Senin, 17 Juni 2013

Apakah Allah Pilih Kasih?



Apakah Allah Pilih Kasih.jpg
Dalam kitab Kejadian 3, dijelaskan bahwa manusia telah jatuh ke dalam dosa. Di sana ada oknum yang disebutkan menerima konsekuensi dari pelanggaran yang telah dilakukannya, yakni ular sebagai media iblis, dan manusia (Adam dan Hawa).
Yang menjadi pertanyaan ialah:   Allah menyediakan keselamatan bagi manusia, bagaimana dengan iblis, ‘kan sama-sama melakukan pelanggaran? Apakah dahulu ular memang bisa berdialog?

Terus terang, pertanyaan ini  menggelitik, dan mungkin juga dipertanyakan oleh banyak orang masa kini. Dalam era kita yang new age, di mana manusia menjadi pusat kehidupan dan bukan lagi Tuhan, dan kebebasan yang menjadi semangat, maka patut juga dipertanyakan keadilan Allah dalam konteks penebusan. Hal ini terjadi karena manusia berhak menjadi penggugat terhadap realita kehidupan, sehingga juga bisa menggugat kebenaran Alkitab. Sementara Alkitab selalu menampakkan kedaulatan Allah yang bersifat mutlak. Dan, ini tidak disukai oleh jaman. Disinilah terjadi perkelahian sengit yang perlu kita sadari dan pahami.

Sebelum lanjut ke isu ketidakadilan, kita bicarakan dulu isu tentang ular. Apakah ular bisa berbicara? Fakta taman Eden bukanlah sepenuhnya harus dipahami hurufiah. Jelas sekali dikatakan bahwa ular itu sebagai gambaran binatang yang paling cerdik (bandingkan Matius 10:16). Nah, dalam peristiwa kejatuhan ke dalam dosa, ular menjadi representasi iblis. Tapi hati-hati, ular tidak sama dengan iblis. Kecerdikannyalah, yang membuat ular digambarkan sebagai iblis. Kecerdikan yang membuat manusia tergoda, dan jatuh ke dalam dosa, melanggar hukum yang telah ditetapkan oleh Allah. Penting untuk dipahami, ular bukan iblis. Dan sebagai simbol, juga tidak selalu. Ingat peristiwa Musa di istana Firaun di Mesir. Para penyihir Mesir melemparkan tongkat mereka yang dengan segera berubah menjadi ular. Dan, begitu juga dengan Musa, melemparkan tongkatnya dan berubah menjadi ular. Tongkat Musa kemudian menelan semua tongkat para penyihir Mesir. Tongkat ular itu terus dipegang oleh Musa. Apakah Musa penyembah iblis? Jelas sekali: Bukan!

Lalu, tongkat tembaga berkepala ular tedung yang dibuat oleh Musa atas perintah Allah, itu juga menjadi penyelamat bagi mereka yang kena tulah Tuhan dipagut ular tedung (Bilangan 21:8-9). Mereka kena tulah karena berkeluh kesah, dan melawan Allah dan Musa dan, barang siapa yang kena tulah memandang kepada ular tembaga yang dibuat Musa akan selamat. Jelas yang memberi perintah kepada Musa adalah Allah dan, sama jelasnya, setiap yang melihat menjadi selamat. Jadi jelas juga, ular tak selalu sama dengan setan. Tapi kecerdikannya yang dijadikan gambaran kecerdikan setan si penggoda. Sementara kita juga diminta oleh Tuhan Yesus agar cerdik seperti ular, dan tulus seperti merpati dalam memahami pimpinan Tuhan. Pasti bukan menjadi sama seperti setan bukan?  Sementara pertanyaan tentang apakah ular bisa berdialog jadi jelas, karena itu hanya simbol, bukan sesungguhnya. Yang pasti, setan bisa berbicara dengan berbagai cara, termasuk jelas di pikiran, sekalipun tak kedengaran. Itulah setan, dia bisa merasuk pikiran orang dengan pikiran jahat. 

Soal ketidakadilan dalam penghukuman, mari kita luruskan duduk perkaranya. Ular dalam peristiwa taman Eden adalah penggoda, bukan yang digoda. Iblis yang digambarkan sebagai ular, adalah malaikat yang jatuh ke dalam dosa (Yesaya 14:12-15). Iblis, si malaikat yang jatuh ke dalam dosa telah dibuang dari surga mulia, ke liang kubur yang hina. Nah, iblis ini bukan materi melainkan mahluk roh. Dia tidak bisa mati, bisa ke mana saja, melintasi ruang dan waktu. Keberadaan iblis hanya di bawah keberadaan Allah, yang bisa berada di mana saja pada saat bersamaan, sementara iblis bisa di mana saja tapi tidak pada saat bersamaan. Jumlahnya ada banyak. Jadi iblis sudah ada dalam dosa sebelum manusia diciptakan, dan iblis bukan materi (bertubuh). Ingat, iblis sudah menerima hukumannya, dan dia berusaha mencari banyak pengikut bagi dirinya, termasuk manusia pertama, Adam dan Hawa. Inilah duduk perkaranya. Iblis adalah terhukum, sipenggoda, dan sedang menjalankan maksud jahatnya. Iblis sudah terhukum, hanya saja karena dia bukan materi, melainkan mahluk roh, dia tidak bisa mati, dan tidak terkurung dalam ruang dan waktu.

Kembali ke Adam dan Hawa, mereka diciptakan sebagai mahluk jasmani dan rohani. Dalam ketidak berdosaan mereka sempurna, namun terbatas dengan ketetapan hukum Allah. Hukum utama yang harus mereka taati adalah:  Tidak memakan buah yang Allah larang. Jika melanggarnya, maka manusia akan mati (Kejadian 2:16-17).  Dan, kita sama-sama mengetahui bahwa manusia melanggarnya dan menjadi terhukum.  Siapa penggodanya? Iblis! Jadi sangat jelas posisi manusia dan iblis berbeda. Iblis memang sudah berdosa, terhukum, dan terbuang dari surga. Sementara manusia adalah penerima hukum yang berkewajiban untuk mentaatinya. Posisinya sangat berbeda bukan? Sehingga adalah wajar jika konsekwensi hukumnya juga berbeda. Jelas, keputusan yang ada justru sangat adil.

Manusia yang jatuh ke dalam dosa, harus menanggung konsekwensi pelanggarannya, yaitu mati, baik rohani maupun jasmani. Rohaninya langsung mati, yang juga disebut terpisah dari Allah. Itu sebab ketika Allah datang menusia menyembunyikan dirinya. Juga mati jasmaninya, tapi dalam proses waktu. Manusia yang tadinya bersifat kekal sebelum kejatuhan ke dalam dosa, akan termakan waktu. Menua dan mati. Di era Adam kehidupan mencapai 1000 tahun. Sementara setelah era Nuh tinggal 120 tahun. Lalu Musa yang berumur 120 tahun berkata, bahwa hidup manusia hanya 70-80 tahun saja. Selebihnya adalah kesusahan karena ketuaan. Jelas ini adalah hukuman akibat kejatuhan ke dalam dosa.
  
Dalam Kejadian 3:15; jelas dikatakan, bahwa keturunan perempuan (manusia) dan keturunan ular (iblis), akan terus bertempur. Lagi-lagi, jelas sekali posisi manusia dan ular sangat berbeda, bahkan berseberangan. Nubuat ini digenapi dengan tersalibnya Yesus Kristus, tumitnya diremukkan, namun dari atas kayu salib Yesus Kristus meremukkan kepala ular. Sebagai keturunan perempuan (Matius 1:1-17), itu sebabnya Yesus disebut sebagai anak Daud, atau singa Yehuda. Untuk menebus dosa manusia yang jatuh ke dalam dosa, maka Yesus, manusia yang tidak berdosa, disalibkan, dan darah-Nya yang suci tertumpah menebus dosa manusia.

Akhirnya, jelas bukan, mengapa manusia yang mendapat anugerah keselamatan, sementara setan tidak. Ingat setan memang  terhukum yang terus-menerus mencari korban untuk disesatkannya. Setan adalah mahluk roh, bukan materi, sehingga dia tak pernah mati, sekaligus tak mendapat penebusan. Setan tak pernah susah, selain menyusahkan, dan dia adalah penguasa alam maut. Tapi manusia mengalami akibat dosanya, kesusahan yang  terus-menerus.

Puji Tuhan, DIA yang Maha adil, yang mengasihi kita, manusia berdosa, dan menebus orang yang berkenan kepada-Nya. Dalam kedaulatan dan keadilan-Nya menghukum si penguasa alam maut, dengan mengalahkan maut diatas kayu salib (Ibrani 2:14-16). 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.