karena tidak berakar, maka akan segera layu dan mati. Dan yang paling bagus adalah benih yang jatuh di tanah yang baik.  Tidak saja dia dapat bertumbuh subur, tapi juga segera berbuah puluhan, bahkan ratusan kali lipat. 

Perumpamaan tentang seorang penabur itu diceritakan Yesus untuk menunjukkan fakta karakterisitik orang yang datang hendak mendengar firman tentang kerajaan sorga. Dalam konteks sekarang ini, perumpamaan tersebut dapat dibawa untuk menunjuk fenomena orang-orang  yang sering mendengar firman Tuhan, dalam arti kuantitas. Mengemuka dalam bentuk aktivitas rajin ke gereja, aktif di persekutuan dan segala hal yang berhubungan dengan pelayanan.  Tentu saja di mata orang lain, aktivitas kerohaniannya, aktivitas spiritualnya terlihat amat  bagus.  Apalagi dengan imbuhan nilai subyektif orang, bahwa mereka yang sering terlibat dalam persekutuan ibadah itulah yang baik, justru semakin menguatkan anggapan ini.  Padahal tidak tentu demikian. Siapa yang dapat menjamin jika di antara orang yang duduk mendengarkan firman Tuhan mengerti betul kebenaran sejati firman. Boleh jadi mereka mendengar tetapi sebenarnya belum mengerti, kalau enggan menyebut tidak mengerti sama sekali. Apa yang dibicarakan tentang kerajaan sorga, atau apa sebenarnya yang dituntut Allah dalam hidup, sejatinya tidak dimengerti dengan baik.

Aktivitas melayani, beribadah, dan mendengar firman sebenarnya tidak lebih dari pemenuhan kebutuhan diri agar disebut sebagai orang beragama.  Untuk dapat disebut Kristen, maka dia perlu ke gereja. Berbeda sama sekali dari makna Kristen yang sejati.  Alkitab pun mengatakan orang-orang seperti ini belum layak dikatakan sebagai seorang Kristen. Kristen memiliki pengertian yang teramat indah.  Kristen adalah Kristus kecil, atau pengikut Kristus. Kristen sejati tidak dipahami sekadar sebagai identitas diri.  Lantaran agamanya Kristiani atau nasrani, maka seseorang disebut Kristen.  Hal demikian tentu sah-sah saja, dimaknai sebagai identitas atau pengenal. Begitu juga kalau seseorang disebut Kristen hanya karena dia ke gereja, toh gereja adalah juga tempat ibadahnya orang Kristen. Yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah, apakah benar dia adalah Kristen di hadapan Tuhan?  Ini yang jadi masalah dan pergumulan selanjutnya.

Kembali kepada orang yang yang mengaku kristiani. Yang memiliki aktivitas mendengar firman tentang kerajaan sorga, tetapi tidak pernah mengerti, an-sich tak lebih daripada penggembira. Ke gereja di benaknya hanya untuk pemuasan diri dan bukan memuaskan Tuhan. Firman Tuhan apapun yang diberitakan tidak dipedulikan, bisa dipertanggungjawabkan atau tidak pun tak dipusingkannya.  Baginya yang penting ceramah yang disampaikan enak didengar, membuat hati pun senang. Karena itu jangan tanya soal standarisasi pewartaan firman Tuhan haruslah sesuai dengan Alkitab. Sebab orang seperti ini tak peduli dengan itu.  Baginya beribadah hanya karena dia seorang Kristen.Duduk mendengarkan firman karena ingin disebut orang yang beragama, orang yang percaya Tuhan. Dia tidak mau disebut kafir. Karenanya perlu sebuah status keagamaan. Kalau diperhatikan dari sudut kuantitasnya, ditinjau dari mobilitas dan aktifitas rohaninya, mungkin dua jempol perlu diacungkan.  Mengingat sudah teramat tinggi tingkatannya, dari persekutuan satu ke persekutuan lain, dari gereja satu ke gereja lain, orang mungkin akan sangat kagum melihatnya. 

Namun sayang, sepak terjangnya ternyata tidak luput dari sorotan orang.  Bahkan akan membuat orang bertanya-tanya, “rajin beribadah, rajin ikut persekutuan, kokhidupnya tidak karu-karuan, tidak mencerminkan kebenaran firman Tuhan.” Di gereja bisa saja dia terlihat  sangat rohani, namun di tempat kerja langsung berubah, khilaf, “lupa” kalau dia seorang Kristen.  Lalu kenapa hal ini bisa terjadi? Sederhana saja, apa yang dia kerjakan tidak lebih dari hanya aktivitas.  Inilah “iman aktivitas”.  Sebuah model beriman yang hanya terikat pada ritual atau tradisi kristen, dan tidak sedikitpun menyentuh esensi keberagamaan, esensi kekristenan. Menjalankan kewajiban keagamaan pada waktu ibadah, tetapi ketika bertemu dunia yang sesungguhnya, langsung berubah dan kembali ke bentuk asli. Tidak sedikit orang menggunakan topeng yang hampir sama seperti ini di dalam gereja, tak terkecuali para pendeta yang tidak saja tertipu, tapi juga terjebak dalam model iman seperti ini. Bahkan untuk sekadar mendapat pengakuan keagamaan, pengakuan beriman orang-orang model “iman aktivitas” ini tak segan-segan membayar berapa pun untuk status itu.

Ekspresi dari “iman aktivitas” sering lebih menjadi batu sandungan daripada menolong.  Sering menjatuhkan kekristenan daripada mengangkatnya. Karena itu diperlukan otokritik.  Mengoreksi ke dalam, apakah kita juga terjebak pada konsep dan cara yang sama.  Terperangkap dalam aktivitas menjadi orang Kristen yang pergi ke gereja demi identitas kekristenan, atau demi kewajiban keagamaan. Beribadah jangan hanya sekadar menjalankan panggilan keagamaan. Melampui itu, dalam beribadah kita bertemu secara pribadi dengan DIA, berdialog dengan DIA yang mengetahui hati dan pikiran. Berdoa, minta tolong agar Tuhan membersihkan hati dan pikiran serta maksud dan motivasi yang tidak seharusnya.

Rabu, 28 Agustus 2013

Jangan Salahkan (Ilmu) Pengetahuan

Jangan Salahkan (Ilmu) Pengetahuan.jpg
 Pdt. Bigman Sirait

“Takut dan hormat akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan,
tetapi orang-orang bodoh benci akan kebijaksanaan dan didikan.” (Amsal 1:7)
ILMU dan iman merupakan entitas yang terkesan berlawanan.  Meskipun sejatinya tidaklah demikian.  Tapi karena klaim banyak pembicara dan tidak sedikit para pengkhotbah, dugaan miring itu bergulir menjadi semacam “kebenaran”, meski sebenarnya tidaklah tepat.  Ada hal menarik yang dapat ditarik dari Amsal 1:1-7 ini. Berbanding terbalik dengan banyak para pengkhotbah tadi, penulis Amsal justru menunjukkan sesuatu yang berlainan sama sekali.  Pengetahuan dilihatnya bukan sebagai sesuatu yang haram, dan karenanya patut disingkirkan, atau setidaknya diletakkan jauh-jauh dari iman. Menarik, penulis Amsal justru menstimulus, merangsang orang justru untuk memiliki pengetahuan.  Pengetahuan bagi pengamsal bukan barang haram, sebaliknya, justru sebuah keharusan. Tak sedikitpun penulis Amsal coba mengonfrontasikan pengetahuan dengan iman.  Sebuah tindakan yang justru berbeda sama sekali dengan banyak komentator kitab suci (baca pengkhotbah) yang kerap mengonfrontasikan iman dengan pengetahuan.  Seolah-olah iman tidak memerlukan pengetahuan, begitu pula sebaliknya.
Benar, pengetahuan memang tidak boleh mengantikan iman, tapi bukan berarti mengonfrontasikan keduanya adalah tindakan yang benar.  Sebab kesejatian sebuah pengetahuan tidak ada, dan tidak akan salah, jika dibangun di atas dasar yang benar, yakni iman yang benar kepada Allah. Tidak dapat dipungkiri jika ada satu atau dua orang Ateis yang membuat teori pengetahuan bahwa Allah tidak ada.  Namun dengan demikian tidak berarti orang boleh menjadikannya sebagai pembenaran untuk menyalahkan secara keseluruhan atau menggeneralisir bahwa pengetahuan itu tidak benar atau haram.  Karena Alkitab tidak menyebutkan bahwa pengetahuan itu salah/haram.  Alkitab justru mengatakan kepada kita, bahwa pengetahuan itu penting, asalkan diawali, dan didasari pada: “Takut dan hormat akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang-orang bodoh benci akan kebijaksanaan dan didikan”. 
Dengan demikan orang seyogyanya tidak serampangan dalam menyikapi pengetahuan. Perlu kebijaksanaan, perlu utuh, perlu tepat menyikapi sesuai dengan yang seharusnya. Sehingga orang tidak terjebak dalam pemikiran yang salah kaprah dalam menyikapi apa itu pengetahuan.
              
Berasal dari Allah
Pengetahuan sesungguhnya berasal dari Allah.  Itulah fakta pertama yang tak terbantahkan.  Tidak ada hal apapun di seluruh jagad raya ini yang tidak berasal dari Dia.  Segalanya itu tersebab oleh Dia.  Allah yang menciptakan alam semesta, dan Allah juga yang menciptakan manusia segambar dan serupa dengan Dia.  Yang olehnya manusia memiliki “konsekuensi”, memiliki kemiripan dari kesegambarannya dengan Allah itu.   Satunya diantaranya adalah kemampuan untuk berpikir, kemampuan untuk berpengetahuan.  Jikalau manusia tidak dapat berpikir, mana mungkin Allah memberikan ketetapan-ketetapan kepadanya, karena toh percuma, sia-sia saja, manusia tentu tidak akan mengerti apa itu maksud dari ketetapan itu.  Justru karena manusia dianggap mampu dan mengerti, maka diberikanlah ketetapan-ketetapan, sehingga dapat dicerna sebagai sebuah pengetahuan.
Jikalau manusia tidak berpengetahuan, maka dikasih tahu pun tidak akan tahu. Sebaliknya, karena manusia berpengetahuan, diberi tahu, maka dia akan mampu dan dapat mencerna dengan otaknya. Pengetahuan berasal dari Tuhan. Tuhan yang memberikan pengetahuan.
Pengetahuan juga merupakan bukti keunggulan manusia dari hewan. Friedrich Schleiermacher, seorang filsuf dari Jerman pernah mengatakan: ”Manusia adalah binatang berrasio!”  Kalimat ini tentu perlu diperhatikan, dicermati, dan dengan hati-hati disimak. Sebab, sebenarnya hal ini bukanlah satu-satunya keunggulan, tapi hanya salah satunya.  Keunggulan yang paling tinggi sesungguhnya, adalah diciptakan serupa dan segambar dengan Allah.
Sebagai manusia yang berpengetahuan, manusia berbeda dengan binatang.  Ini menjadi satu keunggulan pada diri manusia.  Kalau kemudian pengetahuan dipakai melawan Tuhan, an-sich bukan kesalahan pengetahuannya, tapi manusianya.  Seperti juga fungsi pisau, dapat dipakai untuk memotong daging, tapi pada sisi lain juga dapat diselewengkan, digunakan untuk membunuh.  Jika ada orang yang terbunuh oleh alat pisau, maka bukan pisau itu yang jahat, tapi orangnya.
Bagaimana nilai manusia menjadi tinggi, menjadi luar biasa, itu yang penting dipikirkan.  Dan pengetahuan pula yang sesunggunya memanusiakan manusia. Pengetahuan membuat manusia dapat membuat aturan hukum, karena itu ada undang-undang, ada peraturan yang bisa dibuat.  Ini menjadikan manusia hidup dalam satu tata-tertib yang dibangun dalam kehidupan bersama. Manusia bukanlah manusia jika hidup tanpa ada aturan, yang merupkan produk pengetahuan.  Karena itu pengetahuan harus dihargai dan ditempatkan pada tempat yang setepat-tepatnya.  Melihat hanya dari fenomena pengetahuan, pastilah akan bermuara pada kebahayaan.  Dan Alkitab tidak membicarakan hal itu.  Alkitab justru membicarakan pengetahuan sejati, pengetahuan yang terikat kepada sumber segala pengetahuan, yaitu sang pencipta, Allh itu sendiri.

Kegunaan Pengetahuan
Pengetahuan membuat orang mengerti kebesaran Allah.  Semakin tinggi orang belajar, entah itu tentang tata surya, tentang alam dan jagad raya, seharusnya orang semakin tahu, betapa besar Allahnya.  Bentangan yang hebat dari alam semesta, guliran jagad raya ini menjadi pemikiran-pemikiran penting luar biasa, menunjukkan teramat akbar Dia.  Adalah bijak jika orang kemudian belajar sebanyak-banyaknya tentang apa itu pengetahuan, tetapi ada dalam kerangka mengerti kebesaran Tuhan.   Itulah pengetahuan yang tunduk pada kebenaran sejati.  Maka tahulah kita betapa besarnya Allah.
Dengan pengetahuan, manusia juga dapat mengerti kehendak Allah, apa yang Allah mau untuk kita lakukan dalam hidup ini.  Ada banyak jenis ilmu pengetahuan: ilmu sosial yang mencoba mengerti bagaimana orang bermasyarakat, bagaimana berhubungan satu dengan yang lain; ilmu psikologi orang belajar pikiran-pikiran orang, namun mengerti hal itu bukan untuk meniadakan atau menguasai orang lain, sebaliknya mengerti bagaimana hidup bersama.  Bagaimana membangun hubungan-hubungan.  Bukankah hal ini merupakan bentuk kegunaan pengetahuan yang mengemuka dan dapat dinikmati?
Dengan pengetahuan orang dapat mengerti kebesaran Allah, mengerti kehendak Allah, dan mampu mengelola alam semesta yang Tuhan berikan ini.  Sehingga bukan saja mengerti kebesaran Tuhan dari alam semesta, tapi juga tahu bagaimana mengelolanya.  Kita kemudian tahu keseimbangan yang dibutuhkan.   Bagaimana pengunaan air yang bertanggungjawab, bagaimana memakai minyak bumi yang ada supaya tidak menjadi terperosok dalam eksplorasi berlebihan.
Karena itu didiklah anak kita supaya mereka berpengetahuan.  Ajar mereka dalam kerangka dan terang yang benar.   Jangan sampai mereka menghianati pengetahuan.  Ahli hukum paling pintar main hukum.  Ahli ekonomi bisa memutarbalikkan fakta ekonomi yang ada untuk mencari keuntungan diri sendiri.  Dengan demikian orang hendaknya tidak menafikan betapa penting peran pengetahuan.  Tidak ada yang salah di pengetahuan, tapi yang salah adalah orang yang tidak mampu menggunakannya dengan tepat.  Takut akan Tuhan adalah permulaan pengetahuan.  Maka pengetahuan yang sehat adalah pengetahuan yang memuliakan nama Tuhan.

Rabu, 21 Agustus 2013

Pemimpin Atau Pengemis


habab sby.jpg
Victor Silaen
ORGANISASI Kemasyarakatan (ormas) manakah yang paling banyak melakukan aksi anarkistis? Jawabannya jelas: Front Pembela Islam (FPI). Menurut catatan Kepolisian RI (Polri) tahun 2010, FPI paling kerap membuat keonaran di Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Sulawesi Selatan. Terkait itu Polri sebenarnya pernah merekomendasikan agar ormas-ormas anarkistis itu dibekukan. Menteri Dalam Megeri pun telah menyatakan untuk melakukan tindakan tegas terhadap ormas-ormas tersebut apabila setelah diperingati masih juga beraksi brutal. Tapi sampai sekarang, adakah ormas yang sudah dibekukan barang satu saja?
Menurut catatan Setara Institute, hingga tahun 2012, aksi kekerasan yang berlangsung di depan hidung aparat negara terus saja terjadi. Aparat negara gamang mengatasinya meskipun Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah berulang kali menyatakan agar negara tak boleh takluk terhadap kelompok-kelompok pelaku aksi kekerasan yang meresahkan masyarakat.  Catatan Setara Institute berkait dengan kekerasan terhadap kebebasan beragama selama beberapa tahun terakhir cukup mengagetkan. Pada 2010 terdapat 117 kasus, sementara 2011 ada 244 kasus. Pada 6 Februari 2011 bahkan terjadi peristiwa yang mengenaskan: diserangnya kelompok Jamaah Ahmadiyah Indonesia di Cikeusik, Banten. Saat itu tiga warga Ahmadiyah tewas dibunuh massa, sementara polisi yang bertugas tak mampu mencegahnya bahkan cenderung hanya menonton saja.
Tahun 2012, ada banyak peristiwa yang bisa disebutkan sebagai contoh untuk menunjukkan betapa lemahnya polisi menghadapi para vigilante (kelompok warga sipil yang kerap bertindak menegakkan hukum dengan cara melanggar hukum) itu. Sebutlah, misalnya, kasus pembubaran diskusi buku bersama Irshad Manji di Komunitas Salihara, Jakarta, 5 Mei lalu, hingga pelarangan konser Lady Gaga, yang keduanya terjadi hanya gara-gara tekanan dari kelompok-kelompok vigilante yang mengatasnamakan agama.
     Ada pula kasus HKBP Filadelfia di Bekasi, Jawa Barat, 17 Mei 2012, yang jemaatnya sangat sulit beribadah akibat ancaman dan gangguan dari kelompok-kelompok intoleran di sana. Sementara jemaat GKI Yasmin di Bogor, Jawa Barat, tetap tak bisa beribadah di rumah ibadahnya yang sah meskisecara hukum hak mereka telah dikukuhkan dengan keluarnya keputusan Mahkamah Agung No 127 PK/TUN/2009 dan rekomendasi Ombudsman Republik Indonesia per tanggal 18 Juli 2011. Lagi-lagi harus dikatakan bahwa dalam kedua kasus ini polisi cenderung berdiam diri saja. Polisi malah lebih “melayani” kemauan kelompok-kelompok vigilante itu alih-alih bersikap dan bertindak tegas terhadap mereka demi menjaga kewibawaan hukum.
Pada 25 Oktober 2012, di Jalan Astanaanyar, Kota Bandung, Masjid An Natsir milik Ahmadiyah diserang oleh massa FPI. Puluhan polisi pengendalian massa baru datang ke lokasi setelah peristiwa anarkis itu terjadi. Herannya, akibat penyerangan tersebut, Polsek Astanaanyar malah melarang kegiatan ibadah di Masjid An Natsir, termasuk shalat Idul Adha dan pemotongan hewan kurban. Pertanyaannya, mengapa pemerintah cq polisi terkesan memberikan toleransi kepada FPI yang selama ini kerap melakukan pelanggaran hukum dan hak asasi manusia (HAM) secara terang-terangan terhadap pihak-pihak lain? Mengapa polisi berdiam diri saja alih-alih melakukan pencegahan agar peristiwa-peristiwa yang meresahkan seperti itu tidak terjadi?
Di sisi lain, apa hak polisi melarang sekelompok umat untuk menunaikan ibadahnya? Tidakkah itu merupakan sebentuk pelanggaran hukum, yang ironisnya justru dilakukan oleh aparat penegak hukum itu sendiri? Bukankah polisi seharusnya justru melindungi kelompok yang lemah itu dari ancaman pihak-pihak lain?
FPI, di awal tahun 2012, pernah melakukan aksi unjuk rasa di kantor Kementerian Dalam Negeri demi memprotes masalah minuman keras seraya merusakpos petugas parkir, beberapa lampu taman, lampu sorot, dan lampu tembak, mencabut plakat nama kementerian, serta melempar batu ke arah gedung yang mengakibatkan pecahnya kaca sejumlah ruangan di lantai 1 sampai 3, termasuk bobolnya kaca balai wartawan dan ruang lainnya. Memang, setelah itu FPI diperingati, tapi tak lama kemudian malah diajak berunding oleh Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi sambil makan-makan. Mengherankan bukan?
Bagaimana sikap Presiden SBY? Setelah Tragedi Berdarah Cikeusik, saat memperingati Hari Pers Nasional di Kupang, 9 Februari 2011, SBY melontarkan pernyataan tegas agar mencari jalan legal untuk membubarkan ormas yang sering menimbulkan keresahan. Tapi faktanya hingga kini, tak ada satu pun bawahannya (baik di jajaran kementerian maupun polri) yang sudah menemukan jalan legal itu. Alhasil, pembubaran ormas-ormas anarkis yang sudah lamaditunggu-tunggu publik itu ‘bak mimpi di siang hari bolong. Namun satu hal yang pasti, publik tak pernah lupa bahwa “minimal” SBY sudah berorasi berkali-kali. Tapi, apalah artinya orasi tanpa instruksi yang tegas?
Maka, ketika 18 Juli 2013 di Kecamatan Sukorejo, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, terjadi bentrokan antara FPI dan warga setempat yang menimbulkan korban nyawa, berbagai pihak pun spontan angkat bicara. Anggota Komisi Hukum DPR, Eva Kusuma Sundari, meminta aparat kepolisian agar tegas menindak anggota FPI yang terlibat kekerasan. Menurutnya, arogansi FPI harus dilawan dan diakhiri. ”Ini ironi negara hukum yang patut ditangisi ketika aparat hukum tidak melaksanakan hukum dalam menjaga keamanan dan ketertiban,” ujarnya. Menurut Eva, Polri harus melakukan introspeksi atas kinerjanya selama ini sehingga menciptakan Insiden Kendal. Hal itu terjadi karena pembiaran yang dilakukan kepolisian atas aksi premanisme pada kasus-kasus sebelumnya.
Begitupun Gubernur Jawa Tengah (terpilih) Ganjar Pranowo yang juga mengingatkan polisi untuk tak ragu menindak tegas pelaku kekerasan dan kriminalitas di daerah yang akan resmi dipimpinnya mulai 23 Agustus nanti. ”Penegak hukum tidak boleh ragu-ragu, harus bertindak secara tegas, mengusut semuanya, termasuk motif-motif yang menyertainya. Karena yang saya lihat pidananya nampak, motifnya ada. Ini serius,” katanya.
     Pernyataan senada disampaikan oleh kader Partai Demokrat yang juga anggota DPR, Ruhut Sitompul. Menurut dia, mestinya polisi tak lagi sungkan untuk menindak FPI karena saat ini sudah ada UU Ormas. ”Mendagri juga sebagai pembina politik harus tegas, kalau (FPI) berlaku seperti ini harus dibubarkan, jangan ragu-ragulah, kita negara hukum,” ujarnya.
Namun amat kita sayangkan, Presiden SBY masih saja ragu dan ambigu. Usai acara ”buka bareng” dengan anak yatim di JIExpo Kemayoran, Jakarta Pusat, Minggu (21/7), ia berkata: ”Indonesia memiliki hukum dan tatanan yang berlaku. Tidak boleh ada elemen manapun yang menjalankan hukum di tangannya sendiri, kecuali penegak hukum. Singkatnya, tidak boleh main hakim sendiri, apalagi aksi-aksi kekerasan dan tindakan kekerasan mengatasnamakan agama.  Kalau yang diatasnamakan agama Islam, tentu ini bertentangan dengan ajaran Islam. Islam tidak identik dengan kekerasan, Islam tidak identik dengan main hakim sendiri. Islam juga tidak identik dengan tindakan-tindakan perusakan. Sangat jelas kalau ada elemen melakukan itu dan mengatasnamakan Islam justru memalukan agama Islam, mencederai agama Islam. Saya harus katakan itu saudara-saudara,” ujarnya. Menurut SBY, tindakan sweeping FPI justru mencederai agama Islam sendiri. Banyak cara yang bisa digunakan untuk menegakkan amar ma’ruf nahi munkar. Tidak harus dengan kekerasan. ”Kita tidak memberikan toleransi apapun terkait semua yang bertentangan dengan hukum. Mari kita cegah negara ini untuk tidak melakukan hal-hal seperti itu lagi. Sebagai negeri tenteram yang masyarakatnya saling menghormati,” ajak SBY.
Coba cermati. Pernyataan SBY bagus bukan? Tapi, mengapa seakan tak ada kemarahan di dalamnya? Mengapa pula tak diikuti dengan instruksi amat tegas agar Polri, Kemendagri dan instansi-instansi terkait lainnya segera bertindak untuk membekukan dan bahkan membubarkan FPI? Mengapa SBY hanya mengimbau dan meminta ‘bak pengemis? Bukankah dia seorang pemimpin, yang dalam situasi itu mestinya tampil marah dan dengan gagahnya menginstruksikan langkah-langkah tepat dan cepat?
”Negara tak boleh kalah dengan kekerasan,” kata Presiden SBY suatu kali. Tapi kalimat itu terasa kosong hingga kini, seperti asap tipis yang melayang dan kemudian menguap tanpa jejak. Mungkin karena sudah lelah berharap dari aparat negara, maka perlawanan warga di Kendal terhadap kaum vigilante semacam FPI itu tak terhindarkan lagi. Padahal bentrok fisik seperti ini mestinya tak perlu terjadi kalau pengelola negara, termasuk aparat keamanan, menjalankan peran dan fungsinya dengan benar. 
Benarlah, pernyataan SBY itu nir-makna. Sebab, tak lama setelah SBY berorasi terkait Insiden Kendal, Ketua FPI Habib Rizieq Shihab langsung mengecamnya. Menurut Rizieq (22/7), apa yang dikatakan oleh Presiden SBY menunjukkan ia seorang pecundang. Rizieq kemudian mempertanyakan pernyataan Presiden SBY. ”Di Kendal, FPI tidak melakukan sweeping, tapi monitoring damai tanpa senjata apapun. Justru FPI yang di-sweeping oleh ratusan preman pelacuran bersenjata. Kendaraan FPI yang dirusak dan dibakar preman,” katanya. ”FPI tidak main hakim sendiri, tetapi mendatangi polres dan meminta tempat pelacuran ditutup apalagi di Bulan Ramadhan. Justru FPI yang dihakimi oleh ratusan preman pelacuran dengan berbagai macam senjata hingga banyak yang terluka. FPI itu korban bukan pelaku. Jadi, dasar tuduhan SBY itu apa? Kenapa dalam soal Kendal, SBY begitu semangat bicara tentang FPI yang jadi korban? Tapi ia bungkam terhadap sikap pelaku preman pelacuran bersenjata dan tempat pelacuran yang buka siang-malam di bulan Ramadan,” demikian Rizieq mempertanyakan.
”Kasihan, ternyata SBY bukan seorang negarawan yang cermat dan teliti dalam menyoroti berita. Tapi hanya seorang pecundang yang suka sebar fitnah dan bungkam terhadap maksiat. Seorang presiden muslim menyebar fitnah dan membiarkan maksiat, ditambah lagi melindungi Ahmadiyah dan aneka mega skandal korupsi, sangatlah mencederai ajaran Islam,” ujarnya tegas.
    Lantas apa sikap SBY? Tak jelas. Adakah ia segera mengeluarkan instruksi agar Polri menangkap pemimpin kaum vigilante itu? Tidak. Maka kita pun terus terheran-heran, karena di sisi lain SBY mampu menciptakan beberapa buah lagu baru.
 

Senin, 19 Agustus 2013

Penyanyi Muslim Ciptakan Lagu:  Jesus...I Believe In Jesus

 

Penyanyi Muslim Ciptakan Lagu”Jesus...I believe in Jesus”.jpg
Jesus...I believe in Jesus
I am not afraid to say that I believe in Jesus
Sepintas mendengar dan meresapi petikan syairnya lagu "I Believe in Jesus" ini tidak ada yang terlalu aneh atau janggal sedikitpun.  Namun jika diperhatikan betul latar dari penyanyi dan penggubah lagunya, mungkin sebagian orang akan kaget.  Bagaimana tidak, lagu dengan nuansa proklaim iman itu ternyata dinyanyi dan gubahkan oleh seorang muslim.  Mo Sabri namanya, seorang musisi Muslim asal Tennese,  yang gemar melantunkan lagu-lagu berisikan pesan moral atau keyakinan iman yang mendalam.  

Bergenre nasyid hip-hop "I Believe in Jesus" dilantunkan dengan sangat energic, sehingga pesan-pesan yang nampak dalam syairnya seperti ini:“Aku hanya seorang pengikut Yesus, Apa itu artinya: Saya mengikuti apa yang diajarkannya. Aku bukan tipe orang yang hanya ingin memberikan pidato.
Aku mencoba untuk menjadi orang yang akan mempraktekkan apa yang dia khotbahkan”, dapat diterima dengan mudah oleh kalangan muda.

Alasan Sabri menyanyikan lagu tentang  Yesus, seperti dirilis huffingtonpost.com, tak lain untuk pengingat bagi umat Islam untuk menghormati Yesus sebagai nabi dan bahwa semua agama harus mengikuti perintah Yesus untuk mengasihi sesama mereka. Ini adalah ide yang lebih mudah menyebar dalam lagu daripada dalam perdebatan karena orang akan bernyanyi bersama sebelum mereka memiliki kesempatan untuk berdebat, ujar Sabri kepada huffingtonpost.

Diunggah sejak 17 Desember 2012, video bertajuk “Mo Sabri - I Believe In Jesus” ini telah mendapat lebih dari satu juta penonton laman video populer youtube.com. ada juga masih dapat mendengarkannya dari alamat berikut: http://www.youtube.com/watch?v=Eu5XyJsSy5g

Jumat, 21 Juni 2013

FROM SUCCESS TO SIGNIFICANCE



success-or-significance.jpg
Tahun ini Bill Gate adalah orang kaya kedua di dunia dengan nilai asset USD 61 milyar atau sekitar Rupiah 600 triliun, atau sekitar 40% belanja negara kita. Seorang yang dropout dari Harvard Business School, tapi sukses membangun perusahaan software Microsoft. Tapi yang mengejutkan, pada tahun 2008 dia mengumumkan tidak lagi menangani urusan sehari-hari bisnis tapi akan mendedikasikan segala kreativitas dan waktu untuk mengelolah pekerjaan Bill & Melinda Gate Foundation yang menangani dana sosial senilai USD 29 milyar untuk bantuan kesehatan global dan kemiskinan ekstrim dunia. Dari sukses dalam bisnis, Bill Gate kemudian mengejar makna hidupnya melalui kegiatan sosial.

Pada usia muda, manusia mengejar sukses. Mereka menetapkan sasaran-sasaran hidupnya dan berusaha mencapai sasaran-sasaran itu. Sasaran-sasaran mereka berkisar pada masalah-masalah pemenuhan berbagai kebutuhan dan keinginan. Menurut Maslow, kebutuhan-kebutuhan manusia itu hierarkis dan meningkat dari kebutuhan fisik, keamanan, sosial, respek dan puncaknya adalah kebutuhan aktualisasi diri. Sadar atau tidak sadar manusia berusaha mengakumulasi harta, nama, posisi, kekuasaan dan kenikmatan-kenikmaan dalam hidupnya. Inilah masa sukses manusia. Pencarian yang berorientasi untuk diri sendiri. Sekalipun dalam bentuk kegiatan ‘melayani’, ada masa-nya melayani adalah performan yang memuaskan diri, apakah itu mengajar, melatih, berkotbah, dan sebagainya.  Sudah barang tentu tidak semua orang mengalami sukses. Ada banyak orang yang hidupnya terus sulit sepanjang hidupnya tidak pernah mengecap sukses.

Pada titik tertentu dalam hidupnya ada orang-orang, seperti Bill Gate, yang mempertanyakan arti hidupnya. Mengapa dia ada di dunia? Apakah yang dia lakukan memiliki arti? Apa yang akan dia tinggalkan ketika dia harus mengakhiri hidupnya? Mereka mencari makna atau significance atau arti hidup mereka. Dalam hierarki kebutuhan manusia menurut Maslow, ini adalah sejalan dengan tahap aktualisasi diri seseorang. Dia mau melayani orang lain karena dia sedang menjalankan misi hidupnya. Dia berbagi pengalaman, talenta, hartanya, energinya dan pengalaman-pengalaman hidupnya untuk kemajuan orang lain. Dia ingin mempengaruhi dan memberdayakan orang lain. Dia berpikir apa warisan yang akan dia tinggalkan.

Perubahan orientasi ini terjadi seringkali sejalan dengan ketika orang mengalami krisis tertentu atau mencapai usia tertentu. Dan ini sering terjadi pada usia yang sudah semakin banyak, seperti dalam kasus Bill Gate, yaitu pada usia paruh baya. Kemudian mereka memasuki paruh kedua dengan orientasi yang berbeda itu. Sudah barang tentu banyak orang yang tidak pernah mengalami hidup dengan orientasi pencarian makna ini.
Sesungguhnya orang percaya memiliki potensi dan bahkan diperintahkan untuk hidup mengejar makna ketimbang sukses.  Matius 6:33 memerintahkan agar kita mencari kerajaan Allah dan kebenarannya (makna), maka Tuhan akan menambahkan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan (sukses) itu.  Tuhan Yesus hanya hidup hingga usia 33 tahun dan melayani dengan masa yang pendek, yaitu 3 tahun. Namun hidup-Nya memberikan ‘makna’ yang luar biasa, tidak saja dalam karya keselamatan-Nya di kayu salib, tapi juga dalam perbuatan-Nya sehari-hari bagi banyak orang yang hidupnya Dia sentuh.

Paulus mengalami perubahan total dalam orientasi hidupnya, dari mengejar posisi di antara masyarakat keagamaan Farisi kepada pengenalan kepada Kristus ketika dia bertemu dengan Dia (Lihat Filipi 3:7). Segala sesuatu yang dulu dia anggap sebagai keuntungan, kemudian Paulus anggap sebagai kerugian karena Kristus. Perubahan perspektif terhadap Kristus memungkinkan peralihan orientasi hidup orang. Paulus kemudian mengejar pelaksanaan misi hidupnya: Memberitakan Injil terutama kepada orang-orang non Yahudi.

Seseorang perlu memiliki ‘sense of significance’ yang sehat untuk memiliki orientasi pada hidup yang mengejar makna. Setiap pribadi adalah spesial, unik dan memiliki peran yang tidak bisa digantikan oleh orang lain. Dengan kepekaan seseorang bisa menjadi berkat bagi orang lain yang tidak bisa atau sulit digantikan oleh orang lain. Alkitab menegaskan sesungguhnya Tuhan sudah merencanakan suatu ‘pekerjaan baik’ bagi orang percaya dan Allah mau kita mengerjakannya (Efesus 2:10).

Mengapa perubahan perspektif ini banyak terjadi pada usia paruh baya? Karena pada waktu itu orang membayangkan memiliki sisa waktu sedikit lagi. Dalam waktu tidak lama dia akan pensiun dan kehilangan kekuasaan dan fasilitas yang selama ini dia nikmati. Ada ‘sense of urgency’ untuk menggunakan waktu yang tersisa untuk hal-hal penting. Sense of urgency ini akan membawa orang kepada kesadaran pentingnya menjadi bermakna.

Oleh karena itu, untuk men-trigger proses peralihan itu, seseorang perlu memiliki kesadaran akan dirinya, akan kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahannya. Dengan kesadaran itu dia bisa meng-kapitalisasikan kekuatan-kekuatannya dan menutupi kelemahan-kelemahannya. Dengan demikian dia bisa mengalihkan karirnya ke area-area yang menjadi panggilan dan mencapai misi hidupnya.

Pengejaran kepada hidup bermakna terjadi ketika seseorang membangun relasinya dengan Sang Pencipta dan dengan sesama. Relasi membawa kepada pengenalan dan pengenalan mempengaruhi perspektif seseorang. Dengan relasi yang intim dengan Allah yang kekal, maka ada harapan seseorang berpikir kekekalan. Dan ketika dia berpikir demikian maka relasi dengan sesama menjadi utama.

Ketika seseorang mencari makna hidup, melayani menjadi misi bukan prestasi. Membangun orang menjadi tujuan bukan target. Dulu melayani adalah tampil melakukan performan pelayanan itu, sekarang memberdayakan orang untuk melakukan pelayanan itu menjadi penting. Dalam relasi dengan Allah, maka orang yang mencari makna di dalam Dia, tidak bisa tidak mencari bagian dalam misi Allah bagi dunia.
Apa yang sedang Anda kejar? Seyogyanya kita segera beralih dari mengejar sukses kepada significance. Pergumulan pribadi dengan Dia akan menolong menentukan arah besar hidup kita dalam pencarian makna. Namun kita bisa mulai dengan mengubah setiap interaksi dari berorientasi kepada keberhasilan kepada memberikan makna kepada orang lain. Tuhan memberkati!  

Senin, 17 Juni 2013

Apakah Allah Pilih Kasih?



Apakah Allah Pilih Kasih.jpg
Dalam kitab Kejadian 3, dijelaskan bahwa manusia telah jatuh ke dalam dosa. Di sana ada oknum yang disebutkan menerima konsekuensi dari pelanggaran yang telah dilakukannya, yakni ular sebagai media iblis, dan manusia (Adam dan Hawa).
Yang menjadi pertanyaan ialah:   Allah menyediakan keselamatan bagi manusia, bagaimana dengan iblis, ‘kan sama-sama melakukan pelanggaran? Apakah dahulu ular memang bisa berdialog?

Terus terang, pertanyaan ini  menggelitik, dan mungkin juga dipertanyakan oleh banyak orang masa kini. Dalam era kita yang new age, di mana manusia menjadi pusat kehidupan dan bukan lagi Tuhan, dan kebebasan yang menjadi semangat, maka patut juga dipertanyakan keadilan Allah dalam konteks penebusan. Hal ini terjadi karena manusia berhak menjadi penggugat terhadap realita kehidupan, sehingga juga bisa menggugat kebenaran Alkitab. Sementara Alkitab selalu menampakkan kedaulatan Allah yang bersifat mutlak. Dan, ini tidak disukai oleh jaman. Disinilah terjadi perkelahian sengit yang perlu kita sadari dan pahami.

Sebelum lanjut ke isu ketidakadilan, kita bicarakan dulu isu tentang ular. Apakah ular bisa berbicara? Fakta taman Eden bukanlah sepenuhnya harus dipahami hurufiah. Jelas sekali dikatakan bahwa ular itu sebagai gambaran binatang yang paling cerdik (bandingkan Matius 10:16). Nah, dalam peristiwa kejatuhan ke dalam dosa, ular menjadi representasi iblis. Tapi hati-hati, ular tidak sama dengan iblis. Kecerdikannyalah, yang membuat ular digambarkan sebagai iblis. Kecerdikan yang membuat manusia tergoda, dan jatuh ke dalam dosa, melanggar hukum yang telah ditetapkan oleh Allah. Penting untuk dipahami, ular bukan iblis. Dan sebagai simbol, juga tidak selalu. Ingat peristiwa Musa di istana Firaun di Mesir. Para penyihir Mesir melemparkan tongkat mereka yang dengan segera berubah menjadi ular. Dan, begitu juga dengan Musa, melemparkan tongkatnya dan berubah menjadi ular. Tongkat Musa kemudian menelan semua tongkat para penyihir Mesir. Tongkat ular itu terus dipegang oleh Musa. Apakah Musa penyembah iblis? Jelas sekali: Bukan!

Lalu, tongkat tembaga berkepala ular tedung yang dibuat oleh Musa atas perintah Allah, itu juga menjadi penyelamat bagi mereka yang kena tulah Tuhan dipagut ular tedung (Bilangan 21:8-9). Mereka kena tulah karena berkeluh kesah, dan melawan Allah dan Musa dan, barang siapa yang kena tulah memandang kepada ular tembaga yang dibuat Musa akan selamat. Jelas yang memberi perintah kepada Musa adalah Allah dan, sama jelasnya, setiap yang melihat menjadi selamat. Jadi jelas juga, ular tak selalu sama dengan setan. Tapi kecerdikannya yang dijadikan gambaran kecerdikan setan si penggoda. Sementara kita juga diminta oleh Tuhan Yesus agar cerdik seperti ular, dan tulus seperti merpati dalam memahami pimpinan Tuhan. Pasti bukan menjadi sama seperti setan bukan?  Sementara pertanyaan tentang apakah ular bisa berdialog jadi jelas, karena itu hanya simbol, bukan sesungguhnya. Yang pasti, setan bisa berbicara dengan berbagai cara, termasuk jelas di pikiran, sekalipun tak kedengaran. Itulah setan, dia bisa merasuk pikiran orang dengan pikiran jahat. 

Soal ketidakadilan dalam penghukuman, mari kita luruskan duduk perkaranya. Ular dalam peristiwa taman Eden adalah penggoda, bukan yang digoda. Iblis yang digambarkan sebagai ular, adalah malaikat yang jatuh ke dalam dosa (Yesaya 14:12-15). Iblis, si malaikat yang jatuh ke dalam dosa telah dibuang dari surga mulia, ke liang kubur yang hina. Nah, iblis ini bukan materi melainkan mahluk roh. Dia tidak bisa mati, bisa ke mana saja, melintasi ruang dan waktu. Keberadaan iblis hanya di bawah keberadaan Allah, yang bisa berada di mana saja pada saat bersamaan, sementara iblis bisa di mana saja tapi tidak pada saat bersamaan. Jumlahnya ada banyak. Jadi iblis sudah ada dalam dosa sebelum manusia diciptakan, dan iblis bukan materi (bertubuh). Ingat, iblis sudah menerima hukumannya, dan dia berusaha mencari banyak pengikut bagi dirinya, termasuk manusia pertama, Adam dan Hawa. Inilah duduk perkaranya. Iblis adalah terhukum, sipenggoda, dan sedang menjalankan maksud jahatnya. Iblis sudah terhukum, hanya saja karena dia bukan materi, melainkan mahluk roh, dia tidak bisa mati, dan tidak terkurung dalam ruang dan waktu.

Kembali ke Adam dan Hawa, mereka diciptakan sebagai mahluk jasmani dan rohani. Dalam ketidak berdosaan mereka sempurna, namun terbatas dengan ketetapan hukum Allah. Hukum utama yang harus mereka taati adalah:  Tidak memakan buah yang Allah larang. Jika melanggarnya, maka manusia akan mati (Kejadian 2:16-17).  Dan, kita sama-sama mengetahui bahwa manusia melanggarnya dan menjadi terhukum.  Siapa penggodanya? Iblis! Jadi sangat jelas posisi manusia dan iblis berbeda. Iblis memang sudah berdosa, terhukum, dan terbuang dari surga. Sementara manusia adalah penerima hukum yang berkewajiban untuk mentaatinya. Posisinya sangat berbeda bukan? Sehingga adalah wajar jika konsekwensi hukumnya juga berbeda. Jelas, keputusan yang ada justru sangat adil.

Manusia yang jatuh ke dalam dosa, harus menanggung konsekwensi pelanggarannya, yaitu mati, baik rohani maupun jasmani. Rohaninya langsung mati, yang juga disebut terpisah dari Allah. Itu sebab ketika Allah datang menusia menyembunyikan dirinya. Juga mati jasmaninya, tapi dalam proses waktu. Manusia yang tadinya bersifat kekal sebelum kejatuhan ke dalam dosa, akan termakan waktu. Menua dan mati. Di era Adam kehidupan mencapai 1000 tahun. Sementara setelah era Nuh tinggal 120 tahun. Lalu Musa yang berumur 120 tahun berkata, bahwa hidup manusia hanya 70-80 tahun saja. Selebihnya adalah kesusahan karena ketuaan. Jelas ini adalah hukuman akibat kejatuhan ke dalam dosa.
  
Dalam Kejadian 3:15; jelas dikatakan, bahwa keturunan perempuan (manusia) dan keturunan ular (iblis), akan terus bertempur. Lagi-lagi, jelas sekali posisi manusia dan ular sangat berbeda, bahkan berseberangan. Nubuat ini digenapi dengan tersalibnya Yesus Kristus, tumitnya diremukkan, namun dari atas kayu salib Yesus Kristus meremukkan kepala ular. Sebagai keturunan perempuan (Matius 1:1-17), itu sebabnya Yesus disebut sebagai anak Daud, atau singa Yehuda. Untuk menebus dosa manusia yang jatuh ke dalam dosa, maka Yesus, manusia yang tidak berdosa, disalibkan, dan darah-Nya yang suci tertumpah menebus dosa manusia.

Akhirnya, jelas bukan, mengapa manusia yang mendapat anugerah keselamatan, sementara setan tidak. Ingat setan memang  terhukum yang terus-menerus mencari korban untuk disesatkannya. Setan adalah mahluk roh, bukan materi, sehingga dia tak pernah mati, sekaligus tak mendapat penebusan. Setan tak pernah susah, selain menyusahkan, dan dia adalah penguasa alam maut. Tapi manusia mengalami akibat dosanya, kesusahan yang  terus-menerus.

Puji Tuhan, DIA yang Maha adil, yang mengasihi kita, manusia berdosa, dan menebus orang yang berkenan kepada-Nya. Dalam kedaulatan dan keadilan-Nya menghukum si penguasa alam maut, dengan mengalahkan maut diatas kayu salib (Ibrani 2:14-16). 

Rabu, 12 Juni 2013

Menikah Dihadapan Pendeta Virtual


Miguel Hanson dan Diana Wesley.jpg


Era teknologi yang kian canggih sekarang ini memutus batasan antara yang Profan dan Sacred, antara yang dianggap duniawi dan dianggap kudus.  Bagaimana tidak, symbol-symbol keagamaan seperti Alkitab dan perangkat keagamaan lain yang dulu dianggap sesuatu yang kudus dan tidak boleh digantikan kini sudah didigatilisasi mengurangi kesakralannya.
 
Tak hanya Alkitab, pendeta pun kini telah digitalisasi.  Enggan meninggalkan peran komputer yang telah menjadi bagian penting hidupnya, Miguel Hanson, seorang praktisi komputer ini membuat program pendeta virtual untuk memberkati mereka.  

Miguel Hanson dan Diana Wesley  pertama kali bertemu melalui jejaring sosial Sweet Geeks. Setelah sekian lama saling kenal dan merasa ada kecocokan, keduanya kemudian memutuskan menikah.   Tidak ingin meninggalkan peran komputer yang telah mempertemukan keduanya Hanson memanfaatkan komputer untuk menggantikan fungsi penghulu atau pendeta untuk memberkati pernikahan mereka.

Hanson yang bekerja sebagai konsultan teknologi informasi dan guru komputer ini membuat program pendeta virtual yang diberi nama Reverend Bit. Melalui monitor berukuran 30 inci pada Sabtu, 30 Juli 2011 lalu Bit menggantikan tugas pendeta memimpin upacara pernikahan. Dimulai dengan menceritakan sejarah singkat awal mula pertemuan pengantin itu hingga keduanya mengikat janji.  Prosesi pernikahan aneh itu dihadiri sekitar 30 tamu.

Tentu saja pemerintah Amerika menolak mengakui secara sah  pernikahan keduanya.  Alhasil, kedua mempelai asal Houston, Texas ini harus meresmikan pernikahannya dan mengucapkan sumpah kembali di depan Pendeta yang nyata.

Sabtu, 08 Juni 2013

Perempuan Makin Kurang Rohani


Perempuan Amerika Kurang Religius.jpg
Sebuah survey menunjukkan perempuan Amerika kini kurang religius. Hasil ini tentu mengejutkan banyak pihak dan melawan pandangan tradisional yang menyatakan perempuan memiliki spiritualitas lebih dibanding laki laki. Peneliti George Barna baru-baru ini merilis sebuah laporan tentang perubahan religiusitas di Amerika. Dari penelitan Barma yang dirilis minggu ini menunjukkan bahwa wanita Amerika mengalami perubahan rohani yang signifikan dalam dua dekade terakhir.
Menurut survey tersebut perempuan kini jarang menghadiri gereja dan dan kelas-kelas Sekolah Minggu dewasa, kurang membaca Alkitab, dan menganggap iman sebagai hal yang tidak terlalu penting dalam hidup mereka.
Dalam dua dekade terakhir laporan Barna juga menunjukkan terjadinya degradasi konseptual dan pandangan tradisional perempuan tentang Tuhan sebagai pencipta segala yang ada dan penguasa alam semesta. Perempuan saat ini cenderung melihat iblis sebagai sebuah pribadi yang nyata, daripada sekadar "simbol kejahatan."
Tentang temuannya itu Barna mengatakan bahwa gereja tidak bisa lagi berharap kaum wanita akan terus setia memenuhi bangku gereja.
"Bahkan, intensitas pria dan wanita dalam membaca Alkitab sekarang kemungkinan sama, karena penurunan baru-baru ini dalam membaca Alkitab di kalangan perempuan," katanya.
Jumlah laki-laki membaca Alkitab dalam satu minggu sudah naik 41 persen, sedangkan perempuan, justru turun sebesar 10 persen, menjadi 40 persen.
Berbanding terbalik dengan wanita, Pria justru tidak mengalami perubahan signifikan dalam beragama seperti yang perempuan alami selama dua dekade terakhir. Laki-laki di Amerika cenderung baik dan tetap stabil dalam beriman dan beragama. Pertanyaanyan adalah lalu bagaimana dengan spiritualitas perempuan kristen di Indonesia? Mungkinkah akan diadakan survey yang serupa untuk menentukan langkah apa yang harus di tempuh gereja menyikapi fenomena seperti ini.

Selasa, 28 Mei 2013

The Power Of Delegation


handover1.jpg
 Boyle’s law:
If uncontrolled, work always flows to the most competent person until he submerges.

Yitro, seorang imam dari Median, adalah mertua Musa. Mendengar Musa telah membawa keluar bangsa Israel dari Mesir, dia membawa anaknya Zipora - istri Musa - dan dua anak mereka – Gersom dan Eliezer, kepada Musa. Tidak lama Yitro melihat bagaimana Musa bekerja dalam memimpin bangsa Israel. Rakyat seharian berdiri di hadapan Musa, menunggu bertemu Musa yang sendirian ‘menghakimi’ mereka, satu demi satu.
Yitro memiliki hikmat seorang pemimpin modern. Dia melihat cara Musa ini ‘tidak baik’. Rakyat kecapean dan Musa juga, bahkan bisa stres dan ‘burnout’. Cara pekerjaan yang ‘one man show’ ini jelas menjengkelkan banyak orang yang harus menunggu lama untuk suatu pelayanan yang mungkin sebentar saja. Pelayanan yang tidak efisien, tidak selesai-selesai karena persoalan baru terus saja timbul.
Bagi sang pemimpin, kehabisan waktu terus-menerus akan mengancam hubungan dia dengan orang-orang terdekatnya, yaitu dengan pasangan, dengan anak-anak dan teman-temannya. Dan cara demikian dapat dipastikan akan mengancam kesehatannya, baik kesehatan emosi maupun fisik.
Melihat itu Yitro kemudian memberikan suatu nasehat, yang dalam manajemen modern sekarang dikenal dengan ‘delegasi’.  Suatu definisi mengatakan delegasi adalah memberkan tugas yang berarti, baik operasional maupun manajemen, kepada orang lain dengan supervisi dalam jangka waktu tertentu. Oleh karena itu delegasi adalah suatu proses, bukan suatu kejadian; suatu metode atau cara, bukan suatu tujuan; dan merupakan suatu investasi jangka panjang pengembangan orang bukan suatu strategi jangka pendek.
Dalam suatu tim, mengapa banyak pemimpin tidak melakukan strategi delegasi ini, ketika manfaatnya begitu jelas. Kalau tidak karena ketidaktahuan, banyak pemimpin yang ‘merasa’ tidak ada waktu untuk mempersiapkan orang lain. Wajar dia merasa dapat melakukan pekerjaan itu lebih baik dan lebih cepat. Sadar atau tidak, seorang pemimpin yang tidak merasa aman bisa merasa takut kehilangan penghargaan dan nama karena digantikan oleh orang lain. Bisa jadi dia memiliki interest pribadi yang sempit, seperti menciptakan ketergantungan pada dirinya. Banyak pemimpin takut kehilangan kontrol dan kekuasaan dalam organisasi ketika membayangkan orang-orang lain bisa menggantikan dirinya.
Ketika pendelegasian dalam suatu organisasi tidak terjadi, dapat dipastikan dengan bertambahnya volume pekerjaan, penyelesaian pekerjaan akan lama, kualitas pekerjaan menurun, dan pelayanan pelanggan merosot. Krisis mudah terjadi, pekerja atau pemimpin mengalami burnout. Staf lain merasa tidak berkembang dan semangat bekerja lemah. Karena tidak terjadi pengembangan staf internal, tidak terjadi promosi yang efektif. Kebutuhan tenaga yang handal dilakukan melalui rekrutmen dari luar. Banyak staf yang potensi keluar mencari tempat yang lebih menawarkan tantangan.
Dalam kasus Musa, pertama Yitro menyadarkan masalah prioritas Musa, yaitu hubungan dengan Allah. Daripada terus-menerus melakukan koreksi, dia menyarankan kepada Musa agar mengajar kepada rakyat hukum-hukum dan ketentuan-ketentuan yang rakyat perlu ketahui. Untuk meng-handle pekerjaan mengadili rakyat Israel yang banyak itu, Yitro menyarankan Musa merekrut sejumlah pemimpin yang cakap, takut akan Allah, dapat dipercaya dan benci pengejaran suap Keluaran 18:21).
Kepada mereka perlu diberikan otoritas untuk memimpin, ada yang atas 1000 orang, 100 orang, 50 orang, atau 10 orang. Dia harus ‘mendelegasikan’ tanggung jawabnya, meminta pertanggunganjawab para pemimpin itu, dan sudah barang tentu harus juga berbagi apresiasi orang dan berkat dari pelayanan itu.
Pendelegasian itu tidak untuk membuat Musa santai tapi agar dia memiliki waktu untuk mengerjakan tanggung-jawabnya, yaitu mengerjakan persoalan-persoalan yang sulit. Sang pemimpin tetap bertanggung jawab terhadap misi kelompok, karena itu dia wajib mendukung tim dan memonitor pengerjaan tugas.
Mendelegasi adalah untuk menggunakan sumberdaya yang ada. Dengan pembagian tugas yang baik, akan mencegah terjadinya burnout pada orang tertentu. Melalui pendelegasian akan terjadi pengembangan skill dan kepemimpinan dalam organisasi. Setiap orang merasa menjadi bagian tim dan keberhasilan sehingga mereka lebih memiliki komitmen. Dengan demikian pekerjaan dapat diselesaikan dalam time-frame-nya. Ketika banyak orang terlatih, maka ini mencegah ketergantungan kepada orang tertentu. Dengan demikian menjadikan kelompok yang kuat.
Bagaimana melakukan delegasi yang efektif? Seorang pemimpin yang mendelegasikan suatu tugas seyogyanya memilih orang yang tepat dan memandang sebagai bagian dari pengembangan diri orang itu. Dia perlu memberitahukan dengan jelas tugas yang didelegasikan, tujuan pekerjaan dan standar kinerja yang diharapkan, termasuk waktu yang tersedia. Sang pemimpin perlu memastikan bahwa dia memahami tugas yang diberikan. Berikan otoritas yang sesuai dengan tanggung jawab, apakah atas pengeluaran anggaran, penggunaan tim, dan sebagainya. Berikan dukungan yang dibutuhkan untuk penyelesaian tugas.Tetapkan titik-titik kontrol dalam periode pengerjaan tugas. Monitor pelaksanaan secara periodik. Apapun hasilnya sang pemimpin perlu memberikanfeedback, be-rupa apresiasi dan, kalau perlu, pembelajaran ke depan.
Tuhan Yesus memberkati !

Sabtu, 25 Mei 2013

Mengkhianati Indonesia


Mengkhianati Indonesia.jpg
Victor Silaen
Tan hana dharma mangrwa, bhineka tunggal ika (Mpu Tantular)

KITA boleh berbangga karena Indonesia, pada 12 November 2007, dipuji oleh sebuah asosiasi konsultan politik internasional (International Association of Political Consultants/IAPC) sebagai negara demokratis. Namun di sisi lain kita prihatin karena Indonesia hari ini sedang berjalan menuju negara gagal. Dalam berita tentang Indeks Negara Gagal versi lembaga riset nirlaba The Fund For Peace, bekerja sama dengan Foreign Policy, 20 Juni lalu, disebutkan bahwa Indonesia masuk dalam kategori negara yang sedang dalam kondisi bahaya (in danger) karena berada pada posisi ke-63. Antara lain penyebabnya adalah praktik korupsi yang sedemikian akut dan peristiwa-peristiwa kekerasan karena intoleransi yang kerap terjadi.
Korupsi yang kian mengganas dan merajalela, jika tak mampu diberantas sampai ke akar-akarnya, cepat atau lambat niscaya membangkrutkan Indonesia. Untuk itu bukan hanya KPK yang harus lebih berani dan serius, tapi juga pelbagai komponen bangsa ini harus bahu-membahu bekerja sama memerangi korupsi. Sekedar imbauan untuk KPK, mengapa baju untuk terdakwa koruptor yang dihadirkan di depan pengadilan tidak dipilih yang berwarna saja? Biar lebih ngejreng gitu loh. Biar efek malunya lebih besar, ketimbang bajunya berwarna putih.

Sedangkan masalah intoleransi, peristiwa yang teranyar terjadi pada 26 Agustus lalu di Sampang, Madura, antara kelompok Sunni dan Syiah, setelah sebelumnya juga pernah terjadi pada 29 Desember 2011. Dalam peristiwa beberapa minggu lalu itu tercatat jumlah korban yang tewas satu orang, tapi rumah yang terbakar sebanyak 27 unit. Sementara, di Hari Lebaran lalu, terjadi aksi massa yang menyerang Tarekat At Tijaniyah Mutlak di Kampung Cisalopa, Desa Bojong Tipar, Jampang Tengah, Sukabumi, Jawa Barat, yang menewaskan empat korban. Untuk tragedi kedua ini, herannya, mengapa tak heboh?
Intoleransi juga merupakan akar bagi bertumbuh suburnya kelompok-kelompok terorisme di Tanah Air yang hari-hari ini bermunculan kembali, baik di Solo, Jakarta dan Depok. Inilah yang membuat kita miris dan bertanya kuatir: mampukah Indonesia bertahan sebagai negara-bangsa yang satu? Mungkin saja mampu, dalam arti Indonesia tak akan bubar seperti Uni Soviet. Namun, Indonesia hanya akan berjalan di tempat alih-alih semakin mundur. Betapa tidak. Di seputar Pilgub DKI 2012, khususnya menjelang Putaran II lalu, bertebaranlah hasutan (baik secara lisan maupun tulisan) untuk tidak memilih salah satu kandidat pemimpin lantaran latar belakang suku dan agamanya.
Mari kita bicara terbuka saja. Di sebuah metromini, di bagian belakangnya, ada sebuah tulisan berwarna hitam berukuran besar berbunyi begini: ”Waspada Cina...”  Sementara seorang penyanyi dangdut terkemuka, dalam sebuah wawancaranya baru-baru ini, menyinggung-nyinggung soal pribumi dan non-pribumi, juga Cina Kristen, dengan nuansa yang sangat pejoratif (bersifat memojokkan) terhadap non-pribumi dan Cina Kristen itu.

Mari kita bertanya kritis tentang beberapa hal berikut. Pertama,  apakah makna ”pribumi” itu yang sesungguhnya? Harap dipahami bahwa istilah ini muncul di era kolonialisme Belanda sebelum Indonesia merdeka untuk menunjuk suku-suku bangsa di wilayah Hindia Belanda (kecuali Eropa, Arab, Cina, dan India) yang mereka anggap berkarakter ”bodoh, bebal dan pemalas”. Dengan pengertian itu, setelah Indonesia merdeka, adakah manfaatnya bagi kita mempertahankan istilah tersebut? Jawabannya jelas ”tidak ada” dan atas dasar itu kita harus menghapuskannya dari perbendaharaan kosakata kita sehari-hari. Kalau istilah ”pribumi” dihapus, dengan sendirinya istilah ”non-pribumi” pun demikian. Jadi, yang ada sekarang adalah ”Warga Negara Indonesia” (WNI) atau ”Warga Negara Asing” (WNA). Itu saja penggolongannya.
Lantas, siapa itu ”Cina”? Ini pun mengherankan, sekaligus menunjukkan bahwa orang-orang yang mengucapkannya kurang berwawasan. Harap diketahui bahwa Cina itu adalah suatu bangsa yang bermukim di ”negeri tirai bambu” Cina, yang negaranya bernama Republik Rakyat China (RRC). Sebenarnya ada satu lagi bangsa Cina, yakni Taiwan, yang sudah lama memisahkan diri dari RRC tapi masih diklaim sebagai bagian dari bangsa Cina.

Keturunan Cina di Indonesia memang ada, tapi mereka secara antropologis telah menjadi salah satu suku di antara ratusan suku di Indonesia. Jadi, mereka harus kita golongkan sebagai suku Tionghoa dan mereka tidak identik dengan Cina. Sebab mereka itu WNI, yang menurut UU No. 12 Tahun 2006 (tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia) termasuk sebagai “Indonesia Asli” apabila sejak kelahirannya telah menjadi WNI dan tak pernah menerima atau menggantinya dengan kewarganegaraan lain. Jadi, untuk penyebutannya, tidak perlu juga menggunakan istilah “keturunan” di depan Tionghoa (“keturunan Tionghoa”). Cukup Tionghoa saja. Lagi pula, apa artinya keturunan? Tidakkah kita semua juga merupakan keturunan dari nenek-moyang kita?       
Bung Karno, salah satu pendiri bangsa dan presiden ke-1 Indonesia, pernah berkata: “Jangan sekali-sekali melupakan sejarah” (Jas Merah). Ia benar. Sebab, hari ini kita jalani karena hari kemarin, dan hari esok kita jelang karena hari ini. Atas dasar itu maka ingatlah beberapa momentum sejarah yang sangat penting maknanya bagi kita hari ini.

Pertama, Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, di Gedung Indonesische Clubgebouw, Weltevreden (kini Gedung Sumpah Pemuda, Jalan Kramat 106), Jakarta, milik seorang Tionghoa bernama Sie Kok Liong. Saat itu para tokoh pemuda dari berbagai suku dan daerah mengucapkan tiga ikrar bersama: ikrar kesatuan berdasar tanah air, bangsa, dan bahasa yang satu. Secara politik, bukankah saat itu merupakan kelahiran Indonesia sebagai satu bangsa baru? Sejak itulah pergerakan para pemuda kian menemukan arah yang jelas dalam perjuangannya mencapai Indonesia Merdeka. Jadi, mengapa setelah usia kemerdekaan mencapai 67 tahun kita masih menggolong-golongkan anak-anak bangsa sendiri sebagai ”pribumi” dan ”non-pribumi”?
Kedua, dasar negara Indonesia adalah Pancasila. Ingatlah proses bagaimana ideologi bangsa ini disahkan pada 18 Agustus 1945. Sebelumnya, ada Pancasila “versi yang lain”, yakni Pancasila berdasarkan pidato Soekarno (1 Juni 1945) dan Pancasila versi Piagam Jakarta (22 Juni 1945). Sehari setelah Proklamasi 17 Agustus 1945, Presiden Soekarno sendiri, saat berpidato di depan sidang BPUPKI, mengatakan begini: “Kita bersama-sama mencari persatuan philosophische grondslag, mencari satu weltanschauung yang kita semua setuju. Saya katakan lagi, setuju! Yang Saudara Yamin setujui, yang Ki Bagoes setujui, yang Ki Hajar setujui, yang Saudara Sanusi setujui, yang Saudara Abikoesno setujui, yang Saudara Lim Koen Hian setujui. Pendeknya kita mencari semua satu modus. Tuan Yamin, ini bukancompromise, tetapi kita bersama-sama mencari satu hal yang kita bersama-sama setujui.” Harap digarisbawahi, saat itu ada juga seorang Tionghoa (Lim Koen Hian) yang dimintakan juga persetujuannya oleh Soekarno.

Ketiga, khususnya terkait Jakarta, jangan lupakan bahwa keberadaan Batavia (nama Jakarta dulu) tak bisa lepas dari peranan beberapa orang Tionghoa, antara lain Souw Beng Kong, Khouw Kim An, Phoa Beng Gan, dan Nie Ho Kong. Mereka adalah para pembesar Tionghoa yang punya andil besar membangun kota baru Batavia di era kolonialisme Belanda abad ke-17. Itu sebabnya ia kelak diberi gelar Kapiten.
Sungguh, kita patut berduka atas situasi Indonesia hari-hari ini yang kian tak ramah terhadap perbedaan. Banyak orang -- termasuk politisi, pejabat negara, dan elit-elit lainnya -- yang kini mulai mengkhianati Indonesia. Istilah-istilah diskriminatif seperti “pribumi” dan “non-pribumi”, “Cina Kristen” juga “kafir”, dengan gampang dan sembarangan dibawa-bawa ke ranah politik. Tidakkah mereka sadar bahwa strategi politik busuk seperti itu dapat memunculkan segregasi di masyarakat?
Akankah “bhineka tunggal ika” tinggal semboyan belaka? Indonesia sejak dulu sudah sangat pluralistik, dan karenanya toleransi menjadi kebutuhan mutlak. Karena itulah, tak bisa tidak, kita harus menerima dan menghargai perbedaan dengan lapang-dada. Ingatlah dan camkanlah bahwa para pendiri bangsa Indonesia hanya pernah bersumpah satu di dalam tiga ikatan: nusa, bangsa, dan bahasa. Di luar itu kita bebas untuk berbeda.

Akhirnya saya ingin mengimbau agar instansi-instansi pemerintah di bidang pendidikan mengevaluasi kembali kurikulum pendidikan bagi para siswa, mulai dari tingkat dasar sampai menengah umum. Mata pelajaran sejarah, khususnya yang berkait dengan kepahlawanan, harus direvisi demi transmisi nilai-nilai patriotisme kepada generasi muda. Generasi muda harus paham bagaimana proses dan lika-liku perjuangan menjadi Indonesia. Agar ke depan mereka tak sekali-kali berkhianat kepada Indonesia.