Apakah Allah Pilih Kasih?
Dalam
kitab Kejadian 3, dijelaskan bahwa manusia telah jatuh ke dalam dosa.
Di sana ada oknum yang disebutkan menerima konsekuensi dari pelanggaran
yang telah dilakukannya, yakni ular sebagai media iblis, dan manusia
(Adam dan Hawa).
Yang menjadi pertanyaan ialah: Allah
menyediakan keselamatan bagi manusia, bagaimana dengan iblis, ‘kan
sama-sama melakukan pelanggaran? Apakah dahulu ular memang bisa
berdialog?
Terus
terang, pertanyaan ini menggelitik, dan mungkin juga dipertanyakan
oleh banyak orang masa kini. Dalam era kita yang new age, di mana
manusia menjadi pusat kehidupan dan bukan lagi Tuhan, dan kebebasan yang
menjadi semangat, maka patut juga dipertanyakan keadilan Allah dalam
konteks penebusan. Hal ini terjadi karena manusia berhak menjadi
penggugat terhadap realita kehidupan, sehingga juga bisa menggugat
kebenaran Alkitab. Sementara Alkitab selalu menampakkan kedaulatan Allah
yang bersifat mutlak. Dan, ini tidak disukai oleh jaman. Disinilah
terjadi perkelahian sengit yang perlu kita sadari dan pahami.
Sebelum
lanjut ke isu ketidakadilan, kita bicarakan dulu isu tentang ular.
Apakah ular bisa berbicara? Fakta taman Eden bukanlah sepenuhnya harus
dipahami hurufiah. Jelas sekali dikatakan bahwa ular itu sebagai
gambaran binatang yang paling cerdik (bandingkan Matius 10:16). Nah,
dalam peristiwa kejatuhan ke dalam dosa, ular menjadi representasi
iblis. Tapi hati-hati, ular tidak sama dengan iblis. Kecerdikannyalah,
yang membuat ular digambarkan sebagai iblis. Kecerdikan yang membuat
manusia tergoda, dan jatuh ke dalam dosa, melanggar hukum yang telah
ditetapkan oleh Allah. Penting untuk dipahami, ular bukan iblis. Dan
sebagai simbol, juga tidak selalu. Ingat peristiwa Musa di istana Firaun
di Mesir. Para penyihir Mesir melemparkan tongkat mereka yang dengan
segera berubah menjadi ular. Dan, begitu juga dengan Musa, melemparkan
tongkatnya dan berubah menjadi ular. Tongkat Musa kemudian menelan semua
tongkat para penyihir Mesir. Tongkat ular itu terus dipegang oleh Musa.
Apakah Musa penyembah iblis? Jelas sekali: Bukan!
Lalu, tongkat
tembaga berkepala ular tedung yang dibuat oleh Musa atas perintah Allah,
itu juga menjadi penyelamat bagi mereka yang kena tulah Tuhan dipagut
ular tedung (Bilangan 21:8-9). Mereka kena tulah karena berkeluh kesah,
dan melawan Allah dan Musa dan, barang siapa yang kena tulah memandang
kepada ular tembaga yang dibuat Musa akan selamat. Jelas yang memberi
perintah kepada Musa adalah Allah dan, sama jelasnya, setiap yang
melihat menjadi selamat. Jadi jelas juga, ular tak selalu sama dengan
setan. Tapi kecerdikannya yang dijadikan gambaran kecerdikan setan si
penggoda. Sementara kita juga diminta oleh Tuhan Yesus agar cerdik
seperti ular, dan tulus seperti merpati dalam memahami pimpinan Tuhan.
Pasti bukan menjadi sama seperti setan bukan? Sementara pertanyaan
tentang apakah ular bisa berdialog jadi jelas, karena itu hanya simbol,
bukan sesungguhnya. Yang pasti, setan bisa berbicara dengan berbagai
cara, termasuk jelas di pikiran, sekalipun tak kedengaran. Itulah setan,
dia bisa merasuk pikiran orang dengan pikiran jahat.
Soal
ketidakadilan dalam penghukuman, mari kita luruskan duduk perkaranya.
Ular dalam peristiwa taman Eden adalah penggoda, bukan yang digoda.
Iblis yang digambarkan sebagai ular, adalah malaikat yang jatuh ke dalam
dosa (Yesaya 14:12-15). Iblis, si malaikat yang jatuh ke dalam dosa
telah dibuang dari surga mulia, ke liang kubur yang hina. Nah, iblis ini
bukan materi melainkan mahluk roh. Dia tidak bisa mati, bisa ke mana
saja, melintasi ruang dan waktu. Keberadaan iblis hanya di bawah
keberadaan Allah, yang bisa berada di mana saja pada saat bersamaan,
sementara iblis bisa di mana saja tapi tidak pada saat bersamaan.
Jumlahnya ada banyak. Jadi iblis sudah ada dalam dosa sebelum manusia
diciptakan, dan iblis bukan materi (bertubuh). Ingat, iblis sudah
menerima hukumannya, dan dia berusaha mencari banyak pengikut bagi
dirinya, termasuk manusia pertama, Adam dan Hawa. Inilah duduk
perkaranya. Iblis adalah terhukum, sipenggoda, dan sedang menjalankan
maksud jahatnya. Iblis sudah terhukum, hanya saja karena dia bukan
materi, melainkan mahluk roh, dia tidak bisa mati, dan tidak terkurung
dalam ruang dan waktu.
Kembali ke Adam dan Hawa, mereka diciptakan
sebagai mahluk jasmani dan rohani. Dalam ketidak berdosaan mereka
sempurna, namun terbatas dengan ketetapan hukum Allah. Hukum utama yang
harus mereka taati adalah: Tidak memakan buah yang Allah larang. Jika
melanggarnya, maka manusia akan mati (Kejadian 2:16-17). Dan, kita
sama-sama mengetahui bahwa manusia melanggarnya dan menjadi terhukum.
Siapa penggodanya? Iblis! Jadi sangat jelas posisi manusia dan iblis
berbeda. Iblis memang sudah berdosa, terhukum, dan terbuang dari surga.
Sementara manusia adalah penerima hukum yang berkewajiban untuk
mentaatinya. Posisinya sangat berbeda bukan? Sehingga adalah wajar jika
konsekwensi hukumnya juga berbeda. Jelas, keputusan yang ada justru
sangat adil.
Manusia yang jatuh ke dalam dosa, harus menanggung
konsekwensi pelanggarannya, yaitu mati, baik rohani maupun jasmani.
Rohaninya langsung mati, yang juga disebut terpisah dari Allah. Itu
sebab ketika Allah datang menusia menyembunyikan dirinya. Juga mati
jasmaninya, tapi dalam proses waktu. Manusia yang tadinya bersifat kekal
sebelum kejatuhan ke dalam dosa, akan termakan waktu. Menua dan mati.
Di era Adam kehidupan mencapai 1000 tahun. Sementara setelah era Nuh
tinggal 120 tahun. Lalu Musa yang berumur 120 tahun berkata, bahwa hidup
manusia hanya 70-80 tahun saja. Selebihnya adalah kesusahan karena
ketuaan. Jelas ini adalah hukuman akibat kejatuhan ke dalam dosa.
Dalam Kejadian 3:15; jelas dikatakan, bahwa keturunan perempuan
(manusia) dan keturunan ular (iblis), akan terus bertempur. Lagi-lagi,
jelas sekali posisi manusia dan ular sangat berbeda, bahkan
berseberangan. Nubuat ini digenapi dengan tersalibnya Yesus Kristus,
tumitnya diremukkan, namun dari atas kayu salib Yesus Kristus meremukkan
kepala ular. Sebagai keturunan perempuan (Matius 1:1-17), itu sebabnya
Yesus disebut sebagai anak Daud, atau singa Yehuda. Untuk menebus dosa
manusia yang jatuh ke dalam dosa, maka Yesus, manusia yang tidak
berdosa, disalibkan, dan darah-Nya yang suci tertumpah menebus dosa
manusia.
Akhirnya, jelas bukan, mengapa
manusia yang mendapat anugerah keselamatan, sementara setan tidak.
Ingat setan memang terhukum yang terus-menerus mencari korban untuk
disesatkannya. Setan adalah mahluk roh, bukan materi, sehingga dia tak
pernah mati, sekaligus tak mendapat penebusan. Setan tak pernah susah,
selain menyusahkan, dan dia adalah penguasa alam maut. Tapi manusia
mengalami akibat dosanya, kesusahan yang terus-menerus.
Puji Tuhan,
DIA yang Maha adil, yang mengasihi kita, manusia berdosa, dan menebus
orang yang berkenan kepada-Nya. Dalam kedaulatan dan keadilan-Nya
menghukum si penguasa alam maut, dengan mengalahkan maut diatas kayu
salib (Ibrani 2:14-16).