Selasa, 17 Januari 2012

Eva Kusuma : GKI Yasmin Tak Kunjung Tuntas Karena Harga Diri Walikota Terluka
 
Jakarta - Komisi Hukum DPR akan membahas kasus GKI Yasmin dengan Kementerian Politik Hukum dan Keamanan, Kementerian dalam Negeri dan Kementerian Agama Rabu pekan depan. Pertemuan ini diharapkan bisa membuka mata Kementerian dan Presiden agar segera bertindak tegas terhadap kesewenang-wenangan walikota Bogor Diani Budiarto yang membangkang terhadap hukum serta membiarkan anarkisme di GKI Yasmin. Kemarin Anggota Komisi III DPR Eva Kusuma Sundari sengaja datang ke lokasi untuk melihat langsung intimidasi sekelompok orang kepada pada jemaat. Bagaimana tanggapan Kementerian Agama? Bukti-bukti apa saja yang dibawa Eva Kusuma Sundari? Berikut perbincangan bersama Wakil Menteri Agama Nazaruddin Umar dan Anggota Komisi III DPR Eva Kusuma Sundari.


Rabu pekan depan atau kapan dijadwalkan membahas khusus GKI Yasmin?

Nazaruddin Umar [NU] : Insyaallah hari Rabu. Sebetulnya kapan saja, bagi kita siapapun mau berjumpa dengan Kementerian Agama tidak ada masalah.

Kasus ini masih berlarut-larut, sebenarnya apa yang dilakukan oleh Kementerian Agama untuk mencari solusi soal ini?

[NU] : Pertama saya ingin jelaskan, bahwa peran Kementerian Agama dalam soal ini memang pemerintah tapi pemerintah itu banyak sektornya. Misalnya kalau itu menyangkut masalah perizinan bangunan, maka itu tentu domainnya walikota atau bupati, kalau itu menyangkut masalah kriminal itu domainnya polisi, kalau itu menyangkut Ormas itu domainnya Menteri Dalam Negeri. Kalau itu menyangkut yayasan lembaga badan hukumnya, maka itu domainnya menteri hukum dan perundangan, kalau itu domainnya misalnya ada produk-produk yang berpotensi menimbulkan persoalan SARA dan sebagainya seperti peringatan-peringatan yang berpotensi merusak keutuhan bangsa, itu domainnya kejaksaan. Kalau menyangkut masalah pembimbingan, itu wilayahnya Kementerian Agama, jadi kasus Yasmin itu walaupun Kementerian Agama tidak boleh meninggalkan apapun yang berhubungan dengan agama, tetapi di dalam urutan ketatanegaraan kita ada, kita tidak boleh saling mengambil wilayah orang. Karena itu juga nanti merusak tatanan hukum kita sendiri, jadi saya pikir apa yang dilakukan teman-teman dari Yasmin juga sudah benar dan apa yang dilakukan pihak-pihak yang terkait dengan itu juga masuk ke koridor hukum dari sudah ada Mahkamah Agung, ada Peninjauan Kembali. Itu saya kira hemat saya, apa yang terjadi sekarang dengan Yasmin ini adalah sesuatu yang sudah memang seperti itu kenyataan yang harus dilakukan, semua pihak tidak ada yang puas, kalau tidak ada yang puas hukum harus bertindak secara adil. Persoalan sekarang ini jangan membiarkan terlalu lama saudara-saudara kita di Bogor itu berhadapan dengan masalah, ini saya kira semua harus mengintrospeksi diri dimana keterlambatannya. Kalau memang seperti itu ya saya mohon juga kepada kita semuanya untuk bersabar dan menahan diri, sebab kami yakin pemerintah tidak akan pernah mentolerir ketidakadilan dalam keberagamaan ini, soalnya kita ini adalah negara Pancasila.

Terkait dari soal GKI Yasmin ini, berarti itu domainnya dari KemenkumHAM. Berarti pihak itulah yang tidak tegas terhadap keputusan dari Mahkamah Agung tersebut?

[NU] : Mungkin bisa ditanyakan ke yang bersangkutan. Tapi kalau wilayah kami Kementerian Agama, jelas bahwa siapapun bermasalah atau tidak bermasalah wajib hukumnya untuk kami untuk memberi bimbingan.

Apalagi yang akan dibahas sebenarnya dengan Kementerian Agama dalam pertemuan rabu pekan depan?

Eva Kusuma Sundari [EK] : Kalau secara langsung seperti yang dikemukakan dengan Pak Umar memang benar ini sudah domain penegakan hukum, kalau Kementerian Agama mungkin ini special request saya. Bimmas itu harusnya membimbing supaya perilaku umat tidak beringas dan yang saya dapat dari lapangan kemarin, ketika saya diolok-olok dicaci dan seterusnya itu wacana yang dikeluarkan oleh mereka itu ketahuan sekali bahwa mereka tidak paham hukum. Satu misalkan bahwa kenapa ibu membela yang salah, mereka tidak paham bahwa sudah ada putusan MA, sudah ada putusan ombudsman. Kedua misalkan, bukankah mereka melakukan pemalsuan, sementara di dalam keputusan ombudsman sudah dikatakan bahwa data-data yang mereka tuduhkan palsu itu sudah steril dari keputusan-keputusan, jadi tidak berdasar keputusan ini. Jadi artinya ada penyesatan pemikiran dari fakta yang dibalik dan itu disuntikkan ke mereka, sehingga mereka menjadi beringas, menjadi seolah-olah benar, padahal apa yang mereka percaya itu sama sekali tidak benar.

Yang beringas ini kelompok mana?

[EK] : FORKAMI sama GARIS, kemarin. Terus misalkan bahwa perilaku mereka ketika mereka mengusir teman-teman GKI dari TKP, mereka mengejar sampai ke perumahan dimana teman-teman GKI akhirnya beribadah di rumah penduduk. Itupun diancam itu yang mau diserang, dikepung, untung ada polisi kemarin ini ada dua anggota DPR di dalam situ, kalau kalian melakukan sesuatu saya akan tangkap. Jadi sepertinya semangatnya sudah bukan lagi menyoal tentang legalitas TKP, tapi sampai pada aktivitas jemaat, bahkan di luar TKP.

Apakah memang ini sengaja dibentuk oleh satu pihak tertentu untuk mengambil keuntungan tertentu atau bagaimana hasil dari penelitian DPR di lapangan?

[EK] : Saya sedih dan prihatin sekali, bahwa teman-teman FORKAMI dan GARIS ini ternyata menjadi alat dan kemudian mereka disuntikkan dengan hal-hal yang salah sehingga bertindak untuk membela sesuatu yang salah. Kalau perkiraan saya, sumber permasalahannya justru di walikota, walikota menjadikan mereka tameng, menjadikan mereka justifikasi untuk tetap melaksanakan pembangkangan hukum. Yang saya dengar dari bawah, bahwa ternyata walikota ini sudah kadung malu, jadi gengsi harga dirinya sudah terluka sementara tidak ada fakta hukum apapun untuk mendukung karena sudah dimentahkan argumen pemalsuan, sudah maksain saja pokoknya harus pindah.

Dua kelompok ini apakah yang anda sebutkan memang berbasis pada agama tertentu atau sekedar Ormas?

[EK] : Sebetulnya sekedar Ormas, tidak ada urusan dengan ajaran. Tapi kalimat yang mereka keluarkan umat di sini tidak mau menerima, jadi sepertinya bingung antara ini masalah umat yang mana pokoknya tidak. Sehingga argumentasi yang muncul kelihatan sekali dangkal, seperti kehadiran saya diusir ini bukan wilayah anda kenapa DPR kesini, mereka tidak paham bahwa saya melaksanakan tugas konstitusional, makanya saya minta Pak Umar untuk Bimmas-nya itu turun mengadakan penyuluhan hukum kepada walikota, kepada teman-teman FORKAMI dan GARIS. Ini negara hukum rek bukan negara suka-suka, yang sedih itu mereka menyatakan bukankah sudah ada SK Walikota kenapa tidak menghormati. Hirarki hukum, bahwa MA itu final dan banding itu mereka tidak sampai ke sana.

Apa pendapat anda?

[NU] : Penjelasan bagus dari Mbak Eva. Tapi begini, bahwa pertama saya setuju kalau Mbak Eva juga memberikan masukan terhadap pemerintah, dalam hal ini khususnya kepada saya juga selaku aparat di Kementerian Agama. Bahwa penyuluhan itu memang sangat penting, bukan hanya kepada keluarga yang bermasalah atau masyarakat yang bermasalah, justru masyarakat biasapun kita juga harus terus melakukan pembenahan dan pembinaan ini. Karena seperti yang dikatakan Mbak Eva, bahwa kesadaran masyarakat kita ini jangan-jangan itu bukan karena kesadarannya yang kurang tapi pemahamannya tentang hukum itu yang kurang. Jadi dengan demikian, saya kira penyuluhan hukum bagi masyarakat kita juga sangat perlu. Jadi walaupun menurut hukum tidak boleh beralasan tidak tahu, tetapi ketidaktahuan masyarakat kita tentang hukum itu juga satu persoalan tersendiri dan perlu penyuluhan hukum juga.

Ini berarti kerjasama dengan Kementerian Hukum dan HAM?

[NU] : Iya. Kami juga mencari pola dengan WamenkumHAM sekarang, saya agak lebih proaktif sedikit bagaimana menangani persoalan kebangsaan kita disini perlu ada jalan bareng, perlu ada persamaan visi, pertemuan wawasan antara satu sama lain semua pihak warga bangsa ini. Pertama kesadaran hukum harus ditingkatkan, kesadaran kehidupan beragama apa sih beragama itu sesungguhnya, mestikah kehebatan beragama itu harus ditandai dengan menyalahi orang lain, saya kira bukan. Jadi kita perlu pencerahan disini, bagaimana menjadikan agama sebagai satu faktor motivasi yang sangat penting untuk mewujudkan suatu bangsa yang baik, beradab, menghargai hak-hak orang lain, saya kira itu hakikat semua agama, tujuan semua agama menciptakan ketentraman. Islam apalagi, namanya saja Islam artinya damai, jadi ada jarak antara ajaran agama dengan pemahaman para pemeluknya itu memang kami sadari. Tantangan buat kita adalah bagaimana mendekatkan jarak antar pemeluk agama dengan ajaran agama itu sendiri, tapi tentu bukan hanya persoalan agama yang muncul di lapangan tapi juga kesadaran hukum.(MWP)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.