Jangan Salahkan (Ilmu) Pengetahuan
Pdt. Bigman Sirait
“Takut dan hormat akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan,
tetapi orang-orang bodoh benci akan kebijaksanaan dan didikan.” (Amsal 1:7)
tetapi orang-orang bodoh benci akan kebijaksanaan dan didikan.” (Amsal 1:7)
ILMU dan
iman merupakan entitas yang terkesan berlawanan. Meskipun sejatinya
tidaklah demikian. Tapi karena klaim banyak pembicara dan tidak sedikit
para pengkhotbah, dugaan miring itu bergulir menjadi semacam
“kebenaran”, meski sebenarnya tidaklah tepat. Ada hal menarik yang
dapat ditarik dari Amsal 1:1-7 ini. Berbanding terbalik dengan banyak
para pengkhotbah tadi, penulis Amsal justru menunjukkan sesuatu yang
berlainan sama sekali. Pengetahuan dilihatnya bukan sebagai sesuatu
yang haram, dan karenanya patut disingkirkan, atau setidaknya diletakkan
jauh-jauh dari iman. Menarik, penulis Amsal justru menstimulus,
merangsang orang justru untuk memiliki pengetahuan. Pengetahuan bagi
pengamsal bukan barang haram, sebaliknya, justru sebuah keharusan. Tak
sedikitpun penulis Amsal coba mengonfrontasikan pengetahuan dengan
iman. Sebuah tindakan yang justru berbeda sama sekali dengan banyak
komentator kitab suci (baca pengkhotbah) yang kerap mengonfrontasikan
iman dengan pengetahuan. Seolah-olah iman tidak memerlukan pengetahuan,
begitu pula sebaliknya.
Benar, pengetahuan memang tidak boleh
mengantikan iman, tapi bukan berarti mengonfrontasikan keduanya adalah
tindakan yang benar. Sebab kesejatian sebuah pengetahuan tidak ada, dan
tidak akan salah, jika dibangun di atas dasar yang benar, yakni iman
yang benar kepada Allah. Tidak dapat dipungkiri jika ada satu atau dua
orang Ateis yang membuat teori pengetahuan bahwa Allah tidak ada. Namun
dengan demikian tidak berarti orang boleh menjadikannya sebagai
pembenaran untuk menyalahkan secara keseluruhan atau menggeneralisir
bahwa pengetahuan itu tidak benar atau haram. Karena Alkitab tidak
menyebutkan bahwa pengetahuan itu salah/haram. Alkitab justru
mengatakan kepada kita, bahwa pengetahuan itu penting, asalkan diawali,
dan didasari pada: “Takut dan hormat akan TUHAN adalah permulaan
pengetahuan, tetapi orang-orang bodoh benci akan kebijaksanaan dan
didikan”.
Dengan demikan orang seyogyanya tidak serampangan dalam
menyikapi pengetahuan. Perlu kebijaksanaan, perlu utuh, perlu tepat
menyikapi sesuai dengan yang seharusnya. Sehingga orang tidak terjebak
dalam pemikiran yang salah kaprah dalam menyikapi apa itu pengetahuan.
Berasal dari Allah
Pengetahuan
sesungguhnya berasal dari Allah. Itulah fakta pertama yang tak
terbantahkan. Tidak ada hal apapun di seluruh jagad raya ini yang tidak
berasal dari Dia. Segalanya itu tersebab oleh Dia. Allah yang
menciptakan alam semesta, dan Allah juga yang menciptakan manusia
segambar dan serupa dengan Dia. Yang olehnya manusia memiliki
“konsekuensi”, memiliki kemiripan dari kesegambarannya dengan Allah
itu. Satunya diantaranya adalah kemampuan untuk berpikir, kemampuan
untuk berpengetahuan. Jikalau manusia tidak dapat berpikir, mana
mungkin Allah memberikan ketetapan-ketetapan kepadanya, karena toh
percuma, sia-sia saja, manusia tentu tidak akan mengerti apa itu maksud
dari ketetapan itu. Justru karena manusia dianggap mampu dan mengerti,
maka diberikanlah ketetapan-ketetapan, sehingga dapat dicerna sebagai
sebuah pengetahuan.
Jikalau manusia tidak berpengetahuan, maka
dikasih tahu pun tidak akan tahu. Sebaliknya, karena manusia
berpengetahuan, diberi tahu, maka dia akan mampu dan dapat mencerna
dengan otaknya. Pengetahuan berasal dari Tuhan. Tuhan yang memberikan
pengetahuan.
Pengetahuan juga merupakan bukti keunggulan manusia dari
hewan. Friedrich Schleiermacher, seorang filsuf dari Jerman pernah
mengatakan: ”Manusia adalah binatang berrasio!” Kalimat ini tentu perlu
diperhatikan, dicermati, dan dengan hati-hati disimak. Sebab,
sebenarnya hal ini bukanlah satu-satunya keunggulan, tapi hanya salah
satunya. Keunggulan yang paling tinggi sesungguhnya, adalah diciptakan
serupa dan segambar dengan Allah.
Sebagai manusia yang
berpengetahuan, manusia berbeda dengan binatang. Ini menjadi satu
keunggulan pada diri manusia. Kalau kemudian pengetahuan dipakai
melawan Tuhan, an-sich bukan kesalahan pengetahuannya, tapi
manusianya. Seperti juga fungsi pisau, dapat dipakai untuk memotong
daging, tapi pada sisi lain juga dapat diselewengkan, digunakan untuk
membunuh. Jika ada orang yang terbunuh oleh alat pisau, maka bukan
pisau itu yang jahat, tapi orangnya.
Bagaimana nilai manusia menjadi
tinggi, menjadi luar biasa, itu yang penting dipikirkan. Dan
pengetahuan pula yang sesunggunya memanusiakan manusia. Pengetahuan
membuat manusia dapat membuat aturan hukum, karena itu ada
undang-undang, ada peraturan yang bisa dibuat. Ini menjadikan manusia
hidup dalam satu tata-tertib yang dibangun dalam kehidupan bersama.
Manusia bukanlah manusia jika hidup tanpa ada aturan, yang merupkan
produk pengetahuan. Karena itu pengetahuan harus dihargai dan
ditempatkan pada tempat yang setepat-tepatnya. Melihat hanya dari
fenomena pengetahuan, pastilah akan bermuara pada kebahayaan. Dan
Alkitab tidak membicarakan hal itu. Alkitab justru membicarakan
pengetahuan sejati, pengetahuan yang terikat kepada sumber segala
pengetahuan, yaitu sang pencipta, Allh itu sendiri.
Kegunaan Pengetahuan
Pengetahuan
membuat orang mengerti kebesaran Allah. Semakin tinggi orang belajar,
entah itu tentang tata surya, tentang alam dan jagad raya, seharusnya
orang semakin tahu, betapa besar Allahnya. Bentangan yang hebat dari
alam semesta, guliran jagad raya ini menjadi pemikiran-pemikiran penting
luar biasa, menunjukkan teramat akbar Dia. Adalah bijak jika orang
kemudian belajar sebanyak-banyaknya tentang apa itu pengetahuan, tetapi
ada dalam kerangka mengerti kebesaran Tuhan. Itulah pengetahuan yang
tunduk pada kebenaran sejati. Maka tahulah kita betapa besarnya Allah.
Dengan
pengetahuan, manusia juga dapat mengerti kehendak Allah, apa yang Allah
mau untuk kita lakukan dalam hidup ini. Ada banyak jenis ilmu
pengetahuan: ilmu sosial yang mencoba mengerti bagaimana orang
bermasyarakat, bagaimana berhubungan satu dengan yang lain; ilmu
psikologi orang belajar pikiran-pikiran orang, namun mengerti hal itu
bukan untuk meniadakan atau menguasai orang lain, sebaliknya mengerti
bagaimana hidup bersama. Bagaimana membangun
hubungan-hubungan. Bukankah hal ini merupakan bentuk kegunaan
pengetahuan yang mengemuka dan dapat dinikmati?
Dengan pengetahuan
orang dapat mengerti kebesaran Allah, mengerti kehendak Allah, dan mampu
mengelola alam semesta yang Tuhan berikan ini. Sehingga bukan saja
mengerti kebesaran Tuhan dari alam semesta, tapi juga tahu bagaimana
mengelolanya. Kita kemudian tahu keseimbangan yang
dibutuhkan. Bagaimana pengunaan air yang bertanggungjawab, bagaimana
memakai minyak bumi yang ada supaya tidak menjadi terperosok dalam
eksplorasi berlebihan.
Karena itu didiklah anak kita supaya mereka
berpengetahuan. Ajar mereka dalam kerangka dan terang yang
benar. Jangan sampai mereka menghianati pengetahuan. Ahli hukum
paling pintar main hukum. Ahli ekonomi bisa memutarbalikkan fakta
ekonomi yang ada untuk mencari keuntungan diri sendiri. Dengan demikian
orang hendaknya tidak menafikan betapa penting peran
pengetahuan. Tidak ada yang salah di pengetahuan, tapi yang salah
adalah orang yang tidak mampu menggunakannya dengan tepat. Takut akan
Tuhan adalah permulaan pengetahuan. Maka pengetahuan yang sehat adalah
pengetahuan yang memuliakan nama Tuhan.