Kamis, 28 Februari 2013

Terobosan Anak Muda untuk Indonesia yang Bebas dari Intoleransi
 
Jakarta,PL.net – Banyaknya kejadian intoleransi yang terjadi di Indonesia membuat 20 anak muda yang menamakan dirinya Committee for Interfaith Tolerance Indonesia, atau yang disingkat CINTAindonesia untuk hadir membawa solusi berupa program dialog antar umat beragama.

CINTAindonesia merupakan komunitas yang fokus pada upaya pemberdayaan dan pengembangan pribadi dari pemuda dan pemudi terhada isu –isu toleransi yang sedang berkembang saat ini. Salah satu programnya adalah mengadakan roadshow ke beberapa kota yang ada di Indonesia, yaitu Lombok, Malang, Palembang, Manado, dan Jakarta, dengan jumlah peserta yang mencapai lebih dari 350 anak muda dari berbagai daerah.

Sabtu (22/02) bertempat di @atamerica, Pacific Place Jakarta, CINTAIndonesia menyelenggarakan sebuah diskusi keberagaman yang mengundang anak muda Jakarta dengan berbagai latar belakang dengan mengangkat tema besar “Dialog dalam Kemajemukan”

Ada beberapa pembicara yang turut hadir pada kegiatan tersebut antara lain, Scott Milgroom, Asisten Atase Hubungan Kebudayaan Kedutaan Amerika Serikat, Charaf Ahmimed, Ketua Unit Sosial dan Ilmu Kebudayaan, UNESCO, I Gede Pandu Wirawan, Pimpinan Lokal CINTAIndonesia. Alissa Wahid yang merupakan putri dari alm. Gus Dur juga menjadi salah seorang pembicara paling ditunggu pada kegiatan tersebut.

Melalui siaran pers yang diterima, hasil dari roadshow di berbagai kota ini terpilih pula Interfaith Ambassador dari masing-masing kota yang hadir di Jakarta pada acara puncak. Dengan berlangsungnya roadshow CINTAindonesia diharapkan tidak hanya mempromosikan semangat toleransi dan kerjasama antar sesama generasi muda, tetapi yang terpenting adalah menghasilkan pemuda Indonesia yang kongkrit bertindak sesuai nilai kebebasan beragama.

Minggu, 10 Februari 2013

Gereja di Makassar Dilempar 2 Bom Molotov
 
MAKASSAR- Sebuah Gereja di Makassar, Sulawei Selatan, dilempari bom Molotov oleh tiga orang tak dikenal yang mengendarai sepeda motor. Beruntung api di depan pintu gereja tidak membesar karena warga yang melihat kejadian tersebut langsung memadamkan api.

Aparat Polsekta Panakkukang yang menerima laporan warga mendatangi lokasi kejadian di Jalan Dirgantara 9, Kecamatan Panakkukang, Makassar. Polisi mengamankan sejumlah barang bukti berupa pecahan botol dan sumbu bom Molotov.

Polisi juga mengumpulkan keterangan dari sejumlah warga yang melihat pelaku melarikan diri usai melempari gereja, pada Minggu (10/2/2013) sekira pukul 04.15 Wita dini hari.

Menurut seorang saksi, Imanuel, para pelaku melempari gereja dengan dua bom Molotov. Beberapa warga sempat melakukan pengejaran terhadap pelaku yang berjumlah tiga orang. Namun mereka berhasil kabur sambil mengendarai dua sepeda motor.

Sementara itu, polisi masih menyelidiki motif teror tersebut dan menyiagakan sejumlah personel di lokasi kejadian


sumber:
http://news.okezone.com/read/2013/02/10/340/759474/gereja-di-makassar-dilempar-2-bom-molotov

Sabtu, 09 Februari 2013











Mengintip 'Gereja' Kaum Ateis di London
 
London - Sebuah tempat yang dijuluki sebagai gereja kaum ateis di London Utara, Inggris, kian ramai dikunjungi "umat"-nya. Diluncurkan bulan lalu, tempat ini disebut oleh Sanderson Jones, salah satu penggiatnya, sebagai "tempat untuk merayakan kehidupan".

Akhir pekan lalu, 300 orang mengunjungi gereja ini untuk bergabung dengan acara "kebaktian" Minggu. Alih-alih himne, atau mendengarkan khotbah, mereka mendendangkan bersama lagu-lagu Stevie Wonder dan Queen.

Menjelang tengah hari, pengunjung disilakan untuk mendengarkan presentasi dari seorang ahli fisika partikel, Dr Harry Cliff, yang menjelaskan asal-usul teori materi gelap. Namun, teori-teorinya yang rumit dibawakan secara santai, bahkan diselingi banyak ger-geran.

Jones menyatakan, kritik bahwa ateis tidak memiliki rasa adalah tidak benar. "Kami menundukkan kepala selama dua menit untuk berkontemplasi tentang keajaiban hidup," ujarnya. Ia menyatakan, kematian ibunya mempengaruhi perjalanan rohaninya: ia bertekad untuk mendapatkan hasil maksimal dari setiap detik waktu yang berjalan dan menyadari hidup terlalu singkat dan tidak ada yang datang setelah itu.

Pengunjung, umumnya adalah kaum muda kulit putih dari kelas menengah, satu per satu membuat penyataan mengapa mereka meninggalkan agama lamanya dan memutuskan menjadi ateis.

Namun, tak sedikit yang datang hanya untuk merasakan "sensasi" baru. "Ini adalah alasan bagus untuk menjalin kebersamaan dan memiliki sedikit semangat komunitas, tetapi tanpa aspek agama," kata Jess Bonham, seorang fotografer. "Ini bukan gereja, ini hanya kumpulan jemaat orang-orang yang tidak religius."

Jumlah orang yang menyatakan diri menjadi tidak beragama di Inggris meningkat lebih dari 6 juta orang sejak 2001, menjadi 14,1 juta menurut sensus terakhir. Angka inilah yang membuat Inggris negara yang paling sekuler di Barat.

Jones membenarkan hasil survei itu. Ia mengatakan mereka mulai kewalahan atas reaksi publik terhadap kemunculan gerejanya. Hampir tiap hari, katanya, pengunjung membanjir. Itulah sebabnya dia berpikir untuk membuka gereja yang sama di setiap kota di Inggris. "Saya ingin melakukan ini karena saya pikir itu akan menjadi hal yang indah," ujarnya.

Di seberang gerejanya, berdiri dua gereja lain, St Jude dan St Paul. Tiap pekan, gereja ini hanya didatangi sekitar 30-an orang jemaat, untuk menyanyikan lagu pujian dan mendengarkan pembacaan Alkitab.

Namun, pendeta Harrison, seorang pengkhotbah Kristen selama 30 tahun, mengatakan ia tidak melihat tetangga barunya sebagai ancaman. Ia percaya perjalanan rohani mereka akhirnya akan menuntun mereka kepada Tuhan. "Mereka hanya harus mulai dari suatu tempat," katanya. (DAP)


sumber:
http://www.tempo.co/read/news/2013/02/05/117459182/Mengintip-Gereja-Kaum-Ateis-di-London


NU Anggap Islam Transinternasional Ancam NKRI 
 
Purwakarta - Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Said Agil Siradj menengarai adanya gerakan dari organisasi Islam transinternasional yang membahayakan keberadaan Negara Kesatuan Republik Indonesia. "Ciri (orangnya) yang berjanggut-janggut itu," kata Agil saat ditemui Tempo seusai berceramah pada peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di Pondok Pesantren Al-Hikamussalafiyah Wanayasa, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, Kamis, 7 Februari 2013.

Namun, dia tak mau menyebutkan secara eksplisit nama-nama organisasi Islam transinternasional yang bergerak di Indonesia itu. Agil hanya menyebutkan, ciri-ciri orang yang bergerak dalam organisasi itu selalu ingin mengidentikkan Islam dengan Arab. "Pengertian itu jelas keliru," ujar kiai yang dekat dengan almarhum Gus Dur ini.

Agil menegaskan, mayoritas umat Islam di Indonesia, terutama jamiah Nahdlatul Ulama yang beranggotakan 60 juta orang, tidak tertarik sama sekali dengan gerakan Islam transinternasional itu. Sebaliknya, NU senantiasa akan memagari NKRI dari segala rongrongan aliran keagamaan yang tidak sesuai dengan asas Ahlusunnah-waljamaah.

Agil juga menyatakan ketidaksetujuannya jika Islam dijadikan ideologi politik. "(Islam) tidak usah dijadikan ideologi poitik," ucapnya. Jika Islam dijadikan ideologi politik, suatu ketika akan berdampak negatif. "Contohnya, ada pimpinan partai Islam ditangkap KPK, kan jadi memalukan Islam," ujarnya.(MWP)



sumber:
http://www.tempo.co/read/news/2013/02/07/173459743/NU-Anggap-Islam-Transinternasional-Ancam-NKRI

Rabu, 06 Februari 2013

Aum Shinrikyo


Ramainya pembicaraan mengenai “kiamat 2012” sedikit banyak mengingatkan kembali kita pada nama “Aum Shinrikyo”. Walaupun menghilang cukup lama pemberitaannya sejak pertengahan medio 1990-an dan kalah pamor dengan aksi-aksi terorisme bernuansa 11 September, rekam jejak Aum Shinrikyo sebagai sebuah sekte dengan manifestasi tindakan teror, menjadi hal yang tak akan terlupakan.

Secara terminologis Aum Shinrikyo (オウム真理教 Ōmu Shinrikyō) berasal dari bahasa Sansekerta “Aum” yang berarti alam semesta, dan “Shinrikyo” yang bermakna agama kebenaran. Aliran keagamaan ini diakui secara resmi oleh otoritas Jepang pada tahun 1989 dan mempunyai beberapa alias, seperti Aum, Aleph, dan Kebenaran yang Tertinggi (Supreme Truth).

Aum Shinrikyo, sebuah sebuah kultus keagamaan, di awal pembentukannya tidak banyak berbeda dengan kultus-kultus keagamaan lain di Jepang yang membawa nuansa Gerakan Zaman Baru (New Age Movement). Karakteristiknya pun tak jauh berbeda: kuatnya personalitas pimpinan, kepercayaan terhadap tanda-tanda zaman yang menuju suatu akhir waktu tertentu, serta sinkretisme yang harmonis.

Pemimpin kultus, atau sebuah sekte keagamaan sering menjadi pintu yang tepat dalam mempelajari bagaimana aliran tersebut terbentuk dan berkembang. Sang pendiri, Shoko Asahara (nama alias dari Chizuo Matsumoto), dikisahkan mulai membangun aliran ini dari sebuah kamar apartemennya di Tokyo pada tahun 1984. Metode kultus ini tampak dari kegiatan yoga dan meditasi yang menjadi awal perekrutan anggota. Hanya dalam beberapa tahun, popularitas aliran ini meningkat pesat, tidak hanya di kalangan awam, tapi juga di kelompok-kelompok mahasiswa. Tahun 1995, kelompok ini mengklaim sudah memiliki 40.000 anggota di seluruh dunia dengan 9.000 diantaranya berada di Jepang. Dengan jumlah anggota sebanyak itu, perkiraan uang yang bisa dikumpulkan oleh kultus ini melalui berbagai skema pada masa puncaknya mencapai 1,5 milyar USD.

Sisi menarik yang patut dicatat dalam perkembangan kelompok ini adalah bagaimana Asahara mampu membangun sinkretisme dari Budha, Hindu, dan doktrin-doktrin kekristenan tentang akhir zaman. Sebuah nubuatan yang populer dilontarkan oleh Asahara mengenai akhir dunia yang disebabkan Perang Dunia III sehingga menciptakan apa yang disebutnya “Armageddon” nuklir. Tidak itu saja, sama seperti sang mesias yang menebus dosa dunia, Asahara yang juga pernah mengklaim dirinya sebagai “kristus”, mempunyai misi yang sama.

Nubuatan-nubuatan akhir zaman dan suara-suara kenabian yang diucapkan Asahara, yang juga otomatis menjadi kebijakan aliran, berubah menjadi bencana tatkala teror mulai dilancarkan. Tapi sebenarnya, lampu kuning terhadap potensi kekerasan dalam skala besar dari kelompok ini sudah terekam ketika beberapa percobaan pembunuhan dan tindakan kekerasan lainnya, terutama kepada para anggotanya yang coba keluar, terjadi dalam kelompok ini sebelum insiden terbesar: teror gas sarin di Tokyo tahun 1995.

Pada 20 Maret 1995, beberapa anggota Aum Shinrikyo memasuki lima kereta bawah tanah yang penuh penumpang dan mulai melepaskan gas sarin yang mematikan. Akibatnya 12 orang meninggal dan ribuan orang ikut terkena dampak baik langsung maupun tidak langsung dari gas mematikan yang mulai digunakan pada masa NAZI. Horor yang tercipta dari kejadian tersebut sempat melumpuhkan transportasi Tokyo. Dan dalam waktu kurang dari 48 jam, otoritas berwenang mulai menyerbu semua fasilitas yang berhubungan dengan Aum Shinrikyo. Sekitar 200 orang kunci Aum Shirinkyo langsung ditahan. Sebagian besar langsung didakwa dengan ancaman hukuman tiga tahun. Sang pemimpin, Shoko Asahara sendiri, divonis hukuman mati pada tahun 2004.

Entah pesan apa yang ingin disampaikan oleh Shoko Asahara lewat aksinya ini. Rasionalitas dalam konteks peradaban modern sulit untuk menemukan persinggungan aksi ini dengan bangunan peradaban modern yang ada di Jepang. Satu-satunya hal yang bisa ditemukan adalah: ‘irasionalitas’ dari aksi ini. Bukannya kelompok ini tidak pernah melakukan aksi yang ‘rasional’. Setidaknya mereka telah menempuh mekanisme elektoral, walaupun gagal total. Mindset mereka sebagai sebuah kelompok milenial tidak mampu dikomunikasikan secara politik. Mungkin ini pula yang menjadi titik balik bagi strategi ‘non-elektoral’ mereka. Bagi mereka, semua bangunan peradaban modern serta struktur masyarakat sekarang tidak mampu memenuhi tujuan mereka, dan satu-satunya cara yang ‘rasional’ bagi mereka adalah mengaborsi struktur masyarakat yang seperti itu.

Metomorfosis dari kelompok berbasis religius menjadi kelompok teror menjadi perdebatan tersendiri. Pola ini sebenarnya tidak jarang terjadi, suatu gerakan kesalehan yang kemudian menjadi ‘berbahaya’ juga terjadi pada kelompok lain.

Tahun 1984, sebuah kelompok keagamaan di bawah pimpinan Bhagwan Shree Rajneesh (alias Osho), melancarkan bio-terorisme dengan menyebarkan bakteri salmonela di 10 rumah makan di The Dalles, Oregon. Akibatnya 750 orang menjadi sakit. Komunitas tersebut, yang kemudian dikenal dengan nama Rajneeshpuram, menekankan pada mistisisme timur, pemujaan individu, dan yang paling kontroversial adalah penekanan terhadap kebebasan seksual. Meskipun masih menjadi perdebatan kenapa kelompok ini melakukan tindakan berbahaya tersebut, dugaan akan konflik horisontal dengan masyarakat atau komunitas lokal menjadi hipotesis kuat kenapa mereka melakukan tindakan berbahaya tersebut.

Bagaimana di Indonesia? Apakah kemunculan kultus-kultus dan sekte-sekte tertentu punya potensi destruktif bagi struktur sosial yang ada? Memang keberadaan kelompok-kelompok sempalan atau kultus tertentu di Indonesia tetap ada dan berkembang, walaupun sering berlindung di bawah identitas agama resmi tertentu. Ancaman dan diskriminasi menjadi karakter yang muncul tatkala sebuah sekte atau kultus mencoba berkembang secara kuantitas. Jadi, potensi untuk melakukan tindakan teror kepada masyarakat masih minor, justru sebaliknya, kelompok ini yang berpotensi besar menjadi korban.

Setidaknya, Aum Shinrikyo, menjadi sebuah catatan tersendiri mengenai benturan antara masyarakat dan struktur masyarakat yang dilaksanakan oleh suatu pemerintahan tertentu dengan semangat zaman tertentu pula. Peradaban modern disertai rasionalitas ketat, tidak serta merta menghapus nilai-nilai konservatisme atau tradisionalisme. Permasalahan terjadi tatkala semangat tradisionalisme, yang bisa dengan mudah dibungkus label-label religius, berkumpul dan berwujud sebuah komunitas anarkhis yang menolak, sekaligus ditolak, oleh bangunan peradaban yang ada. Bagi kelompok semacam ini, satu-satunya bahasa yang bisa dikomunikasikan dan dimengerti ‘status quo’ adalah teror.