Dicari Pemimpin Seperti Ayub
Integritas
semakin langka di muka bumi ini. Lebih mudah dijumpai orang yang tidak
berintegritas, daripada mereka yang berintegritas, sehingga semakin
sulit menemukan orang yang dapat dipercaya. Lantas apa sebenarnya yang
dimaksudkan integritas di dalam Alkitab? Dalam Ayub 2: 3 disinggung
tentang Ayub sebagai sosok berintegritas dengan beberapa aspeknya, yaitu
saleh, jujur, takut akan Allah dan menjauhi kejahatan. Ayat yang sama
juga menceritakan bagaimana Ayub tetap tekun dalam kesalehannya. Di sini
tentu tidak sedang membicarakan tentang pergumulan Ayub, tapi lebih
menilik kualitas integritasnya.
Dalam Kamus Inggris-Indonesia, kata
Integrity diterjemahkan sebagai “Menjauhi Kejahatan“. Menarik, orang
yang berintegritas adalah orang yang menjauhi kejahatan. Lalu apa yang
dimaksud dengan menjauhi kejahatan? Tentu banyak hal untuk
mendefinisikannya, tapi ini dekat dengan aspek kesejalanan/
seiring-sejalan antara perkataan dan perbuatan, ini integritas.
Artinya, apakah perkataan itu adalah benar, dan memang benar-benar akan
dilakukan, sehingga layak untuk membuat semacam “gentlemen agreement“.
Mencari orang seperti ini tentu saja amatlah sulit. Alih-alih orang
dapat dipegang kata-katanya, sering kali sudah ada kontrak, lengkap
dengan klausulnya pun lantas coba diakali agar terhindar dari
kewajiban. Ironis! Ini bukan saja bisa terjadi pada orang dunia, tapi
juga orang kristen, orang gereja, atau bahkan pendeta. Justru yang
kerap membuat orang kecewa berat adalah kalau itu terjadi di atau dengan
orang gereja. Karena orang berpikir apa yang dikatakan, apa yang
dibicarakan, yang menjadi semangat bersama itu adalah sesuatu yang
benar. Kebenaran yang akan dijaga dan dilakukan dan tidak mungkin
dilupakan atau dihianati. Tetapi faktanya, penghianatan itu justru
tampak nyata. Intergritas adalah suatu hal yang perlu digumulkan, di
mana antara kata dan fakta yang dilakukan itu dapat sejalan. Jika
tidak, itu adalah suatu kejahatan (merujuk terjemahan integrity).
Menjauhkan
diri dari kejahatan juga berarti, dia tidak akan melanggar apa yang
telah diucapkan dan tidak akan mengubah janjinya. Dia akan menanggung
segala konsekuensinya, sekalipun akibat dari janji yang dibuat adalah
hal yang pahit dan merugikan dia. Tapi dia berani menerima dan
menanggung itu. Integritas menunjukkan suatu nilai yang luar biasa,
sehingga antara kata dan fakta, kata dan kelakuan itu sejalan.
Janganlah kiranya orang menyebut kita sebagai “munafik“, seperti apa
yang dilakukan banyak pemimpin yang hanya berucap kata tapi tidak pernah
melakukannya. Mereka berkata “jangan ini“, tetapi sesungguhnya mereka
sendiri berbuat itu. Lagi-lagi ironis. Amat sangat mudah ditemui
pemimpin munafik dikolong langit ini dengan segala perilaku yang
tidakterpuji. Karena itu pemimpin yang bermutu perlu diciptakan. Ada
beberapa aspek yang dapat menunjukkan bahwa pemimpin itu bermutu:
1. Keseimbangan kata dan fakta.
Ini
berbicara tentang keberanian untuk menanggung segala konsekuensi akibat
dari apa yang dikatakan. Orang seperti ini tidak melarikan diri dari
dampak yang ditimbulkan. Karena itu dia disebut orang yang tidak
munafik.
2. Katakan “Benar“ untuk “Benar“, dan “Salah“ untuk “Salah“.
Ini
adalah kebalikan dari orang munafik. Orang seperti ini adalah orang
yang dapat dipercaya, yang memiliki kegairahan untuk hidup benar
sehingga dia tidak menyerempet ke dalam kejahatan, apalagi terjebak di
sana. A adalah A, dan B adalah B, apapun konsekuensi yang akan
diterimanya, harus dijalankan, harus diwujudkan, dan dia berani
bertangungjawab atas apa yang telah diucapkan. Baginya lebih baik rugi
daripada untung, tapi mengingkari janji. Lebih baik tidak untung, kalau
karena itu dia harus berkata tidak jujur dan melanggar ucapan sendiri.
Alangkah indahnya jika kita menemukan orang yang dapat dipercaya.
3. Jujur
Katakan
“Ya“ untuk “Ya“, dan “Tidak“ untuk “Tidak“,memang bisa disebut sebagai
kejujuran, tapi itu lebih terkait pada sebuah prinsip dan sikap yang
memang memiliki korelasi dengan kejujuran. Tetapi jujur yang dimaksud
di sini lebih kepada konteks situasi di mana anda mendapatkan sesuatu
sangat berharga yang orang lain tidak tahu. Dalam situasi ini anda bisa
saja berdusta, apalagi anda tidak punya kewajiban untuk berkata
(jujur/sebenarnya) benar tentang hal itu. Dalam konteks itu Anda tidak
punya kewajiban tertentu, karena itu anda bisa saja tidak jujur, dan
orang tidak tahu tentang hal itu. Tapi kemudian batin ini gelisah.
Orang memang tidak tahu, tetapi apakah aku bisa hanya diam saja? Lalu
kemudian bertanya pada diri tentang bagaimana seharusnya yang dapat
dilakukan, bagaimana aku melakoni kehidupanku, bagaimana seharusnya aku
menjalani hari-hariku, agar aku tidak terjebak dan akhirnya menjadi
korban dari ketidakjujuran diri yang menenggelamkan.
Kejujuran akan
memberi orang nilai diri. Dikenal sebagai seorang jujur, dikenal
sebagai orang yang memegang prinsip itu menyenangkan. Pertama, karena
anda tidak munafik; Kedua, Anda bisa dipegang omongannya, orang yang
memiliki integritas; Ketiga, anda terkenal jujur, tidak memanfaatkan
situasi apapun untuk keuntungan diri. Jujur dalam bereaksi, jujur dalam
mencermati, jujur dalam memberikan pendapat apapun dalam kehidupan
ini. Karena itu, dalam setiap pergumulan kehidupan, itu yang harus
dilakoni. Setiap pemimpin harus memainkan peran itu. Tetapi, ketika
menjalaninya bukan berarti semua akan berjalan mulus. Seperti apa yang
diceritakan dalam kitab Ayub, setan akan terus mengutak-atik, menggoda
untuk menjadi orang yang senang bermunafik ria. Setan akan menggoda
untuk tidak perlu bertanggungjawab atas apa yang telah diucapkan. Kalau
perlu dirubah di tengah jalan: “ Ya“ menjadi “Tidak“ dan “Tidak“
menjadi “Ya“.
Realita yang ditemui ternyata jauh berbeda. Ada
lebih banyak pemimpin yang justru tidak memiliki kriteria sebagai
pemimpin bermutu, seperti dijelaskan sebelumnya. Terlalu mudah
menemukan pemimpin yang berkata “A“, tapi bertindak “B“. Mudah
menemukan pemimpin yang sepertinya simpati kepada rakyat miskin, tapi
sejatinya tak lebih dari usaha “menjual“ orang miskin demi keuntungannya
sendiri. Karena itu setiap pemimpin harus betul-betul sadar diri, dan
tahu posisi, supaya integritasnya dapat terbangun, lebih-lebih lagi jika
itu adalah rohaniawan. Kalau rohaniawan dan para pendeta tidak lagi
bisa dipercaya, lalu apa lagi yang akan terjadi. Ini mengerikan sekali.
Saat ini diperlukan pemimpin, hamba-hamba Tuhan yang berintegritas,
yang selalu mau menjauhkan diri dari kejahatan dengan tidak munafik.
Menjauhkan diri dari kejahatan dengan menjaga perkataannya, “Ya“ untuk
“Ya“, dan “Tidak“ untuk “tidak“, memelihara kejujuran, dan jujur dalam
setiap aspek kehidupan. Semoga anda dan saya ada di sana, melakukan hal
yang sama, diinspirasi oleh kebenaran Firman Allah, dan hidup kita
menjadi hidup yang luar biasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.