Kamis, 23 Mei 2013

Pengetahuan VS Agama


106.-Opini-2.jpg
ALLAH menciptakan dunia dalam kondisi kosong dan hanya ada kegelapan di sekitarnya. Lalu Allah membuat langit dan bumi serta cakrawala hingga terbentuklah suatu galaksi yang dinamakan galaksi Bima Sakti. Di dalamnya terdapat berbagai macam tata surya antara lain yaitu meteor, bintang, bulan, komet, planet dan masih banyak lagi. Kemudian Allah memisahkan antara gelap dengan terang, dan menciptakan makhluk hidup: manusia, tumbuhan, dan hewan. Semua ciptaan Tuhan ini sangat menakjubkan. Manusia adalah ciptaan terindah dan paling berharga di mata Tuhan. Pernyataan di atas adalah sebagian kecil dari ilmu penge-tahuan yang telah ditelaah oleh para ilmuwan yang telah melakukan eksperimen dan memberi kita bukti sehingga kita mempercayainya. Tidak hanya itu saja namun banyak sekali ilmu yang sudah tertanam dalam otak kita mengenai apa saja yang ada dalam dunia ini. Banyak sekali hal yang telah dibuktikan para ilmuwan dengan hasil penemuannya. Bahkan segala sesuatu yang telah Tuhan ciptakan, di mana manusia tidak punya andil dalam pembuatannya, dibuat seolah-olah tidak ada campur tangan Tuhan di dalamnya. Contoh, pernyataan seorang ilmuwan bahwa penciptaan manusia tidak ada hubungannya dengan Tuhan, namun manusia terbentuk dari seekor kera yang telah berevolusi, mulai fase membungkuk dalam wujud kera hingga mencapai fase tegak dalam wujud seorang manusia. Di sisi lain, ajaran agama tertentu mengatakan bahwa manusia dibentuk dan diukir tangan Tuhan Yang Mahaesa, dan Dialah yang menghembuskan napas kehidupan itu bagi manusia. Kedua per-nyataan tersebut sa-ngat bertentangan. Perbedaan tersebut menimbulkan bebera-pa pertanyaan: “Mana yang harus kita yakini? Lalu bagaimana kita harus memperca-yainya? Apakah benar ilmu pengetahuan itu bertentangan de-ngan agama?
Sebelum menja-wab, mari kita me-ngetahui terlebih dahulu apa ilmu pengetahuan dan agama. Ilmu meru-pakan kumpulan pe-ngetahuan yang telah teruji kebenarannya secara empiris. Batas penjelajahan ilmu sempit sekali, hanya sepotong atau sekeping saja dari sekian permasalahan kehidupan manusia, bahkan dalam batas pengalaman manusia itu, ilmu hanya berwenang menentukan benar atau salahnya suatu pernyataan. Demikian pula tentang baik buruk, semua itu termasuk ilmu yang berpaling kepada sumber-sumber moral.
“Ilmu tanpa (bimbingan moral) agama adalah buta,” kata Einstein. Kebutaan moral ilmu, bisa saja membawa kemanusiaan ke jurang malapetaka. Relativitas atau kenisbian ilmu pengetahuan bermuara kepada filsafat, dan relativitas atau kenisbian ilmu pengatahuan serta filsafat bermuara kepada agama. Filsafat adalah “ilmu istimewa” yang mencoba menjawab masalah-masalah yang tidak dapat dijawab ilmu pengetahuan karena masalah-masalah itu berada di luar atau di atas jangkauan ilmu pengetahuan. Filsafat adalah hasil daya upaya manusia dengan akal budinya untuk dapat memahami dan mendalami secara radikal integral daripada segala sesuatu yang ada mengenai: a) hakikat Tuhan, b) hakikat alam semesta, dan c) hakikat manusia termasuk sikap manusia terhadap hal tersebut sebagai konsekuensi logis daripada pahamnya tersebut.
Kebenaran ilmu pengetahuan ialah kebenaran positif. Kebenaran filsafat ialah kebenaran spekulatif (dugaan yang tak dapat dibuktikan secara empiri, riset, eksperimen). Kebenaran ilmu pengetahuan dan filsafat keduanya nisbi (relatif). Ilmu pengetahuan mencari kebenaran dengan jalan penyelidikan, penga-laman (empiri) dan percobaan (eksperimen) sebagai batu ujian. Filsafat menghampiri kebenaran dengan cara mengelanakan atau mengembarakan akal budi secara radikal (mengakar), dan integral (me-nyeluruh) serta universal (mengalam), tidak merasa terikat oleh ikatan apa pun, kecuali ikatan ta-ngannya sendiri yang disebut ’logika’ manusia dalam men-cari dan mene-mukan kebenaran dengan dan dalam agama, dengan jalan mempertanyakan pelbagai masalah asasi dari suatu kepada kitab suci, kondifikasi Firman Allah untuk manusia.
Di setiap agama, paling tidak ditemukan empat ciri khas. Pertama, adanya sikap percaya kepada Yang Suci. Kedua, adanya ritualitas yang menunjukkan hubungan dengan Yang Suci. Ketiga, adanya doktrin tentang Yang Suci dan tentang hubungan tersebut. Keempat, adanya sikap yang ditimbulkan oleh ketiga hal tersebut.
Agama memang tidak mudah diberi definisi, karena agama mengambil berbagai bentuk sesuai dengan pengalaman pribadi masing-masing. Meskipun tidak terdapat definisi yang universal, namun dapat disimpulkan bahwa sepanjang sejarah manusia telah menunjukkan rasa “suci”, dan agama termasuk dalam kategori “hal yang suci”. Kemajuan spiritual manusia dapat diukur dengan tingginya nilai yang tidak terbatas yang diberikan kepada obyek yang disembah. Hubungan manusia dengan “yang suci” menimbulkan kewajiban, baik untuk melak-sanakan maupun meninggalkan sesuatu.
Ilmu pengetahuan dan agama sebenarnya bukanlah suatu perbedaan yang perlu diperde-batkan. Masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan serta keunikan tersendiri. Tidak ada faedahnya apabila kita memper-debatkan antara ilmu pengetahuan dan agama karena hal itu hanya berdampak sia-sia.  Sesungguhnya hubungan antara ilmu pengetahuan dan agama tidak perlu dipersoalkan karena itu semua kembali pada diri kita sendiri. Kita diberi kehendak bebas oleh Sang Pencipta bukan untuk memilih suatu pilihan yang hanya digunakan sebagai bahan perbandingan  kemudian diper-debatkan untuk hal yang sia-sia. Kita berhak untuk mempercayai ilmu pengetahuan begitu pula dengan keberadaan agama. Itu semua tergantung kepada iman kepercayaan kita masing-masing.
Jadi, apa pun yang kita yakini, itu merupakan hak kita karena kepercayaan bukanlah suatu paksaan melainkan suatu dorongan yang timbul dengan sendirinya dan menjadi rema dalam hidup kita.

 Gonita Magdalena
Universitas Ma Chung, Malang, Jawa Timur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.