Selasa, 17 Januari 2012

Eva Kusuma : GKI Yasmin Tak Kunjung Tuntas Karena Harga Diri Walikota Terluka
 
Jakarta - Komisi Hukum DPR akan membahas kasus GKI Yasmin dengan Kementerian Politik Hukum dan Keamanan, Kementerian dalam Negeri dan Kementerian Agama Rabu pekan depan. Pertemuan ini diharapkan bisa membuka mata Kementerian dan Presiden agar segera bertindak tegas terhadap kesewenang-wenangan walikota Bogor Diani Budiarto yang membangkang terhadap hukum serta membiarkan anarkisme di GKI Yasmin. Kemarin Anggota Komisi III DPR Eva Kusuma Sundari sengaja datang ke lokasi untuk melihat langsung intimidasi sekelompok orang kepada pada jemaat. Bagaimana tanggapan Kementerian Agama? Bukti-bukti apa saja yang dibawa Eva Kusuma Sundari? Berikut perbincangan bersama Wakil Menteri Agama Nazaruddin Umar dan Anggota Komisi III DPR Eva Kusuma Sundari.


Rabu pekan depan atau kapan dijadwalkan membahas khusus GKI Yasmin?

Nazaruddin Umar [NU] : Insyaallah hari Rabu. Sebetulnya kapan saja, bagi kita siapapun mau berjumpa dengan Kementerian Agama tidak ada masalah.

Kasus ini masih berlarut-larut, sebenarnya apa yang dilakukan oleh Kementerian Agama untuk mencari solusi soal ini?

[NU] : Pertama saya ingin jelaskan, bahwa peran Kementerian Agama dalam soal ini memang pemerintah tapi pemerintah itu banyak sektornya. Misalnya kalau itu menyangkut masalah perizinan bangunan, maka itu tentu domainnya walikota atau bupati, kalau itu menyangkut masalah kriminal itu domainnya polisi, kalau itu menyangkut Ormas itu domainnya Menteri Dalam Negeri. Kalau itu menyangkut yayasan lembaga badan hukumnya, maka itu domainnya menteri hukum dan perundangan, kalau itu domainnya misalnya ada produk-produk yang berpotensi menimbulkan persoalan SARA dan sebagainya seperti peringatan-peringatan yang berpotensi merusak keutuhan bangsa, itu domainnya kejaksaan. Kalau menyangkut masalah pembimbingan, itu wilayahnya Kementerian Agama, jadi kasus Yasmin itu walaupun Kementerian Agama tidak boleh meninggalkan apapun yang berhubungan dengan agama, tetapi di dalam urutan ketatanegaraan kita ada, kita tidak boleh saling mengambil wilayah orang. Karena itu juga nanti merusak tatanan hukum kita sendiri, jadi saya pikir apa yang dilakukan teman-teman dari Yasmin juga sudah benar dan apa yang dilakukan pihak-pihak yang terkait dengan itu juga masuk ke koridor hukum dari sudah ada Mahkamah Agung, ada Peninjauan Kembali. Itu saya kira hemat saya, apa yang terjadi sekarang dengan Yasmin ini adalah sesuatu yang sudah memang seperti itu kenyataan yang harus dilakukan, semua pihak tidak ada yang puas, kalau tidak ada yang puas hukum harus bertindak secara adil. Persoalan sekarang ini jangan membiarkan terlalu lama saudara-saudara kita di Bogor itu berhadapan dengan masalah, ini saya kira semua harus mengintrospeksi diri dimana keterlambatannya. Kalau memang seperti itu ya saya mohon juga kepada kita semuanya untuk bersabar dan menahan diri, sebab kami yakin pemerintah tidak akan pernah mentolerir ketidakadilan dalam keberagamaan ini, soalnya kita ini adalah negara Pancasila.

Terkait dari soal GKI Yasmin ini, berarti itu domainnya dari KemenkumHAM. Berarti pihak itulah yang tidak tegas terhadap keputusan dari Mahkamah Agung tersebut?

[NU] : Mungkin bisa ditanyakan ke yang bersangkutan. Tapi kalau wilayah kami Kementerian Agama, jelas bahwa siapapun bermasalah atau tidak bermasalah wajib hukumnya untuk kami untuk memberi bimbingan.

Apalagi yang akan dibahas sebenarnya dengan Kementerian Agama dalam pertemuan rabu pekan depan?

Eva Kusuma Sundari [EK] : Kalau secara langsung seperti yang dikemukakan dengan Pak Umar memang benar ini sudah domain penegakan hukum, kalau Kementerian Agama mungkin ini special request saya. Bimmas itu harusnya membimbing supaya perilaku umat tidak beringas dan yang saya dapat dari lapangan kemarin, ketika saya diolok-olok dicaci dan seterusnya itu wacana yang dikeluarkan oleh mereka itu ketahuan sekali bahwa mereka tidak paham hukum. Satu misalkan bahwa kenapa ibu membela yang salah, mereka tidak paham bahwa sudah ada putusan MA, sudah ada putusan ombudsman. Kedua misalkan, bukankah mereka melakukan pemalsuan, sementara di dalam keputusan ombudsman sudah dikatakan bahwa data-data yang mereka tuduhkan palsu itu sudah steril dari keputusan-keputusan, jadi tidak berdasar keputusan ini. Jadi artinya ada penyesatan pemikiran dari fakta yang dibalik dan itu disuntikkan ke mereka, sehingga mereka menjadi beringas, menjadi seolah-olah benar, padahal apa yang mereka percaya itu sama sekali tidak benar.

Yang beringas ini kelompok mana?

[EK] : FORKAMI sama GARIS, kemarin. Terus misalkan bahwa perilaku mereka ketika mereka mengusir teman-teman GKI dari TKP, mereka mengejar sampai ke perumahan dimana teman-teman GKI akhirnya beribadah di rumah penduduk. Itupun diancam itu yang mau diserang, dikepung, untung ada polisi kemarin ini ada dua anggota DPR di dalam situ, kalau kalian melakukan sesuatu saya akan tangkap. Jadi sepertinya semangatnya sudah bukan lagi menyoal tentang legalitas TKP, tapi sampai pada aktivitas jemaat, bahkan di luar TKP.

Apakah memang ini sengaja dibentuk oleh satu pihak tertentu untuk mengambil keuntungan tertentu atau bagaimana hasil dari penelitian DPR di lapangan?

[EK] : Saya sedih dan prihatin sekali, bahwa teman-teman FORKAMI dan GARIS ini ternyata menjadi alat dan kemudian mereka disuntikkan dengan hal-hal yang salah sehingga bertindak untuk membela sesuatu yang salah. Kalau perkiraan saya, sumber permasalahannya justru di walikota, walikota menjadikan mereka tameng, menjadikan mereka justifikasi untuk tetap melaksanakan pembangkangan hukum. Yang saya dengar dari bawah, bahwa ternyata walikota ini sudah kadung malu, jadi gengsi harga dirinya sudah terluka sementara tidak ada fakta hukum apapun untuk mendukung karena sudah dimentahkan argumen pemalsuan, sudah maksain saja pokoknya harus pindah.

Dua kelompok ini apakah yang anda sebutkan memang berbasis pada agama tertentu atau sekedar Ormas?

[EK] : Sebetulnya sekedar Ormas, tidak ada urusan dengan ajaran. Tapi kalimat yang mereka keluarkan umat di sini tidak mau menerima, jadi sepertinya bingung antara ini masalah umat yang mana pokoknya tidak. Sehingga argumentasi yang muncul kelihatan sekali dangkal, seperti kehadiran saya diusir ini bukan wilayah anda kenapa DPR kesini, mereka tidak paham bahwa saya melaksanakan tugas konstitusional, makanya saya minta Pak Umar untuk Bimmas-nya itu turun mengadakan penyuluhan hukum kepada walikota, kepada teman-teman FORKAMI dan GARIS. Ini negara hukum rek bukan negara suka-suka, yang sedih itu mereka menyatakan bukankah sudah ada SK Walikota kenapa tidak menghormati. Hirarki hukum, bahwa MA itu final dan banding itu mereka tidak sampai ke sana.

Apa pendapat anda?

[NU] : Penjelasan bagus dari Mbak Eva. Tapi begini, bahwa pertama saya setuju kalau Mbak Eva juga memberikan masukan terhadap pemerintah, dalam hal ini khususnya kepada saya juga selaku aparat di Kementerian Agama. Bahwa penyuluhan itu memang sangat penting, bukan hanya kepada keluarga yang bermasalah atau masyarakat yang bermasalah, justru masyarakat biasapun kita juga harus terus melakukan pembenahan dan pembinaan ini. Karena seperti yang dikatakan Mbak Eva, bahwa kesadaran masyarakat kita ini jangan-jangan itu bukan karena kesadarannya yang kurang tapi pemahamannya tentang hukum itu yang kurang. Jadi dengan demikian, saya kira penyuluhan hukum bagi masyarakat kita juga sangat perlu. Jadi walaupun menurut hukum tidak boleh beralasan tidak tahu, tetapi ketidaktahuan masyarakat kita tentang hukum itu juga satu persoalan tersendiri dan perlu penyuluhan hukum juga.

Ini berarti kerjasama dengan Kementerian Hukum dan HAM?

[NU] : Iya. Kami juga mencari pola dengan WamenkumHAM sekarang, saya agak lebih proaktif sedikit bagaimana menangani persoalan kebangsaan kita disini perlu ada jalan bareng, perlu ada persamaan visi, pertemuan wawasan antara satu sama lain semua pihak warga bangsa ini. Pertama kesadaran hukum harus ditingkatkan, kesadaran kehidupan beragama apa sih beragama itu sesungguhnya, mestikah kehebatan beragama itu harus ditandai dengan menyalahi orang lain, saya kira bukan. Jadi kita perlu pencerahan disini, bagaimana menjadikan agama sebagai satu faktor motivasi yang sangat penting untuk mewujudkan suatu bangsa yang baik, beradab, menghargai hak-hak orang lain, saya kira itu hakikat semua agama, tujuan semua agama menciptakan ketentraman. Islam apalagi, namanya saja Islam artinya damai, jadi ada jarak antara ajaran agama dengan pemahaman para pemeluknya itu memang kami sadari. Tantangan buat kita adalah bagaimana mendekatkan jarak antar pemeluk agama dengan ajaran agama itu sendiri, tapi tentu bukan hanya persoalan agama yang muncul di lapangan tapi juga kesadaran hukum.(MWP)
Muslim 'Ikut' Kebaktian di Gereja Kano, Nigeria
 
KAIRO - Para pemimpin muslim di Kano membawa pesan kedamaian dengan menghadiri kebaktian di gereja, Ahad (15/1). Hal ini bertujuan untuk mendorong toleransi agama dan menolak inflamasi antara kedua agama tersebut, Tribun Nigeria melaporkan, Senin (16/1).

"Kami disini untuk menyampaikan pesan harapan, pesan perdamaian, pesan solidaritas," kata Bashir Ishaq Bashir, sebagai pemimpin delegasi muslim untuk mengunjungi gereja-gereja di bawah Grup Kovenan Kano.

Dipimpin oleh Bashir, pemuda muslim bersama anggota Asosiasi Kristen Nigeria (CAN) Kano, mengunjungi gereja-gereja di Kano untuk meyakinkan orang kristen bahwa tidak ada bahaya yang akan datang kepada mereka.

Uskup Bello Ransome, Ketua CAN mengatakan, "Terlepas dari perbedaan cara praktik beribadah, Islam dan Kristen memiliki kesamaan tujuan yaitu, mendekatkan kita semua dengan rasa cinta dan menghargai satu sama lain," ujarnya.

Bashir mendesak Muslim dan Kristen Nigeria untuk memaafkan satu sama lain, untuk ko-eksistensi damai dan mengakhiri konflik bertahun-tahun. "Kita harus menghentikan rumor dan menyebarkan kebohongan," imbuh Bashir.

Setidaknya ada lima gereja di Kano yang didatangi oleh kelompok muslim untuk menyebarkan perdamaian. (MWP)
PUTUS ASA

Pada suatu ketika, iblis mengiklankan bahwa ia akan mengobral perkakas" kerjanya. Pada hari H, seluruh perkakasnya dipajang untuk dilihat oleh para calon pembeli, lengkap dengan harga jualnya... Barang" yang dijual antara lain : dengki, iri, dendam, tidak jujur, malas, tidak menghargai orang lain, tak tahu berterima kasih, dll...

Disuatu pojok display ada suatu perkakas yang bentuknya ...sederhana bahkan sudah agak aus, tetapi harganya paling tinggi diantara yang lain. Salah seorang pembeli bertanya " Alat ini apa namanya?", iblis menjawab, " Oh...itu namanya Putus Asa". "Kenapa harganya mahal sekali, kan sudah aus...?".
"Ya karena perkakas ini sangat mudah dipakai dan berdaya guna tinggi. Saya biasa dengan mudah masuk kedalam hati manusia dengan alat ini dibandingkan dengan perkakas yang lain. Begitu saya berhasil masuk, dengan mudah saya dapat melakukan apa saja yang saya inginkan terhadap manusia tersebut.
Tahukah anda kenapa barang ini menjadi aus? karena saya sering menggunakan kepada hampir semua orang. Kebanyakan manusia tidak tahu kalau PUTUS ASA itu sebenarnya milik saya"

Jadi jika saat ini anda sedang berPUTUS ASA, maka ingatlah itu bukan berasal dari TUHAN! Segala sesuatu yang melemahkan iman berasal dari iblis...Waspadalah, jangan menjadikan diri kita bulan-bulanan iblis. Hari ini, Bangkit dan katakan pada iblis, "Tuhan adalah kekuatan dan perisaiku, bersamaNya aku tidak akan goyah" Lalu melangkahlah dengan iman...

Keadaan hidup kita mungkin sekali-kali memukul kita sampai jatuh, tetapi kita tidak boleh tetap tinggal di bawah... Berdirilah teguh...milikilah sikap dan mentalitas pemenang!
Kemurahan Selalu Mendatangkan Kebaikan
Renungan Harian 

Cerita ini berdasarkan kisah nyata yang terjadi di negri Tiongkok. Pada sebuah senja dua puluh tahun yang lalu, terdapat seorang pemuda yang kelihatannya seperti seorang mahasiswa berjalan mondar mandir di depan sebuah rumah makan cepat saji di kota metropolitan, menunggu sampai tamu direstoran sudah agak sepi, dengan sifat yang segan dan malu-malu dia masuk ke dalam restoran tersebut.

Kemudian pemuda itu berkata: “Tolong sajikan saya semangkuk nasi putih.”

dengan kepala menunduk pemuda ini berkata kepada pemilik rumah makan.

Sepasang suami istri muda pemilik rumah makan, memperhatikan pemuda ini hanya meminta semangkuk nasi putih dan tidak memesan lauk apapun, lalu menghidangkan semangkuk penuh nasi putih untuknya.


Ketika pemuda ini menerima nasi putih dan sedang membayar lalu berkata dengan pelan: “dapatkah menyiram sedikit kuah sayur diatas nasi saya.”


Istri pemilik rumah berkata sambil tersenyum:”Ambil saja apa yang engkau suka, tidak perlu bayar !”


Sebelum habis makan, pemuda ini berpikir:” kuah sayur gratis.”

Lalu memesan semangkuk lagi nasi putih.

” Semangkuk tidak cukup anak muda, kali ini saya akan berikan lebih banyak lagi nasinya.”

Dengan tersenyum ramah pemilik rumah makan berkata kepada pemuda ini.

“Bukan, saya akan membawa pulang, besok akan membawa ke sekolah sebagai makan siang saya !”


Mendengar perkataan pemuda ini, pemilik rumah makan berpikir pemuda ini tentu dari keluarga miskin di luar kota, demi menuntut ilmu datang ke kota, mencari uang sendiri untuk sekolah, kesulitan dalam keuangan itu sudah pasti.


Berpikir sampai disitu pemilik rumah makan lalu menaruh sepotong daging dan sebutir telur disembunyikan di bawah nasi, kemudian membungkus nasi tersebut sepintas terlihat hanya sebungkus nasi putih saja dan memberikan kepada pemuda ini.


Melihat perbuatannya, istrinya mengetahui suaminya sedang membantu pemuda ini, hanya dia tidak mengerti, kenapa daging dan telur disembunyikan dibawah nasi?

Suaminya kemudian membisik kepadanya :”Jika pemuda ini melihat kita menaruh lauk dinasinya dia tentu akan merasa bahwa kita bersedekah kepadanya, harga dirinya pasti akan tersinggung lain kali dia tidak akan datang lagi, jika dia ket empat lain hanya membeli semangkuk nasi putih, mana ada gizi untuk bersekolah.”

“Engkau sungguh baik hati, sudah menolong orang masih menjaga harga dirinya.”


“Jika saya tidak baik, apakah engkau akan menjadi istriku ?”


Sepasang suami istri muda ini merasa gembira dapat membantu orang lain.

“Terima kasih, saya sudah selesai makan.”
Pemuda ini pamit kepada mereka.

Ketika dia mengambil bungkusan nasinya, dia membalikan badan melihat dengan pandangan mata berterima kasih kepada mereka.

“Besok singgah lagi, engkau harus tetap bersemangat !”
katanya sambil melambaikan tangan, dalam perkataannya bermaksud mengundang pemuda ini besok jangan segan-segan datang lagi.

Sepasang mata pemuda ini berkaca-kaca terharu, mulai saat itu setiap sore pemuda ini singgah ke rumah makan mereka, sama seperti biasa setiap hari hanya memakan semangkuk nasi putih dan membawa pulang sebungkus untuk bekal keesokan hari.

Sudah pasti nasi yang dibawa pulang setiap hari terdapat lauk berbeda yang tersembunyi setiap hari, sampai pemuda ini tamat, selama 20 tahun pemuda ini tidak pernah muncul lagi.

Pada suatu hari, ketika suami ini sudah berumur 50 tahun lebih, pemerintah melayangkan sebuah surat bahwa rumah makan mereka harus digusur, tiba-tiba kehilangan mata pencaharian dan mengingat anak mereka yang disekolahkan diluar negeri yang perlu biaya setiap bulan membuat suami istri ini berpelukan menangis dengan panik.


Pada saat ini masuk seorang pemuda yang memakai pakaian bermerek kelihatannya seperti direktur dari kantor bonafid.

“Apa kabar?, saya adalah wakil direktur dari sebuah perusahaan, saya diperintah oleh direktur kami mengundang kalian membuka kantin di perusahaan kami, perusahaan kami telah menyediakan semuanya kalian hanya perlu membawa koki dan keahlian kalian kesana, keuntungannya akan dibagi 2 dengan perusahaan.”

“Siapakah direktur diperusahaan kamu ?, mengapa begitu baik terhadap kami? saya tidak ingat mengenal seorang yang begitu mulia !” Sepasang suami istri ini berkata dengan terheran.


“Kalian adalah penolong dan kawan baik direktur kami, direktur kami paling suka makan telur dan dendeng buatan kalian, hanya itu yang saya tahu, yang lain setelah kalian bertemu dengannya dapat bertanya kepadanya.”


Akhirnya, pemuda yang hanya memakan semangkuk nasi putih ini muncul, setelah bersusah payah selama 20 tahun akhirnya pemuda ini dapat membangun kerajaaan bisnisnya dan sekarang menjadi seorang direktur yang sukses.


Dia merasa kesuksesan pada saat ini adalah berkat bantuan sepasang suami istri ini, jika mereka tidak membantunya dia tidak mungkin akan dapat menyelesaikan kuliahnya dan menjadi sesukses sekarang.


Setelah berbincang-bincang, suami istri ini pamit hendak meninggalkan kantornya. Pemuda ini berdiri dari kursi direkturnya dan dengan membungkuk dalam-dalam berkata kepada mereka:”bersemangat ya ! dikemudian hari perusahaan tergantung kepada kalian, sampai bertemu besok !”


Kebaikan hati dan balas budi selamanya dalam kehidupan manusia adalah suatu perbuatan indah dan yang paling mengharukan.


Kemurahan Hati merupakan suatu hal yang selalu mendatangkan kebaikan. Karena itu jangan pernah bosan berbuat kebaikan, kemurahan, kasih karena itu akan berbuah dan membuat segala sesuatunya indah pada waktunya.
 

Minggu, 15 Januari 2012

82 Persen Orang Amerika Beragama

 
82 persen orang Amerika Beragama.jpg

Reformata.com - Lebih dari tiga-perempat penduduk Amerika menyatakan dirinya sebagai Kristen, seperti dirilis Gallup dalam laporannya baru-baru ini. Ini berbeda dengan sangkaan orang bahwa warga Amerika telah banyak menjadi ateis, alias tidak beragama. Dalam survey yang dilakukan Gallup ditemukan 78 persen orang warga Amerika menyatakan diri beragama Kristen. Secara keseluruhan, lebih dari 82 persen orang Amerika memiliki identitas keagamaan, dengan rincian persentase: 52 5 Protestan/ Kristen lainnya; 23 6 Katolik; 1 9 Mormon;  1 6 Yahudi; 0 5  Islam; 2 4  Lain non-Kristen; 1 5 Tidak ada/atheis/agnostik; 2 5  Tidak merespon
Pada tahun 1951, 1 persen dari warga Amerika tidak memiliki identitas keagamaan, sementara 24 persen mengaku sebagai Katolik dan 68 persen mengklaim iman Kristen dan non-Katolik.
Awal tahun ini Gallup menemukan bahwa 82 persen orang Amerika mengatakan mereka percaya pada Tuhan.  Hal ini menunjukkan, bahwa kurangnya identitas keagamaan tidak selalu terkait dengan ateisme.
Pacquiao perbaharui imannya
 
Juara tinju dunia Manny Pacquiao adalah seorang pria yang telah berubah dalam kehidupan imannya setelah bertemu dengan Allah dalam mimpinya menyusul pertarungan tinju terakhirnya, katanya, hari ini.

“Jika saya meninggal tahun lalu atau dua tahun lalu, saya yakin saya akan langsung masuk neraka,” kata Pacquiao dalam sebuah wawancara yang diposting di situs Berita ABS-CBN.

“Iman saya kepada-Nya 100 persen, tapi setelah berdoa, saya masih melakukan hal-hal yang jahat.”

Ia mengatakan bahwa dia telah berhenti berjudi, minum dan main perempuan. Namun, setelah bermimpi tentang Allah, ia sekarang bergelut mempelajari Alkitab dan menghabiskan lebih banyak waktu bersama istri dan anak-anaknya.

Perubahan ini terjadi setelah ia melawan petinju Meksiko Juan Manuel Marquez pada November lalu.

Dalam mimpinya, katanya, ia berada di sebuah hutan yang indah, saat itu cahaya menyinari dirinya dan bertanya: Anak, mengapa engkau pergi dari-Ku?”

“Saya bangun dan menangis. Saya ingat saya juga menangis dalam mimpi dan ketika saya menyentuh bantal, bantal tersebut masih basah,” katanya.

Pacquiao mengatakan ia coba mencari arti dari mimpi itu dan jawabannya ditemukan dalam Alkitab.

“Pada jaman dahulu kala, Allah berbicara dengan orang melalui mimpi mereka. Jadi saya berkata pada diriku sendiri ‘mimpi ini adalah nyata dan saya harus mengubah hidup saya,” katanya.

Dia juga mengatakan perubahan itu terjadi, bukan hanya karena keinginannya, tapi karena Allah yang mengubah dirinya.

“Menjadi seorang Kristen berarti menerima Kristus sebagai Juru Selamat Anda, Allahmu,” katanya. “Itulah mengapa Anda disebut seorang Kristen. Jika Anda menghapus ‘Kristus’, hanya ada ‘ian’ dan itu berarti “Hidup saya adalah hampa.”(MWP)


sumber:
http://www.cathnewsindonesia.com/2012/01/13/pacquiao-perbaharui-imannya/

Jumat, 13 Januari 2012

Berapa Usia Manusia Bisa Diketahui Sejak Bayi
 
London – Ilmuwan berhasil menemukan cara memprediksi seberapa lama seseorang akan hidup. Menurut para ilmuwan ini, pengukuran ini bisa dilakukan sejak bayi. Bagaimana?

Harapan hidup tertulis dalam DNA manusia dan sudah bisa dilihat sejak manusia lahir. Harapan hidup manusia tergantung pada seberapa panjang Telomeres yang digambarkan sebagai ‘plastik pada ujung tali sepatu’ yang melindungi kromosom agar tidak rusak.

Saat ini, Telomeres sedang diteliti secara intensif di mana bagian ini diduga merupakan kunci dari penuaan. Sederhananya, makin panjang Telomeres Anda, makin lama harapan hidup Anda.

Tentunya, lain cerita jika kematian karena kecelakaan, sakit atau faktor gaya hidup. Telomeres dapat diperpendek melalui pilihan hidup, termasuk merokok dan stres.

Di masa depan, pengujian akan membuat orang bisa mengetahui harapan hidup mereka sejak dini jika mereka menghendakinya.

“Jika Anda ingin mengujinya, ini hanya akan membuat Anda tertekan. Namun satu hal yang harus diingat, cara hidup Anda memiliki dampak besar bagi diri Anda sendiri,” tutupnya seperti dikutip DM. (MWP)



sumber:
http://teknologi.inilah.com/read/detail/1817893/berapa-usia-manusia-bisa-diketahui-sejak-bayi

Yehuwa Ajaran Sesat


Jan S. Aritonang Guru Besar STT Jakarta.jpg
Jan S. Aritonang Guru Besar STT Jakarta

Kalangan gereja-gereja harus berhati-hati bahwa ada kelompok tertentu di negeri ini mengaku sebagai bagian umat Kristen dari saksi-saksi Yehuwa.
“Patut dilarang kehadirannya, termasuk oleh PGI karena ajarannya dianggap menyimpang dari ajaran Kristen yang murni dan benar, bahkan sesaat,” tegas Jan S. Aritonang Guru Besar Sekolah Tinggi Teologi (STT),  saat seminar mengenai Gereja dan Kebebasan Beragama di PGI Jakarta, Kamis (5/1).
Menurut Aritonang dianggap menyimpang dan sesat itu adalah saksi-saksi Yehuwa. Pada sidang Majelis Pekerja Lengkap (MPL) PGI di Talaud akhir Januari 2012, Majelis Pekerja Harian (MPH) PGI dianggap perlu memandang dan menyampaikan respon terhadap tututan dari sebagian anggota itu.
“Itulah sebabnya refleksi awal tahun ini diadakan sekarang, supaya MPH PGI masih sempat menyusun respon dan penjelasan mengenai hal ini,” tandas Aritonang.
Undang-undang dasar negara kita, UUD 45 khususnya pasal 28B dan 29, menjamin kebebasan setiap orang atau tiap-tiap untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agama dan kepercayaannya masing-masing. Walaupun pada pasal 28J ayat 2 dikatakan bahwa dalam menjalankan hak dan kebebasanya setiap orang wajib untuk pembatasan yang ditetapkan lewat undang-undang.
“Berdasarkan UUD itu kita bisa menyoroti realitas beragama di Indonesia, apakah hak dan kebebasan itu sudah ditegakan atau yang lebih ditekankan justru pembatasannya,” kata Aritonang di PGI.
Catatan sederhana ini tidak akan mengkaji dan menyoroti semua kasus dan realitas, melainkan akan dibatasi pada saksi-saksi Yehuwa di Indonesia. Sangat disayangkan mereka tidak berkenan hadir dalam diskusi kendati PGI telah mengirim undangan resmi (21/12) yang lalu.

Kamis, 12 Januari 2012

Laporan dari Padang: Siswi-siswi Kristen Pun Terpaksa Pakai Jilbab
Saya baru menyelesaikan tugas liputan Jurnal Perempuan di Padang, Sumatera Barat selama seminggu, 31 Maret—4 April 2007. 


Fokus liputan saya adalah, “Dampak Peraturan Busana Muslim (Jilbab) terhadap Guru dan Siswi Non Muslim di Sekolah-sekolah Negeri Umum”.


Liputan ini untuk satu edisi Jurnal Perempuan yang mengulas kebijakan-kebijakan publik yang diskriminatif.


Namun karena saya menganggap temuan-temuan saya di lapangan ini sangat mendesak untuk direspon maka saya perlu membuka temuan-temuan ini.


Peraturan busana muslim di Kota Padang berdasarkan Instruksi Walikota Padang, Fauzi Bahar, nomor


451.422/Binsos-iii/2005 yang ditetapkan tanggal 7 Maret 2005. Berarti pada bulan Maret 2008 ini aturan tersebut telah berusia tiga tahun.


Instruksi Walikota itu berisi 12 poin. Aturan busana muslim termaktub dalam poin kesepuluh, “BAGI Murid/Siswa SD/MI,SLTP/MTS dan SLTA/SMK/MA se Kota Padang diwajibkan berpakaian Muslim/Muslimah yang beragama Islam dan bagi non Muslim dianjutkan menyesuaikan pakaian (memakai baju kurung bagi Perempuan dan memakai celana panjang bagi laki-laki)".


Dari Instruksi tersebut, Kepada Dinas Pendidikan Pemerintah Kota Padang, Dr. H. Mardjohan, M.Pd menyebarkan Instruksi tersebut melalui “Surat Pengantar Instruksi Walikota Padang” bernomor 1565/420.DP/TU.2/2005 tanggal 30 Maret 2005 yang ditujukan kepada Kepada SMP, SMA, SMK Negeri/Swasta dan Kacabdin Pendidikan berserta SD yang berada dalam jajarannya.


Pada saat Instruksi tersebut keluar, konstroversi pun meledak: pro atau kontra terhadap aturan tersebut.
Kala itu Walikota Padang bisa membela diri dengan mengatakan bahwa aturan tersebut berdasarkan otonomi daerah, adat-istiadat masyarakat Minang “adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah” dan aturan tersebut tidak termasuk siswi-siswi non muslim yang tidak diwajibkan untuk mengenakan jilbab di sekolah.

Namun bagaimana kenyataan Instrusi itu di lapangan setelah tiga tahun? Benarkah siswi non muslim diberi kebebasan untuk tidak mengenakan jilbab?

Temuan saya selama seminggu di

Padang, di sekolah-sekolah umum negeri dan swasta: SMP, SMU, SMK, SMP-SMU PGRI, SMP-SMU Pertiwi: siswi-siswi yang non muslim terpaksa mengenakan jilbab, dan saya melakukan wawancara dengan beberapa siswi Kristen dan orang tua murid mereka. Demikian juga saya sempat melakukan wawancara dengan Pendeta/Pastor di Gereja-gereja yang merupakan tempat pengaduan segala keluh-kesah dan penderitaan jemaat Kristen di sana.


Saya mewawancarai dua orang pendeta Kristen Protestan, seorang Pastor Katolik, berkunjung ke Paroki Padang Baru, liputan ke dua sekolah umum negeri (SMU), satu sekolah menengah kejuruan (SMK), wawancara dengan dua siswi Kristen yang tahun ini duduk di kelas tiga SMU, mereka tepaksa mengenakan jilbab sejak kelas satu.

Wawancara juga dilakukan dengan dua orang tua murid beragama Kristen Protestan dan Katolik. Saya juga mewawancarai seorang

anggota DPRD Kota Padang Komisi Pendidikan, seorang anggota Komnas HAM Perwakilan Sumantra Barat (Sudarto), dan seorang aktivis Perempuan (Lusi Herlina).

Beberapa temuan:

(1) Melalui pengamatan saya secara

langsung terhadap beberapa sekolah negeri umum pemerintah dan swasta, dari SMP, SMU, dan SMK seluruh siswi-siswinya memakai jilbab. Jilbab bagi siswi disamakan dengan aturan baju seragam yang menjadi kewajiban siswi untuk masuk sekolah, seperti baju putih lengan panjang, rok panjang warna abu-abu, sepatu hitam, kaos kaki, dan topi sekolah (lihat foto di www.jurnalperempuan.com)

(2) Pandangan umum sekolah-sekolah negeri telah berubah menjadi sekolah agama

(“madrasah”) melalui busana muslimah yang dikenakan oleh siswi—sedangkan siswa berkewajiban memakai baju “taqwa” (koko) pada hari Jumat—sekolah-sekolah umum negeri juga dipenuhi dengan papan, baleho, dan simbol-simbol keislaman lainnya. Pada hari Jumat ada kuliah tujuh menit (Kultum) ceramah agama.


(3) Secara umum kondisi umat non-muslim Kristen di Padang merasa tertekan dengan adanya Perda-perda dan aturan yang berdasarkan syariat Islam. Kondisi tersebut merupakan “teror psikis” yang disampaikan oleh anggota jemaat Gereja Kristen Protestan atau pun Katolik (terlampir wawancara).


(4) Instruksi tersebut selama tiga tahun telah menyebabkan siswi-siwi non muslim terpaksa memakai jilbab, hal ini terjadi seorang siswi kelas 3 di sekolah negeri umum yang telah memakai jilbab sejak kelas 1. (terlampir wawancara). Demikian juga dengan adiknya siswi di sekolah menengah negeri yang juga terpaksa memakai jilbab. Menurut pengakuan seorang guru di sekolah menengah kejuruan negeri, di sekolahnya ada 25 siswi Kristen yang memakai jilbab. Demikian juga pengakuan seorang wali murid yang dua putrinya bersekolah di SMU PGRI yang terpaksa memakai jilbab.



(5) Pengakuan tersebut bisa disimpulan sebagai kecenderungan umum di Padang, karena diperkuat juga oleh kesaksian Pendeta dan Pastor yang menerima secara langsung keluhan anggota-anggota jemaatnya karena anak-anak mereka harus memakai jilbab ke sekolah (terlampir wawancara dengan Pendeta dan Pastor)


(6) Alasan siswi dan orang tua murid yang tetap menyekolahkan putri-putri mereka di sekolah umum negeri: (a) sekolah umum negeri lebih murah (2) lulusan sekolah umum negeri lebih mudah diterima di Perguruan Tinggi terkenal di Jawa (3) ingin mengikuti lomba, olimpiade, dan lain yang lebih diprioritaskan pada sekolah umum negeri (4) ingin mengenal kemajemukan suku dan agama


(7) Orang tua yang ingin menghindar dari arutan tersebut memindahkan secara langsung atau menyekolahkan anak-anaknya di luar daerah Sumantera Barat: Bengkulu, Riau, Medan, dan lain-lain. Sejak ditetapkan aturan tersebut, puluhan siswi Kristen pindah sekolah ke luar daerah Sumantera Barat (baca wawancara dengan Pdt. Robert Marthin)


(8) Aturan tersebut tidak hanya memaksa siswi non muslim untuk memakai jilbab, namun juga siswi-siswi muslim yang terpaksa memakai jilbab sebagai peraturan sekolah. Dari survei yang dilakukan oleh Sumatera Barar Intellectual Society (SIS) yang dipublikasikan di Padang Ekspres, Minggu 30 Maret 2008, 69 persen siswi-siswi sekolah dari SMP hingga SMU dalam sehari-harinya di luar sekolah tidak memakai jilbab, dan hanya 31 persen siswi yang sehari-harinya memakai jilbab.


Beberapa rekomendasi:

(1) Mencabut instruksi Walikota itu yang jelas-jelas merupakan bentuk diskriminasi terhadap siswi perempuan secara umum, siswi muslim, dan non-muslim yang terpaksa memakai jilbab secar khusus. Dalam konteks Islam, hukum jilbab masih memiliki perbedaan pemahaman, ada yang mewajibkan dan ada pula yang tidak mewajibkan (seperti alm. Prof. Dr. Nurcholish Madjid, KH Abdurrahman Wahid, Prof. Dr. Quraish Shihab). Hukum jilbab tidaklah seperti kewajiban dasar-dasar Islam seperti syahadat, salat, puasa, zakat dan haji. Jilbab bukanlah persoalan pokok (ushul). Oleh karena itu aturan yang mewajibkan jilbab maka telah menafikan keragaman tafsir dalam Islam dan sebagai bentuk pemaksaan satu pendapat atau satu pemahaman terhadap pemahaman dan pendapat yang lain. Lebih-lebih dalam konteks ini siswi-siswi non-muslim pun harus mematuhi aturan ini.
Dan bagi siswi-siswi non-muslim aturan jilbab ini merupakan memaksakan satu simbol agama kepada penganut agama yang lain dengan menggunakan dalih aturan-aturan sekolah.


(2) Mengembalikan fungsi sekolah umum negeri kepada fungsi awalnya, sebagai sekolah pemerintah yang disubsidi oleh negara dan disediakan untuk anak negeri Indonesia terlepas agama, suku, dan bahasanya. Di sekolah umum negeri, tunas-tunas muda bisa belajar kebhinnekaan suku, agama dan adat-istiadat. Oleh karena itu tidak diperbolehkan satu agama, satu suku, dan satu adat menguasai sekolah umum negeri. Karena sekolah tersebut disediakan dari, oleh, dan untuk rakyat Indonesia tanpa memandang agama, suku, dan bahasanya.

Beberapa catatan:

Ada beberapa masukan dan permintaan dari narasumber yang saya wawancarai, meskipun mereka sangat ingin aturan tersebut dicabut, namun demi keselamatan, keamanan dan kenyamanan, identitas mereka minta dirahasiakan. Beberapa siswi yang saya wawancarai saat ini duduk di kelas 3 SLTA yang akan menghadapi ujian akhir untuk menentukan kelulusan. Laporan ini dikhawatirkan berdampak negatif terhadap mereka khususnya siswi-siswi tersebut. Oleh karena apabila ada keinginan melakukan pengujian terhadap laporan ini bisa langsung ke sekolah-sekolah umum negeri/swasta, sekolah menengah kejuruan, yang siswi-siswinya diharuskan memakai
jilbab ke sekolah.

Laporan lengkap liputan ini, berikut foto (siswi Kristen yang tepaksa memakai jilbab, suasana dan kondisi sekolah yang jadi “madrasah” ), transkrip wawancara, telah saya kirimkan kepada anggota-anggota DPR RI yang telah berjanji akan membahas masalah ini, seperti Eva K Sundari, Nursyahbani, Maria Ulfah Anshor, dan dua Wakil Komisi X yang di mengurus juga bidang pendidikan: Heri Akhmadi dan Anisah Mahfudz.

Mohamad Guntur Romli

Apabila ada keinginan mengutip, mempergunakan, atau mendapatkan bahan-bahan ini lebih lengkap, silakan kontak: guntur@jurnalperempuan.com, 0815-1319-1313

lampiran

==================

Wawancara dengan seorang Siswi yang beragama Kristen di SMU di Padang

Kapan mulai pakai jilbab, bagaimana respon kamu saat itu?

Saya masuk SMA di tahun pertama kali peraturan ini diberlakukan (tahun 2005). Terkejut lah. Kok kayak begitu sih, kan dulu nggak ada! Enak kali yang sudah tamat-tamat itu, bisa bebas gitu, eh malah kita yang kena. Awalnya kan nggak mau, terus masuk hari pertama juga nggak pake.

Terus kakak senior bilang, “eh kok kamu enggak pakai jilbab?” , Saya jawab, “saya non-muslim kak”, “non-muslim, muslim harus pakai!” Ya itu senior kok galak, kirain cuma bercanda aja. Akhirnya waktu itu rapat, dan setelah itu Kepala Sekolah ngasih

pengumuman yang non-muslim juga harus pake jilbab. Diwajibkan menyesuaikan untuk memakai jilbab, itu peraturan dari sekolah. Ya udah lah terpaksa pake.

Pernah enggak kamu ke sekolah enggak pake jilbab? Terus gimana respon pengurus sekolah pada waktu itu?  Enggak pernah. Kalau ke sekolah, kalau belajar enggak pernah enggak pake jilbab, pasti pake, kecuali yang masuk pertama. Cuma kalau ke sekolah ada “ekskul”, kayak misalnya “ekskul” pelajaran biologi, atau apa, baru enggak pake jilbab.

Kamu melihat jilbab itu sebagai apa waktu itu?

Karena saya non-muslim, saya enggak tahu dan enggak peduli apa artinya jilbab. Pokoknya ini peraturan, ya udah lah pake aja. Apa artinya saya enggak perduli.  Waktu itu kan kamu kan punya pilihan untuk bisa masuk ke sekolah yang Katolik, yang tidak memberlakukan peraturan itu. Tetapi kena kamu ingin masuk SMU?


Pertama kalau di SMA Negeri untuk nyambung ke universitas kan lebih gampang. Yang kedua, dari kecil saya sekolahnya di Katolik. Kata mama kalau sekolah di Katolik terus kapan bisa beradaptasi dengan orang yang beda. Yang ketiga ketika SMP Katolik ada acara olimpiade-olimpiade, saya enggak pernah ikut, karena SMP saya sekolah swasta. Jadi kesannya waktu itu olimpiade cuma buat sekolah negeri saja. Jadi ya udah lah masuk negeri aja, supaya tahu gimana rasanya sekolah di negeri. Ternyata emang iya, sekolah di negeri bisa ikut olimpiade, bisa ikut banyak lah, lebih enak aja di negeri.


ernah enggak ada diskusi dengan teman-teman kamu sendiri yang Kristen misalnya obrolan dan curhat tentang keharusan pake jilbab, ada perasaan risih dan sebagainya?

Ada. Khususnya tema-teman satu gereja. Kita tuh

cerita-cerita kalau kesel banget pake jilbab ini. Masa kita harus pake jilbab, kita kan non-muslim. Ya pengennya tuh kita apain itu Pemda, ya kayak gitu-gitu lah! Ya kesel-kesel gitu, ya cuma di hati aja. Apa yang bisa kita lakuin sebagai siswa, gitu kan?

…………………..

==================

Transkrip wawancara dengan seorang guru sekolah di SLTA yang beragama Kristen sekaligus wali murid yang putrinya terpaksa pakai jilbab.


Bagaimana renspon ibu sebagai guru di sekolah negeri umum, sebagai wali murid, dan umat Kristen terhadap peraturan yang ada di sekolah mengenai pemakaian jilbab?  Sebenarnya peraturan ini kabur karena seolah-olah Perda ini menghilangkan komunitas agama Kristen dan komunitas lain di dalam aturannya. Seharusnya dalam sekolah negeri, semua agama dapat masuk. Memang, yang non-Muslim juga ada di sekolah negeri, tetapi peraturan pemerintah yang mewajibkan memakai pakaian Muslim, jilbab, dan sebagainya memang harus diikuti tetapi tidak ada peraturan yang jelas dalam hal ini. Saya sebagai wali murid sebenarnya tidak keberatan, hanya saja jika dianalogikan seorang siswa Muslim mengenakan tanda Salib yang tidak ia mengerti, maka sudah kabur artinya. Sama halnya dengan yang memakai jilbab, jika siswa non-Muslim disuruh memakai jilbab maka sudah kabur artinya karena yang tahu mengenai jilbab ini adalah orang Islam, sedangkan orang non-Muslim tidak tahu apa artinya. Kecuali jika peraturan wajib menggunakan baju lengan panjang dan rok panjang, saya rasa ada manfaatnya contohnya, kulitnya tidak terkena sinar matahari. Akan tetapi, bagi saya yang non-Muslim, memakai jilbab ini justru banyak ruginya, contohnya, rugi waktu.


Anak saya sering sekali tidak makan dari rumah karena sibuk memakai jilbab. Waktu yang ia perlukan untuk memakai jilbab sekitar tiga puluh menit, sehingga ia tidak mau makan. Ia sering mengeluh bahwa memakai jilbab itu ribet sekali karena rambut tidak boleh terlihat, padahal dalam agama kami tidak ada peraturan seperti itu. Putri saya mencoba menyamakan dirinya dengan siswa lain di sekolahnya, ia merasa tidak enak jika kepalanya telanjang sendirian, sedang teman-temannya tidak. Tentu jika putri saya tidak makan saya mengkhawatirkan kesehatannya, maka kerugiannya bukan hanya waktu, tetapi juga berdampak pada kesehatan. Yang kedua adalah kerugian materi. Saya harus mengeluarkan anggaran untuk pembelian jilbab paling tidak tiga buah dalan satu bulan sekali yang tadinya tidak ada, harga satu jilbab itu lima belas ribu rupiah. Hal ini adalah kerugian materi bagi saya. Untuk orang Islam yang mengerti hal ini memang baik, katanya aurat itu dari ujung rambut hingga ujung kaki, kalau perlu semuanya tertutup, hanya matanya saja yang terlihat, tetapi bagi orang Kristen hal ini tidak ada artinya. Jika ingin disamakan, bagi saya peraturan seragam lengan dan rok panjang lebih ada manfaatnya sehingga kulit putri saya bisa lebih mulus.akan tetapi, pemakaian jilbab tidak ada manfaatnya bagi kami, sehingga menurut saya seharusnya ada peraturan yang menyatakan dilarang keras yang non-Muslim memakai jilbab. Sehingga jika kita membawa masalah ini ke forum, tidak ada sanggahan bahwa tidak ada aturan yang mewajibkan non-Muslim memakai jilbab, tetapi kenyataannya siswa yang non-Muslim harus mengikuti orang banyak. Akan tetapi jika ada peraturan yang menyatakan dilarang keras yang non-Muslim memakai jilbab, nah itu baru peraturan yang oke. Saya sangat berharap sekali karena di sekolah saya ada sekitar 25 orang non-Muslim yang memakai jilbab yang setiap tahun ajaran baru berbondong-bondong datang kepada saya.


Mereka mendatangi saya karena saya Kristen, saya katakan sebenarnya peraturan yang mewajibkan siswa-siswa itu berjilbab tidak ada, tetapi jika mereka merasa nyaman memakai jilbab, saya persilakan, tetapi jika mereka tidak merasa nyaman, ya tidak usah memakai. Namun, karena mereka merasa malu karena hanya mereka yang tidak memakai jilbab, akhirnya mereka ikut menggunakan jilbab. Penggunaan jilbab ini terjadi dengan keadaan terpaksa. Mereka pun sering mengeluh pemakaiannya ribet, dan rugi waktu hanya untuk pemakaian jilbab. Saya pun sudah banyak mendengar laporan siswa agar masalah ini dibawa ke Pak Wali bahwa kami ingin komitmen ke Pak Wali tentang pelarangan yang non-Muslim memakai jilbab.


Siswa-siswa saya sering mengeluh bahwa memakai jilbab tidak ada artinya bagi mereka, sama saja dengan pemakaian Salib kepada umat Islam, dan hal ini adalah penghinaan. Sama halnya dengan jilbab, apakah orang Islam tidak merasa terhina jika oerang Kristen memakai jilbab? Ini laporan dari siswa. Menurut saya, orang yang memakai jilbab adalah orang yang betul-betul patuh terhadap agama, sama dengan yang memakai Salib. Walaupun sebenarnya jilbab ini tidak melambangkan bagaimana moral seseorang, bagaimana tingkat keimanannya, tetapi ini merupakan simbol. Jadi, setiap orang yang memakai jilbab adalah orang yang mengerti betul.


Kami jadi berpikir bahwa peraturan itu sebenarnya menutupi keberadaan kami yang beragama Kristen di sini (Padang). Seharusnya tidak usah ditutupi, jadi terlihat bahwa yang tidak memakai jilbab adalah yang Kristen sehingga terlihat betul-betul bahwa perbedaan itu ada. Semakin banyak perbedaan, di situlah keindahan suatu daerah itu.


Bagaimana perasaan ibu sebagai orang tua saat melihat anaknya menggunakan simbol agama tertentu yang bukan agamanya?
Sebenarnya jauh dari lubuk hati saya melarangnya, tapi karena saya ingin putri saya juga mendapatkan pendidikan negeri, saya memasukkannya ke sekolah negeri.  Awalnya dari TK hingga SMP putri saya sekolah di sekolah Katolik, bukan karena saya tidak mampu lagi menyekolahkan putri saya ke sekolah Katolik, tapi saya ingin Putri saya bergaul dengan orang Muslim juga dan saat SMP putri saya mendapat rangking satu sekota Padang untuk NEM terbaik sehingga saya katakan padanya untuk masuk ke sekolah negeri, waktu itu Putri saya rangking sembilan di SMA 1 Padang untuk penerimaan NEM terbaik. Akan tetapi, ada peraturan wajib berjilbab, Putri saya lalu enggan untuk masuk SMA 1 karena hal itu. Lalu saya katakan padanya bahwa ini peraturan jadi putri saya harus mengikutinya dan saya pun menjelaskan bahwa pakaian hanyalah simbol sehingga tidak mewajibkan dia harus mempelajari Islam karena iman seseorang itu tidak digambarkan dari jilbab dan iman seseorang itu tidak digambarkan dari Salib tetapi iman seseorang itu berada pada hati nurani. Sehingga saya katakan pada putri saya agar ia jangan kalah, ia haus bisa menunjukkan bahwa walaupun ia memakai jilbab, imannya masih teguh mempertahankan agama Kristen. Putri saya itu dididik untuk hidp berdampingan dengan umat agama lain, sehingga ia dapat memahaminya. Sebetulnya jauh di lubuk hati saya hal ini sangat menyiksa. Putri saya sendiri merasa tersiksa dengan peraturan ini, tapi jangan dianggap karena putri saya memakain jilbab, maka ia mengikuti agama orang lain, ia masih tetap mempertahankan keimanannya pada agama Kristen, ia hanya menyesuaikan diri saja.



Sebenarnya anak-anak berasal dari sekolah swasta kurang diminati Perguruan Tinggi, sedangkan di SMA 1

ini, kurang lebih 90% siswanya diterima di Perguruan Tinggi, termasuk UI, UGM, dan banyak PTN lain. Jadi, saya mengarahkan

putri saya yang ingin masuk Fakultas Kedokteran di luar Padang agar ia masuk SMA 1. Sehingga putri saya yang awalnya tidak mau

masuk SMA 1 karena peraturan jilbab ini mau menggunakan jilbab, bahkan jika Minggu sepulang dari gereja ia ingin ke sekolah, ia

yang awalnya memakai rok pendek seperti saya merasa malu jika ke sekolah tidak memakai jilbab karena sudah terbiasa ke sekolah

memakai jilbab, saya merasa hal ini tidak apa-apa, selama putri saya tidak mengikuti agama lain. Yang saya optimalkan adalah

agar Putri saya dan siswa-siswa saya di SMK tidak terkena dampak mental karena memakai jilbab

ini.



================



Wawancara dengan Pdt. Robert Marthin, Ketua PGI Sumatra Barat



Pendeta

saya ingin mengenal lebih dahulu bagaimana kehidupan jemaat Kristen di Kota Padang ini?



Saya hanya bisa memberi

keterangan bahwa hanya terdapat dua puluh tujuh (27) gereja besar dan kecil di kota Padang dari PGPI (Persatuan Gereja

Pantekosta Indonesia) terdapat 24 gereja dan pada umumya kecil-kecil, berupa rumah dan ruko, sementara PGI terdapat 11 jemaat.

Dalam kehidupan sehari-hari, dapat dikatakan dalam segala hal mereka (para jemaat Kristen) sangat tertekan. Misalnya, para PNS

(Pegawai Negeri Sipil) yang beragama Kristen merasa tidak diberikan kesempatan, lalu dalam kehidupan sehari-hari, umat Kristen

di Padang memang sepertinya“tidak bisa diterima dengan sepenuh hati” oleh masyarakat Padang pada umumnya dan masyarakat

Minangkabau khususnya.



Jangankan masyarakat Kristen, masyarakat yang tidak sesuku pun diperlakukan secara tidak

adil, ini yang terlihat. Di kota Padang ada kurang lebih 22.000 umat Kristen, Katolik dan Protestan, berarti ada 22.000 jiwa.

Anda bisa bayangkan 22.000 umat Kristen dengan kondisi-kondisi yang saya katakan tadi, belum lagi umat Hindu, Budha, dan

penganut kepercayaan kesukuan dan etnis tidak mendapatkan tempat yang benar-benar seharusnya dianggap bagian dari masyarakat di

sini.



Ditambah lagi, siswa-siwi SMP dan SMA non-Muslim yang diharuskan memakai jilbab. Beberapa kasus, siswi-siswi

umat Kristen yang bersekolah di sekolah negeri karena tidak siap untuk memakai jilbab, maka mereka pindah ke luar kota. Dalam

catatan kami, tahun 2005-2006, kurang lebih ada 22 siswi yang harus keluar dari kota ini untuk bersekolah atau mereka kembali

ke kampung meskipun orang tuanya berada di Padang. Secara khusus, sebenarnya bagi umat Kristen, memakai jilbab atau tidak memakai jilbab bukan hal yang mengejutkan, tetapi yang sangat berdampak dan membuat shock adalah ketika siswi-ssiwi Kristen juga harus memakai jilbab. Perlakuan dan komentar tidak adil tidak hanya behenti di sini, meskipun siswi-siswi Kristen sudah memakai jilbab, tidak lepas dari komentar. Misalnya keluar perkataan, orang Kristen kok pakai busana Muslim?


Sehingga banyak siswi-siswi di SMP dan SMA negeri yang mengeluhkan hal ini pada orang tua dan orang tua mengeluhkannya pada kami. Ketika Walikota masuk menjelaskan hal ini di PGI beliau menjelaskan bahwa tidak ada paksaan siswi-siswi non-Muslim untuk memakai jilbab, sayangnya penjelasan ini hanya disampaikan kepada umat Kristen, seharusnya dijelaskan juga kepada Komunitas Kota Padang secara umum dan akan lebih bijak lagi jika disampaikan kepada khalayak ramai (seluruh masyarakat), bukan hanya kepada kaum minoritas Kristen.


Dalam tanggung jawab pemerintah untuk memberikan pembinaan kerohanian untuk umat Kristen, dapat dikatakan pemerintah sama sekali tidak ada perhatian untuk itu. Umat Kristen untuk memohon perhatian saja harus “mengemis”. Saya belum pernah tahu bahwa pemerintah kota Padang secara sah memberikan bantuan untuk pembangunan rumah-rumah ibadah yang ada di Sumatera Barat, minus Mentawai tentunya.

…………………..

===============

Wawancara dengan Pdt John Robert Pardede, GMI (Gereja Metodis Indonesia)

Bagaimana respon anda sebagai Pendeta terhadap aturan-aturan yang diberlakukan di Kota Padang yang berdasarkan agama tertentu?


Kami masih menganggap Sumatra Barat masih wilayah Indonesia, mana nasionalisme yang dipakai adalah nasionalisme Indonesia yang berdasarkan UUD 45 dan Pancasila. Dalam undang-undang tersebut telah diakui kebebasan beragama. Dengan terbitnya Perda-perda yang berdasarkan satu agama tertentu yang ada di Sumatra Barat, khususnya di kota Padang, jemaat Kristen tidak setuju dan sangat berkeberatan. Sewaktu Peraturan tersebut terbit, kami dari Gereja menyatakan keberatan kepada pihak pemerintah. Dan waktu itu, Pemerintah dalam hal ini Walikota menjelaskan bahwa Peraturan Busana Muslimah hanya diberlakukan pada umat Islam saja. Namun kenyataan di lapangan, jemaat kami juga diharuskan bahkan diwajibkan mematuhi aturan-aturan itu. Banyak anak-anak jemaat kami yang sekolah di sekolah-sekolah negeri umum yang tidak bisa masuk kelas kalau tidak memakai jilbab. Di sini kami melihat ada perbedaan antara yang disampaikan oleh Walikota dengan apa yang terjadi di lapangan. Saya tidak tahu, di mana letak persoalan sebenarnya.

Apakah anda sering menerima keluhan dari jemaat anda?

Iya, saya sering menerima keluhan dari anggota jemaat atas kejadian ini. Tidak hanya anak-anak Kristen yang diwajibkan memakai jilbab di sekolah-sekolah, namun juga jemaat kamu yang bekerja sebagai PNS terpaksa memakai jilbab. Akhirnya banyak anggota jemaat yang memindahkan anak-anak mereka ke sekolah Kristen dan Katolik, agar mereka tidak merasa terpaksa

Apakah ada penolakan resmi atau perlawanan?

Kami tidak bisa melawan. Kami sadar inilah resiko menjadi kelompok minoritas. Kami hanya terus introspeksi. Kami melihat tidak ada jalan lain kecuali dengan mematuhi aturan ini.
Mau gimana lagi? Ketika saya sering mendapat keluhan dari jemaat, saya hanya bisa membesarkan hati mereka dengan perkataan, “tidak apa-apa tutup kepala kalian dengan jilbab, tapi tutup hati kalian dengan iman kepada Allah kita.”


Bagaimana anda melihat jilbab itu sendiri, apakah sekedar aturan seragam atau ada unsur agama?


Tentu saja kami melihat jilbab sebagai simbol agama yang diharuskan dipakai oleh pemeluk agama lain. Dan kami sering mengingkari hati nurani kami, kami terpaksa memakai simbol-simbol yang tidak kami yakini.

Apakah anda pernah bertanya pada jemaat anda yang terpaksa memakai jilbab?

Sakit. Mereka merasa sakit, tapi tidak bisa berbuat apa-apa. Pernah suatu ketika saya datang ke rumah jemaat, dan anak-anak mereka datang ke sekolah, yang perempuan memakai jilbab. Saya bingung. Hampir saja saya tidak mengenal mereka, karena memakai jilbab. Saya hanya bisa berkomentar dan menyapa “ohh kalian ya, hampir saya tidak mengenal”.

sumber:

http://guntur.name/2008/04/12/laporan-dari-padang-siswi-siswi-kristen-pun-terpaksa-pakai-jilbab/

Kristen Tetapi Bukan Pengikut Kristus



KRISTEN sering hanya menjadi sekadar identitas bagi seseorang. Maka setiap kita perlu bertanya pada diri sendiri: Apakah kita Kristen orang yang terhormat menjadi pengikut Kristus? Pengikut Kristus harus punya suatu gaya hidup kristiani, yang sesuai dengan kehendak Kristus, gaya hidup yang memberi kita identitas bahwa kita adalah  pengikut Kristus, bukan pengikut dunia. Identitas yang jelas, bisa dikenal semua orang. Dalam Kisah Para Rasul 11: 26 dikisahkan tentang kehidupan orang-orang Kristen yang dianggap, unik, aneh di tengah-tengah masyarakat kafir, pemuja banyak tuhan (politeisme). Bagi warga Antiokhia saat itu, orang-orang Kristen itu lain, tidak masuk akal. Orang Kristen dianggap aneh dan bodoh. Orang-orang Kristen tampak terlalu sopan di tengah kehidupan yang sangat vulgar dan borjuis
Ketika kita berani menyebut diri sebagai orang Kristen, tugas dan tanggung jawab kita untuk menjadi orang terhormat, menjadi pengikut Kristus yang sekaligus menghormati gaya hidup Kristen. Gaya hidup kristiani sesuai dengan ketetapan-ketetapan Kristus, bukan ketetapan gereja, golongan, tetapi harus mengacu jauh ke dalam kebenaran firman. Karena kita pengikut Kristus, ikuti saja jejak-Nya. Karena kita pengikut Kritus, ikuti saja yang dilakukan-Nya. Kristen harus mempunyai spirit yang sangat kuat. Kekristenan membuat kita menjadi orang yang siap hidup berbeda dengan yang bukan Kristen, dalam kualitas iman dan moral.

Anda tidak perlu membuktikan sebagai orang Kristen yang baik dengan cara,  misalnya, memegang tampuk kekuasaan lalu mengendalikan orang lain. Anda tidak perlu menyebut diri Kristen yang baik dengan memaksa orang lain menyebut Anda baik.  Supaya disebut orang Kristen yang baik, Anda tidak perlu membayar kiri kanan.  Siap berbeda dengan orang yang bukan Kristen, bukan dengan cara seperti itu. Tetapi  seperti kata Roma 12: 2, kita berubah sehingga tidak sama dengan dunia ini. Berubah karena pembaruan budi yang dikerjakan Roh Kudus. Berubah sehingga kita mengerti apa yang menjadi kehendak Allah.
Siapkah Saudara menjadi tidak sama dengan dunia ini? Siap berbeda untuk menunjukkan kualitas iman, kualitas moral? Sebagai orang Kristen omongan kita harus bisa dipegang. Jangan seperti orang lain yang omongannya tidak bisa dipegang. Kita memang beda. Sebab bagaimanapun kualitas iman kita adalah kualitas iman yang mengacu pada semangat gairah untuk mengekspresikan cinta kasih, bukan membalas dendam. Semangat kita bukan sekadar untuk menjadi yang paling banyak, sehingga paling berkuasa, tetapi paling banyak membagi berkat dan cinta kasih. Sehingga setiap orang Kristen, sekalipun berbeda di tengah-tengah gelombang jaman yang materialistis, mampu mengendalikan diri dari hawa nafsu sehingga tidak menghalalkan segala cara untuk cari uang. Ia menjadi orang yang hormat dan sungkan, tidak mengatasnamakan agama untuk mencari uang, tidak menjual penderitaan orang lain demi uang.

Orang Kristen adalah orang yang sadar akan komitmennya menjadi murid Kristus, dan siap menerima segala konsekuensi yang akan muncul. Kita tidak boleh berubah di tengah jalan. Ketika Anda menjadi seorang Kristen, maka itulah komitmen yang harus disadari sepenuhnya, bahwa menjadi pengikut Kristus itu memang begitu risikonya. Kita musti hidup sungguh-sungguh, hidup sepadan dengan apa yang dituntut-Nya.

Komitmen melayani Tuhan

Seorang Kristen harus setia kepada komitmennya untuk mau melayani Tuhan. Seorang Kristen harus setia untuk mau menyatakan komitmennya mengikut jejak Kristus.
Kristen tidak mengimingi orang lain dengan hal-hal yang bersifat duniawi, tetapi bagai-mana kejujuran batin kita, gaya hidup kita, karya nyata kita, supaya orang lain tahu siapa kita, dan akhirnya mereka juga berkata, “Aku pun mau jadi pengikut Kristus”. Adakah hal-hal se-perti itu yang terjadi? Atau justru umpatan yang kita dapat?

Sering dalam perjalanan hidup, kita tidak setia dengan komitmen awal kita. Saat dalam  kesusahan, dekat sekali dengan Tuhan, hidup penuh kejujuran, apa adanya. Waktu punya uang sedikit, kita mulai neko-neko. Punya banyak uang, larilah segalanya. Perilaku berubah total, karena sudah menjadi liar karena uang. Omongan kita tidak bisa lagi dipegang, tidak lagi jujur, karena sudah gila karena uang.
Kita semua bisa jatuh ke dalam jurang yang sama. Kita bisa mengalami perubahan dari kemajuan menuju kehancuran. Perubahan yang bukan ke positif, tetapi negatif. Kita berubah: dulu baik, sekarang tidak baik. Padahal kekristenan seharusnya perubahan dari yang tidak baik menjadi baik. Tetapi rupanya realita jaman, daya tarik alam semesta ini sangat kuat, sehingga banyak orang yang gelap mata terhadap glamour kehidupan, akhirnya menyangkali kejujuran iman. Mungkin demi mobil, rumah, jabatan, jodoh, atau kenikmatan yang mungkin tidak pernah dia miliki. Ini berbahaya.

Ketika menyebut diri sebagai seorang Kristen apakah Anda sadar dengan semua itu? Atau sekadar karena lahir dalam keluarga Kristen? Identitas di KTP? Maka perlu kejujuran untuk memeriksa diri dengan baik, di mana kita berada, dan bagaimana seharusnya kita hidup. Berhentilah sejenak, memikir ulang: adakah saya sungguh-sungguh mengikuti Kristus, sehingga saya berani menyebut diri saya Kristen? Adakah saya betul-betul hidup menjadi berkat sehingga orang-orang akhirnya tahu siapa itu pengikut Kristus, karena melihat hidup saya?
Karena itu berdoalah. Jangan menjadi seorang Kristen yang belum menjadi Kristen. Jangan mengaku Kristen namun belum menjadi pengikut Kristus. Berhenti sejenak dan berdoa: Kiranya hari ini Tuhan, aku menjadi seorang Kristen yang Kristen, Kristen yang mengikut Kristus.