Ada orang yang bingung dengan masalah kejatuhan Adam ke dalam dosa. Apakah Allah sudah
menetapkan dosa? Pernyataan yang sering saya dengar adalah segala
sesuatu ditetapkan oleh Allah, tetapi dosa diijinkan oleh Allah. Inilah
yang membingungkan.
Jika diijinkan, kapan peristiwa mengijinkan itu?
Apakah pada saat peristiwa itu akan terjadi atau dari kekekalan? Jika
pengijinan terjadi saat Adam makan buah, maka penetapan akan kematian
Kristus juga ditetapkan saat itu juga sehingga kesimpulan saya adalah,
Allah tidak merencanakan segala sesuatunya dari kekekalan, dan rencana
Allah tidak tergantung pada Allah, tetapi pada situasi. Bagaimana
memahami hal ini?
Memang ini telah menjadi pertanyaan banyak orang.
Penjelasan tentang Allah mengijinkan manusia berdosa, menurut hemat saya
sangat jauh dari fakta Alkitab. Untuk itu, mari kita teliti satu demi
satu menurut Alkitab tentang kejatuhan.
Pertama, adalah fakta bahwa
Tuhan menciptakan manusia sempurna, segambar dan serupa dengan Diri-Nya
(Kejadian 1:26-28). Dan, manusia diberi kuasa untuk mengelola kehidupan
seluruh ciptaan lainnya. Bahkan Mazmur 8 berkata: “Engkau telah membuat
manusia hampir sama seperti Allah!” Sebuah gambaran yang sangat terang
benderang betapa sempurnanya manusia sebagai ciptaan. Dalam
kesempurnaannya, manusia menerima ketetapan hukum Tuhan, karena manusia
mampu memahami dan menjalaninya. Ini suatu kehormatan yang memanusiakan
manusia, lebih dari ciptaan lainnya yang tidak ditetapkan sebuah hukum.
Hanya pada manusia, karena dia penguasa bumi. Namun ingat, sebuah hukum
pasti memiliki konsekwensi.
Kedua, adalah pertanyaan apakah Allah
telah menetapkan dosa? Jelas, tidak! Allah tidak pernah menetapkan
manusia untuk jatuh ke dalam dosa, juga tidak mengijinkannya, bahkan
sebaliknya, Allah murka ketika manusia jatuh ke dalam dosa. Yang
ditetapkan Allah adalah hukum, yaitu: “Janganlah engkau memakan buah
pengetahuan!” (Kejadian 2:16-17). Dan sangat jelas akibatnya, jika
memakan maka manusia akan mati rohani dan jasmani, (berdosa, terpisah
dari Allah, dari sumber hidup). Jadi manusia berdosa karena melanggar
hukum Allah, dan bukan ditetapkan Allah, bahkan Allah menghukum manusia
atas dosa yang diperbuatnya (bandingkan 1 Korintus 15:22). Mata Tuhan
terlalu suci untuk melihat kejahatan, bagaimana mungkin Dia menetapkan
atau mengijinkan (bandingkan Habakuk 1:13). Bahkan Tuhan memalingkan
wajah dari dosa dan kejahatan (Yesaya 59:1-2). Dan masih banyak catatan
Alkitab lainnya.
Manusia jatuh ke dalam dosa karena tidak percaya
kepada ketetapan hukum Tuhan, dan lebih percaya kepada godaan setan
(Kejadian 3). Jadi, kejatuhan ke dalam dosa bukan karena
ketidakberdayaan manusia terhadap setan, melainkan karena
kekurangpercayaan manusia kepada Tuhan. Ketidaktaatan, itulah penyebab
dosa. Bukan rancangan Tuhan.
Mengapa manusia bisa jatuh? Atau mengapa
ada pohon? Bukankah itu bukti Tuhan terlibat? Itu gugatan banyak orang.
Padahal persoalan ini sangat sederhana. Manusia bisa jatuh karena dia
ciptaan, bukan pencipta. Malaikat pun bisa jatuh. Itu konsekwensi wajar
ciptaan. Yang malah aneh adalah, jika manusia tidak bisa jatuh. Jadi
Tuhan dalam mencipta manusia sempurna dalam ukuran ciptaan. Soal pohon,
bukan masalah selama mentaati hukum. Yang jadi persoalan adalah,
pelanggaran hukum, bukan pohonnya. Kita mengenal UUD, UU, dan KUHP, dan
kita akan dihukum jika melanggarnya. Apakah semua perundangan yang ada
itu salah? Jelas tidak! Bahkan dibutuhkan! Tapi melanggarlah yang
masalah. Tuhan terlibat dalam dosa? Jelas tidak! I tu sebab, Dia
menghukum pelanggaran yang membuahkan dosa. Tuhan justru merancang
kehidupan sempurna dengan adanya hukum. Kejatuhan manusia bukan karena
kurang sempurna, tetapi justru sebaliknya, tidak menghargai
kesempurnaannya. Manusia sempurna dalam keterbatasannya sebagai ciptaan,
tapi sayang, malah melanggar karena ingin tidak terbatas. Ironis bukan?
Jadi wajarlah hukuman mati dari Tuhan kepada manusia.
Tuhan tidak menetapkan manusia jatuh
ke dalam dosa. Penjelasan Alkitab sangat jelas, Tuhan benci pada dosa,
dan menghukum mati. Jika Dia yang menetapkan, maka jelas ini melanggar
hakekat Diri-Nya yang suci. Dia melanggar ketetapan-Nya sendiri yang
menghukum dosa. Logika ini sangat rawan bukan.
Tetapi, Tuhan memang
merencanakan keselamatan, bahkan di dalam kekekalan (Efesus 1:1-14).
Penting diingat, Tuhan merencanakan keselamatan, bukan kejatuhan dan,
janji keselamatan itu dinyatakan ketika manusia jatuh ke dalam dosa
(Kejadian 3:15). Jelas janji keselamatan bukan by accident. Jangan lupa,
Tuhan adalah Dia yang melampaui ruang dan waktu, yang maha dalam segala
hal, yang tak terbatas, dan kekal. Karena itu rencana-Nya pasti juga
kekal. Bukan sebuah reaksi spontan seperti manusia yang terbatas, yang
tidak maha. Jadi ketetapan Tuhan adalah soal keselamatan, bukan
kejatuhan.
Memang ada sebuah konsekwensi logis dalam berpikir
filosofis, yaitu, jika Tuhan menetapkan keselamatan sebelum dunia
dijadikan, bukankah itu berarti Dia juga yang menetap kan kejatuhan?
Jika tidak, tentu tidak perlu ada ketetapan penyelamatan? Ini adalah
pemikiran wajar. Namun, mari kembali ke Alkitab. Tidak sekalipun Alkitab
mengatakan, atau bahkan mengindikasikan, bahwa Tuhan menetapkan dosa.
Tapi bahwa itu bisa muncul dalam pemikiran manusia, sah-sah saja. Lalu
bagaimana menjelaskan hal ini?
Tuhan menciptakan manusia sempurna,
namun terbatas. Maka hakekat kesempurnaan manusia yang terbatas
adalah: Manusia dicipta tidak berdosa (sempurna), namun bisa jatuh
ke dalam dosa (ciptaan, terbatas). Jadi, kejatuhan adalah kemungkinan,
tapi bukan ketetapan. Dan kemungkinan terjadi, bukan karena diijinkan,
melainkan karena ketidaktaatan pada ketetapan yang ada. Dengan sangat
mudah kita bisa memahami hal ini dengan gambaran manusia sebagai
pencipta produk. Semua produk manusia tidak ada yang dirangcang untuk
gagal, tetapi bisa gagal. Artinya , jika produk itu bisa gagal, tidak
berarti ditetapkan gagal bukan? Bahkan diklaim sebagai tidak bisa gagal.
Mungkin Anda akan berkata, itukan ciptaan manusia, bukan Tuhan yang
sempurna? Baik, itu juga sederhana. Tuhan juga yang menciptakan hewan,
tumbuhan, alam semesta. Apakah ada salah satunya yang jatuh
kedalam dosa? Jelas tidak! Semua hanya terimbas dosa manusia. Mengapa
manusia bisa jatuh? Jangan lupa, ciptaan canggih, konsekwensinya juga
canggih bukan? Manusia adalah mahluk yang mampu berpikir, bahkan
berkomunikasi dengan Tuhan. Keunggulan sekaligus kerawanan atas
keunggulan, karena itu manusia yang tidak berdosa, bisa jatuh ke dalam
dosa, karena manusia bukan robot.
Inilah persoalannya! Kita menggugat Allah sebagai Sang Sempurna yang tidak
boleh gagal, lalu menerjemahkan kejatuhan manusia sebagai kegagalan-Nya.
Sungguh tidak adil bukan. Padahal yang gagal adalah manusia, dan gagal
dalam kemampuan untuk bisa tidak gagal, bukan tidak bisa tidak gagal.
Jelas Tuhan tidak menetapkan, atau mengijinkan dosa, karena tidak
sejalan dengan kesaksian Alkitab, dan pemahaman logis.
Kiranya ini boleh jadi perenungan dan berkat bagi kita semua. Selamat menikmati pergumulan teologis ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.