Kamis, 03 Januari 2013

Mutu Seorang Pemimpin


Mutu,kualitas,Pemimpin.jpg

Dewasa ini, di saat dunia, bangsa, dan gereja membutuhkan seorang pemimpin yang mumpuni, masih saja ada orang yang diangkat sebagai pemimpin karena cara-cara dan trik tidak terpuji, main uang dan sebagainya.  Atau karena alasan lain, misalnya karena Ayahnya sebelumnya adalah seorang pemimpin, lalu otomatis sang anak naik menggantikan, padahal sebetulnya dia tidak mampu mengemban tanggungjawab sebesar itu.
“Ingatlah akan pemimpin-pemim-pin kamu, yang telah menyampaikan firman Allah kepadamu. Perha-tikanlah akhir hidup mereka dan contohlah iman mereka.” (Ibrani 13:7)
Ayat di atas dengan segera memberikan gambaran kelas yang sangat jelas bagi seorang pemimpin. Pemimpin tidak dihormati karena kedudukannya, jauh dari itu pemimpin dihormati karena mutunya.  Pemimpin ada bukan lantaran faktor keturunan, kekeluargaan, ekonomi, atau faktor lain.  Atau seperti yang terjadi di beberapa tempat, seorang pemimpin dipilih karena faktor emosional, jengah dan bosa dengan kinerja pemimpin lama, lalu serta merta menggantinya tanpa mempertimbangkan kualitas, bobot dan mutu.  Hal seperti ini memang cukup ironis dan menggelisahkan, bahkan menakutkan, tetapi itulah fakta yang terjadi di dalam kehidupan kita.
Karena itu diperlukan kehati-hatian di dalam menyikapi apa yang ada.  Maka dari itu pemimpin yang bermutu menjadi mimpi, menjadi impian banyak orang.  Sebenarnya apa yang membuat seorang pemimpin itu dinilai bermutu.  Faktor-faktor apa saja yang perlu ditilik lebih lanjut terkait mutu kepemimpinan seseorang.  Seorang pemimpin bermutu adalah pemimpin yang:

1 . Berpengetahuan 
Membincangkan soal pengetahuan, merujuk kepada apa yang dikatakan dalam Ibrani, maka dapat diambil contoh misalnya penilaian orang tentang seberapa hebat tingkat pengetahuan para rasul dan para penulis Injil.  Tidak sedikit orang, bahkan pengkhotbah yang kemudian memelintir teks kitab suci dengan mengetengahkan sosok para murid dan penulis-penulis Injil tidak lebih dari pada orang bodoh.  Murid-murid Yesus hanya diwartakan sebagai nelayan-nelayan sederhana nan bodoh. Memang betul, sebelum menjadi seorang murid mereka adalah seorang nelayan yang kurang berpengetahuan.  Tetapi, ketika mereka mengikut Yesus, para murid mendapat pengetahuan tentang siapa Yesus dengan sangat melimpah.  Mereka belajar tidak kurang dari 3,5 tahun, siang-malam, teori dan praktek.  Menyembuhkan orang sakit, membangkitkan orang mati, betul-betul kom-prehensif pengetahuan yang mereka dapatkan dari Tuhan Yesus.  Sepertinya mustahil mene-mukan Sekolah Tinggi Teologi (STT) yang pengajarannya selengkap itu, apa lagi pengajarnya adalah Sang Guru Agung sendiri.
Namun demikian modal pengetahuan saja apakah akan menjamin para murid menjadi taat dan setia pada ajaran dan pengajar sekaligus “objek” ajaran itu?  Jawabnya tidak.  Bahkan ketika Yesus hendak disalib para murid justru lari ketakutan.   Sudah sekolah, diajar langsung oleh guru besar, berpengetahuan, tetap saja tidak lulus, lantas bagaimana dengan mereka yang tidak sekolah?  Alkitab berkata “takut akan Tuhan permulaan pengetahuan”.  Yang membenci pengetahuan, bukankah dapat diartikan sebagai orang yang tidak takut Tuhan?  Tapi nyatanya tidak sedikit juga mereka yang berpengetahuan justru tidak takut Tuhan.  Itulah jika pengetahuan tidak sejalan dengan kebenaran.  Pengetahuan yang sejalan dengan kebenaran akan membawa orang pada pengakuan sang Kebenaran.

2. Bermoral
Berpengetahuan saja tentu tidak cukup untuk dapat menyebut pemimpin itu bermutu.  Moral juga perlu dipertimbangkan.  Berpengetahuan baik tapi moralnya tidak baik, tentu sama saja.  Pemimpin yang bermoral baik akan mengisi hari-hari hidupnya dengan cara yang bertanggung jawab.  Pemimpin yang bermutu memerlukan bukan saja pengetahuan, tapI juga moral yang terpuji, moral yang baik,moral yang bisa dilihat dengan segera dan diakui oleh banyak orang.  Alih-alih pemimpin dapat disebut bermoral baik, bahkan untuk sekadar berkata jujur, sedikit saja yang mampu.  Memutarbalikkan kata, bersilat lidah, fitnah untuk menyelamatkan diri mewarnai kehidupan para pemimpin, baik diluar dan di dalam gereja.  Oleh karena itu, di tengah-tengah situasi seperti ini, penting dilakukan orang untuk selalu melihat perpaduan antara pengetahuan baik dan moral yang baik.  Langka ditemukan perpaduan harmoni keduanya.  Ada yang memiliki pengetahuan baik tapi moralnya tidak. Sebaliknya, ada yang bermoral baik, sementara pengetahuannya kurang.  Pilihan-pilihan tidak sederhana kerap mewarnai kehidupan umat dan kepemimpinan di sekitarnya.

 3. Bermental kuat
Apakah pemimpin itu bermental tahan banting atau tidak, atau justru sebaliknya, mental tempe dan  cengeng.  Seorang pemimpin yang bermutu hendaknya adalah orang yang punya mental yang kuat,  tegas, bertindak, tidak memble, tidak plin-plan, tidak juga orang yang hanya bertindak berdasarkan situasi dan kondisi.  Bagaimana dapat dikatakan seorang pemimpin jika setiap aspek hidup dan pilihannya terus diwarnai oleh situasi dan kondisinya.  Jika demikian dia akan dibawa hanyut oleh situasi.  Padahal, seorang pemimpin adalah sosok atau pribadi yang patut mengarahkan orang yang dipimpin pada arah yang pas.  Karena itu diperlukan mentalitas yang kuat dan pas untuk menggapai titik itu.  Meskipun pengetahuannya baik, tapi kalau mentalnya tidak kuat, maka tatkala ada sedikit saja tantangan, maka dia akan lekas berubah.  Ada godaan sedikit saja  dia akan lari.  Banyak orang memulai pelayanannya dengan baik, dengan rendah hati, tapi tumpukan harta justru mengubahnya.  Memanfaatkan jabatan diri untuk memfasilitasi keluarganya demi kepentingan pribadi.  Kelak semua akan berubah, bahkan idealisme pelayanan yang dihidupi, pun semakin terkikis, perlahan tapi pasti.  Sepasti pertambahan harta, kekayaan dan fasilitas yang dimiliki.  Memang khotbahnya tidak ada yang berubah, tetap pengajaran yang benar, pengajaran Yesus yang diwartakan.  Tapi kemudian bergeser bicara soal ini dan itu, tidak meminta secara langsung, mungkin, tapi sharingmengatasnamakan pelayanan yang ongkosnya semakin tinggi, mobilitasnya semakin meningkat, keluarganya yang memerlukan kendaraan dan sebagainya.  Tapi Yesus yang dibicarakan tetap sama.
Aspek mental yang kuat ini seharusnya juga mengantarkan orang percaya bahwa Tuhan memelihara, menjaga dia, sehingga dia tidak pernah menyerah pada situasi apapun juga, bukan sebaliknya.  Orang yang bermental kuat akan terus maju, dia terus berjuang karena percaya Tuhan besertanya.

4. Beriman teguh
Aspek spiritual memberi warna pada keseluruhan aspek yang sudah disebut di atas.  Baik pengetahuan, moral, dan mental, bergantung sepenuhnya pada aspek iman yang membuat orang percaya kepada Tuhan.  Pemahaman akan kebenaran firman Tuhan yang terus memperteguh, memperkuat imannya, sehingga imannya adalah iman yang benar kepada Injil yang murni, bukan injil berdasar otak manusia, sesuai akal atau khotbah Pendeta.  Iman yang sungguh-sungguh berdasarkan pada kehendak Allah.  Perjalanan hari demi hari seorang pemimpin akan segera menunjukkan keberimanannya.  Itu menjadi tuntutan penting dalam kehidupan kita sebagai orang percaya di dunia ini.  Itu akan menjadi kesaksian yang tidak terbantahkan.  Pemimpin seperti inilah yang patut diingat, bagaimana hidup mereka, tentu saja sampai kepada akhirnya.  Sampai akhir harus bisa menjadi contoh dan memang layak dicontoh.
Pemimpin yang bermutu akan selalu menjadi kerinduan di dalam kehidupan bernegara, politik, ekonomi, khususnya dalam kehidupan bergereja.  Untuk itu gereja perlu menjadi “kawah candra dimuka” yang melatih, meloloskan, melahirkan, dan menciptakan tokoh-tokoh yang bermutu.  Bukankah menjadi suatu kebahagian dalam hidup ini kalau kita, umat Tuhan, para pemimpin yang ada di dalam gereja bisa menginspirasi banyak orang, menolong dan menyadarkan banyak orang.  Sehingga mereka semakin maju dalam kehidupan, berubah dari kegagalan, kemudian mengarahkan diri dan berpacu menggapai keberhasilan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.