Athanasius Melawan Penggugat Ketuhanan Kristus
Di
jaman yang serba bebas seperti sekarang ini, makin banyak orang yang
ingin mencoba menunjukkan eksistensi dirinya dengan memilih sikap atau
pilihan pandangan berbeda dari yang lain – termasuk melawan setiap
kemapanan dan ajaran agama (dogma) yang statis. Mempertanyakan kembali
Keallahan Kristus adalah salah satu upaya mewujudnyatakan sikap
pemberontakan tadi.
Pandangan nyeleneh yang meragukan ketuhanan
Kristus sesungguhnya tidak hanya ada di masa kini. Bahkan jauh ke
belakang, pada masa bapa-bapa gereja pun, sudah ada sekian banyak orang
yang mempertanyakannya. Ada begitu banyak karya bapa-bapa gereja bahkan
ditujukan secara khusus untuk menjawab persoalan semacam ini
(apologia). Dan salah satu di antaranya adalah Athanasius, tokoh gereja
katolik awal yang sangat getol memperjuangkan keyakinannya agar tak
dirongrong oleh ajaran sesat.
Hampir seluruh hidup Athanasius diabadikan untuk melawan Arianisme (salah satu ajaran sesat waktu itu). Sebagai orang yang setia pada prinsip yang dipegangmembuat Athanasius kurang disenangi oleh sesama rekan, karena kesan yang ditangkap adalah kekakuannya dan sombong itu. Salah satu contohnya dapat dilihat dari kekonsistensiannya dalam melawan ajaran Arianisme, tanpa sekalipun kompromi terhadapnya – meski orang di sekelilingnya justru makin permisif terhadap lawan-lawan penggugat ajaran gereja – termasuk Kaisar ikut-ikutan toleran terhadap mereka. Meskipun itu semua dilakukan Kaisar agar orang-orang yang ada di daerah kekuasaannya bersatu. Dengan alasan itu Kaisar menganjurkan agar gereja ortodoks lebih banyak memberikan toleransi khususnya pada Arius, agar dia dapat kembali ke dalam persekutuan gereja setelah mendapat hukuman yang pantas.
Hampir seluruh hidup Athanasius diabadikan untuk melawan Arianisme (salah satu ajaran sesat waktu itu). Sebagai orang yang setia pada prinsip yang dipegangmembuat Athanasius kurang disenangi oleh sesama rekan, karena kesan yang ditangkap adalah kekakuannya dan sombong itu. Salah satu contohnya dapat dilihat dari kekonsistensiannya dalam melawan ajaran Arianisme, tanpa sekalipun kompromi terhadapnya – meski orang di sekelilingnya justru makin permisif terhadap lawan-lawan penggugat ajaran gereja – termasuk Kaisar ikut-ikutan toleran terhadap mereka. Meskipun itu semua dilakukan Kaisar agar orang-orang yang ada di daerah kekuasaannya bersatu. Dengan alasan itu Kaisar menganjurkan agar gereja ortodoks lebih banyak memberikan toleransi khususnya pada Arius, agar dia dapat kembali ke dalam persekutuan gereja setelah mendapat hukuman yang pantas.
Sikap seperti inilah yang ditentang oleh Athanasius. Bagi pria yang diperkirakan lahir pada akhir abad ke-3 ini, sikap kompromi dapat berubah menjadi bumerang yang akan membunuh balik. Dengan berkompromi terhadap ajaran Arianisme, maka dengan sendiri telah membuka pintu lebar-lebar untuk Arius membongkar ajaran keallahan Kristus yang akan mengakibatkan tamatnya agama kristen.
Athanasius adalah seorang penulis yang sangat produktif. Banyak karya-karya teologi yang penting bagi perkembangan kekristenan dan teologi keluar dari “rahim” olah pikirnya. Karya-karya tersebut antara lain: Riwayat Hidup Antonius; surat-surat Paskah; karya-karya anti-Arianisme; dan karya-karya apologia. Di samping keempat karya-karyanya tadi, masih ada satu karya lagi yang mengesankan dan isinya betul-betul perjuangkan, yakni, Inkarnasi Firman. Dalam buku ini, kelihatan betul bagaimana keseriusan Athanasius memperjuangkan pengakuan keallahan Yesus Kristus. Ini semua terdorong oleh imannya pada Kristus. Hanya Kristuslah dapat menyelamatkan kita. Keselamatan seluruh umat bergantung pada belas kasih-Nya.
Meskipun ada pendapat kontra dari penganut Yahudi yang mengatakan bahwa inkarnasi dan penyaliban anak sangat tidak pantas, bahkan mengurangi martabat-Nya, Athanasius tetap saja beriman teguh. Dalam menjawab pernyataan orang Yahudi tadi, Athanasius, Uskup Aleksandria sejak 328 ini, menunjukkan bahwa inkarnasi salib itu justru pantas, tepat dan sangat wajar. Sebab dunia yang diciptakan melalui Dia hanya dapat dipulihkan oleh Dia. Pemulihan ini tidak bisa terjadi, kecuali melalui salib. Menurutnya: “Kitalah yang menyebabkan Ia menjadi daging. Ia mengasihi kita sedemikian rupa, sehingga untuk keselamatan kita, Ia lahir sebagai manusia... Ia datang di antara kita. Setelah ia membuktikan keallahan-Nya, Ia mempersembahkan kurban- Anak-Nya demi kita dan menyerahkan tubuh-Nya kepada maut menggantikan umat manusia”. (inkarnasi Firman 4).
Athanasius juga menjawab argumen-argumen pengikut Arius yang menyitir dari Alkitab untuk membuktikan bahwa Anak Allah lebih rendah dari Sang Bapa. Athanasius menjawab bahwa bagian dari Alkitab itu menunjukkan pada status Yesus sebagai manusia, bukan pada status kekal-Nya sebagai Allah. “Anak diperanakkan bukan di luar Sang Bapa, tetapi dari Allah Bapa sendiri. Allah Bapa tetap lengkap, sedangkan “gambar wujud-Nya” adalah kekal serta menjaga persamaan-Nya dengan Allah Bapa dan rupa-Nya yang tak berubah” (pidato-pidato melawan Kaum Arian 2:24, 33).
Sebagai seorang kristen, membela ketuhanan Yesus adalah harga mutlak. Membela Kristus tidak berarti kita sudah memberi nilai lebih terhadap Kristus “obyek” yang dibela. Sebab dibela ataupun tidak, Kristus tetap saja Tuhan. Justru dengan membela ketuhanan Kristus, berarti kita sedang bersaksi memproklamasikan iman kita. Bukankah bersaksi tentang Dia adalah tugas kita sebagai umat-Nya?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.