Post Christianity Meningkat Di Amerika
Sementara
kebanyakan orang Amerika menyebut diri mereka sebagai orang Kristen,
sebuah studi yang dirilis Senin, 20/4 lalu oleh Barna Grup, menunjukkan
tren berbeda. Boleh saja orang menyebut diri Kristen, tapi realitasnya,
seperti dirilis Barna Group, banyak orang justru masuk dalam kategori
“Post Christianity”, yakni orang atau kelompok yang sudah tidak lagi
berakar pada asas dan prinsip penting dalam Kristen, meskipun secara
social mereka berada dan berasal dari lingkungan di mana-mana banyak
orang Kristen.
Umat yang berasal dan
berada di daerah kantong Kristen tidak menjamin bahwa mereka juga
penganut kristiani yang taat. Kecenderungan peningkatan orang dalam
kategori “Post Christianity” justru meningkat tajam. Menurut penelitian
Barna, berdasarkan analisis data dari hampir 43.000 responden yang
diwawancarai selama beberapa tahun terakhir, lebih 70 persen orang
dewasa Amerika memang mengidentifikasi diri mereka sebagai orang
Kristen. Namun 63 persen orang diantaranya masuk dalam peringkat
"rendah" pada skala “Post Christianity”. Sementara 28 persen dianggap
"cukup" dan sembilan persen dianggap "sangat" “Post Christianity”.
David
Kinnaman, presiden Barna Group, menjelaskan tujuan mencoba mengukur
tingkat “Post Christianity”, seperti dilansir ChristianPost dari laman
Barna.org, menyebut: hal ini dilakukan untuk melihat seberapa luas
wilayah wilayah yang terdampak sekularisasi. Meskipun orientasi iman
masih sama, Kristen, dari hasil temuan Barna Group, pemahaman iman
mereka nyatanya hanya kulitnya saja.
Meningkatnya
mereka yang masuk dalam “Post Christianity” diperjelas dengan metrik
satuan sistem pengukuran persentase orang yang belum berdoa kepada Tuhan
pada tahun lalu (18 persen). Mereka yang belum membaca Alkitab pada
minggu terakhir (57 persen). Orang yang tidak menganggap iman merupakan
hal penting dalam kehidupan mereka (13 persen). Dan orang yang belum
pernah ke gereja setahun lalu (33 persen).
Ada banyak tanggapan terhadap study tentang meluasnya dampak sekularisasi dan tingginya angka generasi “Post Christianity”. Apapun itu, generasi sudah tidak lagi berakar pada asas dan prinsip penting dalam Kristen, meskipun secara social mereka berada dan berasal dari lingkungan di mana banyak orang Kristen, tentu saja tidak bisa dianggap remeh. Orang tidak bisa sambil lalu, karena tidak hanya di Amerika dan Eropa, di Indonesia potensi “Post Christianity” juga menggejala di generasi masa kini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.